Syamsul Arifin, Dosen UMM, Wakili Indonesia di Forum Internasional Oxford: Membawa Isu Toleransi dan Pendidikan Agama ke Panggung Global
MALANG, kiprahkita.com –Di tengah tantangan global yang semakin kompleks dalam hubungan antara hukum, agama, dan hak asasi manusia, kehadiran akademisi Indonesia dalam forum-forum internasional menjadi langkah strategis yang sangat berarti. Salah satu wujud nyata dari kontribusi tersebut datang dari Syamsul Arifin, dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang terpilih sebagai peserta Young Scholars Fellowship on Religion and the Rule of Law yang diselenggarakan oleh The International Center for Law and Religion Studies (ICLRS).
![]() |
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) |
Program ini berlangsung selama tiga minggu, dari 14 Juli hingga 1 Agustus 2025, bertempat di Christ Church, University of Oxford, Inggris—salah satu institusi akademik paling prestisius di dunia. Tidak hanya menjadi ruang pembelajaran, program ini juga merupakan forum diskusi akademik yang mempertemukan para cendekiawan muda dari berbagai negara untuk mengkaji secara mendalam isu-isu hukum, agama, serta hak asasi manusia dari berbagai perspektif.
Keikutsertaan Syamsul Arifin tidak hanya menjadi kebanggaan pribadi, tetapi juga representasi penting dari Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Malang dalam diskursus akademik global. Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi Indonesia, khususnya yang berbasis nilai-nilai Islam moderat seperti UMM, mampu hadir dan berkontribusi aktif di panggung dunia dalam isu-isu strategis yang sangat relevan dengan kehidupan masyarakat multikultural.
Selama program berlangsung, para peserta tidak hanya mengikuti kuliah dan seminar, tetapi juga berpartisipasi dalam diskusi tematik, kajian lapangan, serta kunjungan kelembagaan ke berbagai institusi penting di London, seperti parlemen dan lembaga peradilan. Hal ini memberikan pengalaman langsung dalam melihat bagaimana negara-negara lain merespon isu-isu kompleks antara hukum dan kebebasan beragama.
Dalam kesempatan tersebut, Syamsul mempresentasikan risetnya yang berjudul "Pendidikan Agama bagi Mahasiswa Non-Muslim di Perguruan Tinggi Muhammadiyah". Riset ini secara spesifik menelaah implementasi UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 55 Tahun 2007, yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinannya. Studi kasus yang ia angkat mencakup kampus Muhammadiyah yang berada di wilayah mayoritas non-Muslim seperti Kupang, Sorong, dan Maumere.
“Pada agenda ini saya menulis dan membahas tentang pendidikan agama bagi mahasiswa non-muslim di perguruan tinggi Muhammadiyah. Saya meneliti implementasi UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 55 Tahun 2007, khususnya pada kampus dengan mayoritas mahasiswa non-muslim seperti di Kupang, Sorong, dan Maumere,” ujar Syamsul dalam rilis yang diterima pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Riset ini bukan hanya menegaskan komitmen UMM terhadap prinsip inklusivitas dalam pendidikan, tetapi juga menjadi contoh praktik toleransi beragama di Indonesia yang bisa menjadi model di tingkat internasional. Di tengah masih banyaknya negara yang bergelut dengan isu intoleransi, pendekatan yang dilakukan oleh institusi Muhammadiyah justru memperlihatkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat berdampingan secara harmonis dengan keberagaman keyakinan.
Melalui partisipasinya dalam program ini, Syamsul tidak hanya menambah wawasan akademik dan jejaring internasional, tetapi juga membawa narasi Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan pendidikan inklusif. Ini menjadi bukti bahwa UMM terus mendorong sivitas akademikanya untuk berpikir global dan bertindak lokal—berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia melalui jalur pendidikan.(Yus MM)
0 Komentar