Membentuk Pemimpin Muda Berkarakter: Refleksi dari LDKK Smamda Sidoarjo
SIDOARJO, kiprahkita.com –Latihan Dasar Kepemimpinan Kader (LDKK) yang diselenggarakan oleh SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda) bukan sekadar agenda tahunan. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi ruang pembinaan yang serius bagi para calon pemimpin muda dari tiga Organisasi Otonom Muhammadiyah: Hizbul Wathan (HW), Tapak Suci (TS), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Dengan melibatkan lebih dari 200 siswa dan berlangsung selama dua hari di Hotel PCP Trawas, Mojokerto, LDKK tahun ini dirancang untuk memperkuat kapasitas kepemimpinan berbasis nilai spiritualitas, kebangsaan, dan tanggung jawab sosial.
![]() |
Dalam pemaparannya, Mudzakkir mengajak peserta untuk menengok kembali sejarah perjuangan pemuda Indonesia. Ia menyoroti peran kunci pemuda dalam dua peristiwa besar: Kongres Pemuda I dan II, yang akhirnya melahirkan Sumpah Pemuda 1928 sebagai simbol kuatnya semangat persatuan. Dari sana, terlihat bahwa pemuda bukan hanya pelengkap sejarah, tetapi justru motor penggerak perubahan bangsa.
Lebih dari sekadar menanamkan semangat nasionalisme, Mudzakkir juga menekankan pentingnya budaya literasi. Kisah tentang Bung Hatta, yang pulang dari Belanda membawa ratusan buku sebagai bekal perjuangan intelektual, menjadi contoh inspiratif. Literasi bukan hanya soal membaca buku, tetapi soal membangun cara berpikir yang kritis, tajam, dan bertanggung jawab. Dalam konteks pelajar, budaya membaca menjadi fondasi bagi kepemimpinan yang tidak hanya aktif secara sosial, tetapi juga matang secara intelektual.
Selama kegiatan, para peserta tidak hanya menerima materi di dalam ruangan, tetapi juga mengikuti berbagai simulasi dan kegiatan kelompok yang dirancang untuk memperkuat kerja sama dan rasa persaudaraan antaranggota ortom. Ini menjadi penting, karena kepemimpinan sejati lahir dari proses bersama—bukan dari ambisi pribadi, melainkan dari kepedulian terhadap sesama.
LDKK ini menanamkan pesan bahwa menjadi pemimpin muda Muhammadiyah berarti membawa visi besar: membentuk masyarakat utama yang berlandaskan nilai-nilai Islam berkemajuan. Dalam skala kecil, visi ini bisa diwujudkan di lingkungan sekolah—melalui pengabdian dalam organisasi, memberi pengaruh positif kepada teman sebaya, hingga menumbuhkan semangat gotong royong dan solidaritas.
Ke depan, tantangan yang dihadapi pemuda tidak ringan. Era digital yang serba cepat menuntut adaptasi dan kejelian dalam membaca situasi. Oleh karena itu, pembinaan seperti LDKK menjadi sangat penting. Bukan hanya sebagai ajang formal, tetapi sebagai proses pembentukan karakter yang utuh: spiritual, intelektual, dan sosial.
Dengan semangat ini, LDKK bukan sekadar kegiatan dua hari, melainkan langkah awal untuk membentuk generasi pemimpin muda yang tidak hanya cakap secara organisasi, tetapi juga memiliki integritas, wawasan kebangsaan, dan semangat membawa perubahan positif di mana pun mereka berada.(PWMU.CO)*
0 Komentar