JAKARTA, kiprahkita.com –Polisi mengungkap peran Khariq Anhar, satu dari lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan hingga mengakibatkan terjadinya kerusuhan demo di depan gedung DPR/MPR.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menerangkan, KA merupakan salah satu admin instagram @AliansiMahasiswaPenggugat. Dia dituding jadi salah satu provokator yang mematik terjadi kerusuhan di depan Gedung DPR pada 25 dan 28 Agustus lalu.
![]() |
Seorang Mahasiswi Mengacungkan Poster Khariq Anhar |
Dari Satir Kampus ke Sel Polda — Kisah Khariq Anhar dan Dampak Kritik Publik
Ketika kritik sosial bertemu realita hukum, seringkali muncul drama yang bikin kita mikir ulang tentang ruang kebebasan berpendapat. Lapisan pertama ceritanya: aksi mahasiswa satir yang jadi fenomena di Universitas Riau (Unri). Namun cepat atau lambat, kisah ini membawa Khariq Anhar—aktivis dan mahasiswa akhir—dari kampus ke balik jeruji.
1. Awal Satir: Aksi Kampus dan Tuduhan “Broker Pendidikan”
Pada 4 Maret 2024, Khariq Anhar bersama Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) menggelar aksi satir: meletakkan almamater seolah dijual di depan logo kampus sebagai kritik naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di Unri, detikcom, detiknews.
Dalam video itu, Khariq menyebut Rektor Sri Indarti sebagai “broker pendidikan”—istilah satir yang dipakai untuk menyindir kenaikan biaya tanpa proses demokrasi.
Tak disangka, kritik ini berlanjut ke ranah hukum. Pada 15 Maret 2024, Sri Indarti melaporkan Khariq ke Polda Riau atas tuduhan pencemaran nama baik melalui UU ITE. Tapi kabar baiknya, laporan dicabut lewat mediasi di Polda Riau pada 13 Mei 2024, dan kedua pihak berdamai secara kekeluargaan, Kompas Regional.
2. Melesat ke Jakarta: Digital, Demo, dan Status Tersangka
Rewinding ke 2025, gelombang baru menyeret Khariq pada perkara lain. Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 29 Agustus 2025 oleh Polda Metro Jaya, dan langsung ditetapkan tersangka https://news.okezone.com/detikcom. Kabid Humas Kombes Ade Ary Syam Indradi menyatakan, Khariq diduga menyebarkan konten provokatif, hoaks, serta ujaran kebencian lewat akun Instagram AMP.
Tak hanya itu, polisi menuding Khariq sebagai salah satu pemicu kerusuhan saat demo di depan gedung DPR/MPR pada 25 dan 28 Agustus 2025 merdeka.com RiauOnline. Konten manipulatif yang diunggah juga jadi sorotan karena dianggap mengaburkan fakta sehingga menimbulkan keresahan publik.
3. Refleksi: Ketika Kritik, Hukum, dan Kebebasan Tabrakan
Kasus Khariq Anhar mencerminkan betapa tipisnya garis antara kritik sosial dan ranah hukum di era digital. Aksi satir di kampus—yang sejatinya berniat memancing dialog—tiba-tiba berubah jadi polemik serius di ruang sidang atau penyidikan. Di satu sisi, memang penting melindungi reputasi figur publik dari fitnah. Tapi di sisi lain, demokrasi sehat lahir dari ruang diskusi yang fleksibel, termasuk kritik pedas.
Kapankah kritik dianggap terlalu tajam? Kapan satir berubah jadi provokasi? Perkara Khariq membuka pertanyaan ini: apakah kita lebih menjaga nama baik ketimbang mendorong transparansi kebijakan?
Kisah Khariq Anhar adalah gambaran nyata tentang risiko kritik di era digital—dari kampus sampai ke ibu kota. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal seberapa luas ruang demokrasi kita untuk bertanya, menyindir, dan menuntut akuntabilitas. Semoga cerita ini jadi pelajaran—bahwa demokrasi bukan cuma soal kebebasan kata, tapi juga tanggung jawab atas kata-kata itu. (BS)*
0 Komentar