Amal Usaha Muhammadiyah: Ladang Amal Shalih, Bukan Ladang Uang
Oleh: Abril, S.Sos.I., S.Pd.
Kepala SMP Muhammadiyah Kauman Padang Panjang
PADANG PANJANG, kiprahkita.com –Muhammadiyah berdiri bukan sekadar sebagai organisasi, tetapi sebagai gerakan pembaruan Islam yang membawa misi dakwah dan tajdid (pembaharuan) dalam seluruh lini kehidupan umat. K.H. Ahmad Dahlan, sang pendiri, bukan hanya mengajarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi menjadikannya sebagai nafas dalam gerak nyata—yang salah satunya diwujudkan melalui Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
![]() |
Abril, S.Sos.I., S.Pd. |
AUM dibangun bukan atas dasar kepentingan ekonomi, tetapi sebagai bentuk konkret dari ajaran Islam yang menekankan amal saleh, kebermanfaatan sosial bagi para anggotanya, serta keikhlasan dalam berjuang. Pendidikan, kesehatan, dan sosial menjadi trisula AUM pada abad pertama Muhammadiyah. Kini, di abad kedua, trisula tersebut bertransformasi menjadi penanggulangan kebencanaan (MDMC), pemberdayaan masyarakat (MPM), dan pengelolaan dana umat (Lazismu). Semua itu bertujuan satu: kemaslahatan umat. Bila ini berjalan tentu tak ada lagi istilah penahanan ijazah pada saat lulusan AUM berupa madrasah atau sekolah menyelesaikan pendidikan mereka. Inilah peran Lazismu.
Namun, tantangan zaman juga menghadirkan godaan baru. Di tengah profesionalisasi AUM yang semakin maju, muncul kecenderungan sebagian pihak melihat AUM tidak lebih dari "ladang uang". Fenomena inilah yang menjadi keprihatinan. Padahal, K.H. Ahmad Dahlan sendiri rela menjual harta pribadinya—termasuk alat musik gamelan kesayangannya—demi membayar gaji guru dan biaya operasional sekolah Muhammadiyah yang baru dirintis. Pengorbanan ini adalah wujud ketulusan dalam berjuang, bukan ambisi pribadi.
AUM: Bukan Ajang Rebutan
Pernyataan “jangan jadikan AUM sebagai ajang rebutan” bukan sekadar nasihat kosong. Ini adalah peringatan bahwa AUM adalah amanah kolektif yang harus dikelola secara profesional, jujur, dan penuh integritas. Jabatan di dalam AUM bukan hadiah, bukan pula hak milik, melainkan titipan untuk melayani umat. Maka ketika jabatan dijadikan target, dan AUM dipandang sebagai ladang mencari keuntungan pribadi, di situlah ruh perjuangan Muhammadiyah terkikis sudah.
Tugas kita bersama adalah mengembalikan AUM sebagai ladang amal shalih. Ladang yang bukan hanya menghasilkan capaian fisik seperti gedung sekolah atau rumah sakit, tapi juga membangun peradaban melalui program-program non-fisik (intangible) yang mengedepankan nilai, moral, dan etos dakwah. Begitu memprihatinkannya sebagian amal usaha itu. Mereka dibiarkan berkarya sendiri. Bahkan Andri salah satu pengelola MTs Muhammadiyah di Maligi harus banting tulang menjadi sopir truk untuk mencari upah agar bisa menghidupi keluarganya. Mengapa ini sampai terjadi di tengah AUM laim menuai sukses.
Profesionalisme dan Keikhlasan: Kunci Kemajuan AUM
Untuk terus mengembangkan AUM, warga dan pengurus Muhammadiyah dituntut untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalismenya. Pendidikan dan pelatihan harus menjadi agenda penting bersama bukan sepihak, agar pengelolaan AUM tetap relevan dan adaptif terhadap dinamika zaman. Namun yang lebih penting lagi adalah menjaga kejujuran dan keikhlasan dalam mengelola AUM.
Etos kerja yang Islami harus menjadi pondasi. Bekerja bukan hanya untuk gaji, tetapi untuk ibadah. Mengelola bukan untuk kekuasaan, tetapi untuk melayani. Keberhasilan AUM bukan sekadar terlihat dari laporan keuangan yang positif, tapi dari seberapa banyak umat yang tercerahkan, terbantu, dan terbimbing menuju Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Kembali ke Niat Awal
AUM adalah alat, bukan tujuan. Ia adalah sarana untuk menyebarluaskan nilai-nilai Islam yang mencerahkan dan membebaskan. Maka penting bagi seluruh pegiat persyarikatan untuk tidak kehilangan arah—agar Muhammadiyah tidak terjebak hanya menjadi "pengelola amal usaha" semata. Kita perlu terus menghidupkan ruh dakwah dalam setiap langkah pengelolaan AUM, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, baik yang berwujud fisik maupun non-fisik.
Mari kita rawat AUM dengan niat yang benar, cara yang benar, dan tujuan yang benar. Bukan sebagai ladang uang, tetapi ladang amal shalih yang akan menjadi saksi di hadapan Allah kelak, bahwa kita pernah berjuang untuk umat, bukan untuk diri sendiri.
Jangan jadikan Muhammadiyah ladang uang, namun AUM adalah ladang Amal Shalah
Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan mendirikan amal usaha Muhammadiyah bertujuan untuk memajukan pendidikan dan masyarakat Islam melalui pemurnian ajaran Islam dari tahayul dan bid'ah, serta penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Ia mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912 dan membangun amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, seperti mendirikan sekolah-sekolah yang mengombinasikan pelajaran agama dan umum, rumah sakit, serta panti asuhan, sebagai wujud nyata dari ajaran Al-Ma'un.
KH. Ahmad Dahlan menjual sebagian hartanya, termasuk alat musik gamelan dan barang-barang pribadinya lainnya, untuk mendanai kegiatan dan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang baru berdiri, menunjukkan pengorbanan besar demi kemajuan organisasi dan pendidikan Islam di Indonesia. Dedikasinya ini dilakukan pada sekitar tahun 1921-an, ketika ia rela berkorban demi membiayai gaji guru dan operasional Muhammadiyah.
Pernyataan bahwa "amal usaha bukan jadi ajang rebutan" bermakna bahwa amal usaha, seperti yang dijalankan oleh Muhammadiyah, seharusnya tidak menjadi arena persaingan atau konflik antarindividu atau kelompok. Sebaliknya, amal usaha adalah amanah yang harus dirawat, dipelihara, dan dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dan kemaslahatan umat. Mengelola amal usaha harus didasari profesionalisme, integritas, dan pengabdian demi kemajuan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Singkatnya, amal usaha adalah instrumen perjuangan dan pelayanan, bukan alat untuk meraih kekuasaan atau keuntungan pribadi, sehingga harus dikelola dengan amanah dan profesional untuk kemaslahatan umat.
Untuk mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), semua warga apalagi para pengurus bisa melakukan dengan meningkatkan kapasitas diri melalui pendidikan dan profesionalisme, menumbuhkan kejujuran dan amanah, serta bersinergi dan berkolaborasi dengan organisasi lain. AUM juga harus fokus pada pelayanan dan mengedepankan etos ilmu serta menjauhkan diri dari kepentingan politik pribadi demi terwujudnya tujuan dakwah dan kemaslahatan umat.
Amal Usaha Muhammadiyah sendiri sejatinya adalah ikhtiar amal saleh dan kemanfaatan yang bentuknya tidak semata-mata materi atau bendawi saja (tangible). Tetapi bisa juga dalam bentuk program-program non-fisik (intangible).
“Nah inilah yang kemudian harus kita siapkan dengan sebaik-baiknya agar jangan sampai kemudian dalam pengembangan amal usahanya, Muhammadiyah terjebak sebagai organisasi (pengelola) amal usaha. Ini yang kadang-kadanng menjadi kritik bagi kita sendiri, jangan sampai amal usaha-amal usaha (tangible) itu menjadi satu-satunya cara dari usaha Muhammadiyah
Trisula AUM di abad pertama Muhammadiyah adalah bidang pendidikan (lembaga pendidikan), sosial (panti), dan kesehatan (rumah sakit). Sementara itu di abad kedua, Trisula AUM berupa bidang kebencanaan (MDMC), pemberdayaan masyarakat (MPM), dan pengelolaan dana umat (Lazismu).
Penekanan latar belakang inilah yang membuat AUM tidak sekadar perhitungan duniawi semata dan tidak semata-mata usaha yang berwujud atau tangible. Karenanya, penulis berharap para pegiat Persyarikatan memahami sisi pembeda ini.
Solusi Konkret dan Aplikatif untuk Memastikan bahwa Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Benar-Benar Menjadi Ladang Amal Saleh, bukan Ladang Kepentingan atau Keuntungan Pribadi:
1. Perkuat Niat dan Spirit Ideologis Muhammadiyah
"Segala amal tergantung niatnya." (HR. Bukhari-Muslim)
Semua pengelola AUM wajib memahami nilai dasar perjuangan Muhammadiyah: ikhlas, amanah, dan semata-mata karena Allah.
Wajib ada penguatan ideologi persyarikatan secara rutin, baik melalui pengajian, pelatihan kader, maupun forum evaluasi internal.
Jangan hanya bisa mengelola, tapi juga paham mengapa AUM didirikan dan untuk apa tujuannya.
2. Tata Kelola AUM secara Profesional & Transparan
Buat sistem seleksi dan rekrutmen pengelola AUM yang berbasis kompetensi, integritas, dan loyalitas terhadap Muhammadiyah.
Terapkan good governance: transparansi keuangan, audit berkala, laporan terbuka.
Gunakan sistem digital untuk pengawasan dan efisiensi (misalnya sistem informasi manajemen AUM).
3. Bangun Budaya Kinerja Berbasis Akhlak
Jangan hanya menargetkan angka atau profit, tapi juga dampak sosial dan keberkahan.
Setiap AUM harus punya indikator “amal shalih”: seberapa besar manfaatnya untuk umat, bukan hanya sekadar capaian fisik.
Terapkan budaya kerja: jujur, disiplin, sederhana, melayani, dan menginspirasi.
4. Hindari Polarisasi dan Kepentingan Politik Pribadi
AUM bukan ajang bagi-bagi jabatan atau alat mencari pengaruh politik.
Tunjuk pimpinan AUM berdasarkan kualitas, bukan karena "siapa orangnya".
Bentuk Dewan Pengawas Independen yang bisa melakukan kontrol dan memberikan masukan obyektif.
5. Perkuat Kolaborasi, Bukan Kompetisi Internal
Warga Muhammadiyah jangan saling bersaing dalam AUM, tapi bersinergi untuk saling menguatkan.
Lintas majelis, ortom, dan amal usaha harus saling mendukung. Misalnya:
Sekolah bisa berkolaborasi dengan Lazismu untuk beasiswa, atau dengan MDMC untuk pelatihan kebencanaan.
6. Tingkatkan Kualitas SDM AUM secara Berkelanjutan
Adakan pelatihan rutin bagi guru, dosen, tenaga medis, pengelola keuangan, dll.
Wajib ada regenerasi kader yang profesional tapi ideologis.
Dorong kader muda Muhammadiyah untuk mengambil peran dalam AUM dengan cara yang sehat.
7. Jadikan Al-Ma’un Sebagai Core Value AUM
Setiap AUM harus menjadikan Surah Al-Ma’un sebagai roh gerakannya: melayani yang lemah, membantu yang miskin, dan mendidik dengan cinta.
Ini yang membedakan AUM dari lembaga lain: berdiri bukan karena bisnis, tapi karena misi dakwah.
AUM adalah Ladang Akhirat
Mari kita jaga AUM dengan sepenuh hati, karena yang kita rawat bukan sekadar lembaga, tapi warisan perjuangan K.H. Ahmad Dahlan. Jangan nodai ladang amal ini dengan kepentingan sempit.
Bekerjalah dengan ikhlas, profesional, dan penuh cinta, agar AUM benar-benar menjadi ladang amal saleh—yang hasilnya tak hanya tampak di dunia, tapi juga menanti di akhirat.
0 Komentar