JAKARTA, kiprahkita.com –Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf terkait potongan video pernyataannya yang sempat menimbulkan tafsir berbeda mengenai profesi guru. “Saya menyadari bahwa potongan pernyataan saya tentang guru menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru."
"Justru sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dengan ketulusan hati merekalah generasi bangsa ditempa,” ujar Nasaruddin, Rabu (3/9/2025), dalam rilis yang diterima
![]() |
Menag Nasaruddin Umar |
Satir yang Lewat Garis—Ketika Kata Menjadi Luka Bagi Guru
Pernyataan singkat bisa memicu gelombang emosi yang tak terduga—seperti yang baru saja terjadi dengan Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Ia menyampaikan kalimat yang, mungkin tanpa disengaja, menjadi pedas: “Kalau mau cari uang, jangan jadi guru, jadi pedaganglah.” Tapi siapa sangka, satu potongan video itu cukup memunculkan perdebatan, bahkan luka bagi profesi yang selama ini dipuja mulia.
"Satir Terselip di Antara Kata"
Dalam pembukaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Batch 3 di UIN Syarif Hidayatullah pada Rabu (3 September 2025), Menag Nasaruddin berbicara tentang guru sebagai panggilan jiwa, bukan sekadar profesi untuk mencari materi semata. Namun, potongan video yang tersebar justru memotong bagian yang ia maksud sebagai satire—yang seharusnya menegaskan idealisme bukan materi. Ia berbicara, “Kalau mau cari uang jangan jadi guru, jadi pedaganglah.”
Frasa tersebut kemudian viral dan memperlihatkan betapa sensitifnya persepsi publik—apakah ini kritik tajam? Atau sekadar ungkapan idealisme? Apalagi isu pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulayani belum sembuh. Tajamnya, "Guru Beban Negara"? Simak Klarifikasi Menkeu Sri Mulyani—Hoaks dan Deepfake!
Juga sebuah potongan video yang viral di media sosial sempat memperlihatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seakan-akan mengatakan: “guru itu beban negara”. Bikin heboh dan banyak yang terluka, kan?
"Permintaan Maaf yang Meja Hijau Antiopi"
Tak menunggu lama, Menag merilis klarifikasi dan permohonan maaf, “Saya menyadari potongan pernyataan saya … menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. … Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru.”
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa guru itu profesi mulia, ulung mencetak generasi bangsa, dan bahkan mengangkat para pendidik honorer menjadi P3K serta menaikkan tunjangan guru dari Rp1,5 juta ke Rp2 juta per bulan. Hingga saat ini, 227.147 guru non-PNS telah mendapat kenaikan tunjangan profesi, dan pelatihan PPG diikuti oleh lebih dari 206 ribu guru—kenaikan hingga 700% dibanding tahun sebelumnya.
"Ketika Kritik Idealistis Berbenturan dengan Rasa"
Ada keseimbangan tipis antara menyampaikan idealisme dan membingungnya masyarakat—apakah itu merendahkan atau membebani moral guru?
Guru bukan sekadar profesi—mereka adalah panggilan hati, sosok yang menciptakan perubahan jangka panjang. Pernyataan tersebut, meski berniat memuji, bisa terasa meremehkan jika dibaca terburu-buru.
"Tanggung Jawab Pemimpin, Bukan Sekadar Klarifikasi"
Menag sudah meminta maaf, dan pemerintah juga bergerak nyata: peningkatan tunjangan dan peningkatan kapasitas melalui PPG. Namun, momen ini menjadi pengingat penting: sebagai pemimpin, setiap kata punya kamera-mikrofon. Idealnya, kritik ideal yang ditujukan untuk menyemangati harus diungkap dengan cara yang lebih hati-hati.
Catatan Kecil dalam Tabel
Elemen Fakta Singkat
Ucapan Viral “Kalau mau cari uang jangan jadi guru, jadi pedaganglah” saat PPG Batch 3, 3 Sept 2025. Respons Nasaruddin Meminta maaf, menegaskan guru itu mulia, dan tunjangan telah dinaikkan.
Tindakan Pemerintah 227 ribu guru non-PNS dapat kenaikan tunjangan; 206 ribu lebih guru jalani PPG; 52 ribu honorer jadi P3K.
Pesan Akhir
"Puluhan tahun hidup saya, saya abdikan di ruang kelas, mendidik mahasiswa, menulis, dan membimbing. Karena itu, saya sangat memahami bahwa di balik kemuliaan profesi ini, guru tetap manusia yang membutuhkan kesejahteraan yang layak,” tambahnya.
Kenaikan Tunjangan Profesi Menag menegaskan, pemerintah, khususnya melalui Kementerian Agama, terus berkomitmen menghadirkan langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru. Tahun ini, sebanyak 227.147 guru non-PNS menerima kenaikan tunjangan profesi. Jika sebelumnya mereka memperoleh Rp1,5 juta per bulan, kini jumlahnya bertambah Rp500 ribu sehingga menjadi Rp2 juta per bulan.
Tak hanya itu, perhatian juga diberikan pada peningkatan kompetensi. Saat ini lebih dari 102 ribu guru madrasah dan guru pendidikan agama tengah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan. Apabila ditotal, sepanjang 2025 ada 206.411 guru yang menjalani program penting ini. Padahal, pada 2024 hanya 29.933 yang ikut PPG. Artinya ada kenaikan hingga 700% pada tahun ini. PPG bukan sekadar pelatihan, tetapi juga menjadi syarat utama bagi guru untuk mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG).
0 Komentar