Suharjo, Kasubbag di Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Barat: Bijak Bermedia Sosial: Menjaga Harmoni dan Mencegah Konflik di Era Digital

Hati-hati. Bermedsos, Bisa Menimbulkan Konflik

PASAMAN BARAT, kiprahkita.com Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Setiap orang, tanpa memandang usia atau latar belakang, memiliki akses dan kebebasan untuk menggunakan berbagai platform media sosial. Namun, di balik kebebasan tersebut, terdapat tanggung jawab besar yang harus diemban oleh setiap pengguna, terutama dalam menyaring dan menyebarkan informasi. Jika tidak bijak, penggunaan media sosial justru bisa menjadi sumber konflik sosial yang merusak tatanan masyarakat.



Hal ini disampaikan oleh Suharjo, Kasubbag di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Pasaman Barat, dalam apel pagi pada Rabu (17/9). Ia mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi di media sosial harus diimbangi dengan sikap hati-hati, terlebih saat mengunggah atau membagikan konten yang berpotensi menimbulkan perpecahan. “Jika seseorang tidak berhati-hati mengelola media sosial, apalagi dengan konten-konten berbau konflik, kondisi itu bisa menimbulkan gesekan di tengah masyarakat,” tegasnya.

Media Sosial: Pisau Bermata Dua

Media sosial ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat menjadi sarana komunikasi, edukasi, dan pemberdayaan yang luar biasa. Namun di sisi lain, jika digunakan tanpa etika dan tanggung jawab, media sosial justru bisa menyulut konflik, menyebarkan kebencian, bahkan memicu tindakan kekerasan.

Suharjo menyoroti fenomena bahwa pengguna media sosial kini tidak terbatas pada kalangan dewasa, tetapi juga telah menjangkau anak-anak usia dini, termasuk mereka yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Hal ini menjadi alarm bahwa pengawasan dan edukasi literasi digital sangat mendesak dilakukan di semua lapisan masyarakat.

Risiko bagi ASN: Reputasi Pribadi dan Lembaga Dipertaruhkan

Secara khusus, Suharjo memberikan peringatan keras kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemenag Pasaman Barat. Menurutnya, ASN memiliki tanggung jawab ganda dalam bermedia sosial, tidak hanya menjaga nama baik pribadi, tetapi juga menjaga marwah lembaga tempat mereka bekerja. Kesalahan dalam membuat atau membagikan konten yang tidak layak, apalagi bersifat provokatif atau merusak citra institusi, dapat berujung pada sanksi berat, bahkan pemberhentian tidak dengan hormat.

Hal ini menjadi pengingat bahwa profesionalisme ASN tidak berhenti di jam kerja, tetapi juga tercermin dalam perilaku digital mereka di ruang publik maya.

Konten Berbahaya: Hoaks, Ujaran Kebencian, hingga Makar

Secara umum, Suharjo mengingatkan beberapa jenis konten yang rentan menimbulkan konflik, di antaranya: Hoaks (berita bohong), Fake news (berita palsu), Ujaran kebencian, Isu SARA, Konten provokatif terhadap pemerintah, Ajakan makar atau disinformasi politik.

Konten-konten semacam ini tidak hanya melanggar etika sosial, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi hukum. Apalagi jika tersebar luas dan mempengaruhi opini publik secara negatif, maka dampaknya bisa sistemik dan merugikan masyarakat secara luas.

Literasi Digital Sebagai Solusi

Meningkatkan literasi digital menjadi kunci utama dalam mencegah konflik akibat media sosial. Masyarakat perlu dibekali pemahaman tentang etika bermedia sosial, kemampuan memverifikasi informasi, dan kesadaran atas dampak dari setiap unggahan yang dibuat.

Kesadaran bermedia sosial bukan hanya tentang menghindari masalah, tetapi juga tentang membangun ruang digital yang sehat, damai, dan produktif. Di tengah derasnya arus informasi dan opini, menjadi bijak adalah pilihan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkontribusi pada terjaganya harmoni sosial di tengah masyarakat.

Hati-hati. Bermedsos, Bisa Menimbulkan Konflik

Walau bermedia sosial adalah hak setiap pribadi, sesuai fasilitas yang dia meiliki. Namun, harus berhati-hati dalam kegiatan itu. Kalau tidak,  dapat berakibat lahirnya konflik sosial di tengah masyarakat, malah bisa terjadinya bentrok di masyarakat. “Jika seseorang tidak berberhati-hati mengelola media social, apalagi dengan konten-konten berbau konflik, sebelum dishare ke publik. Dan Kondisi itu bisa menimbulkan konflik di  masyarakat”, kata Suharjo, dihadapan peserta apel pagi, Rabu (17/9).

Hingga saat ini, ulas Kasubbag, pemakai medsos bukan lagi orang yang usianya antara usia remaja dan dewasa. Medsos telah dimainkan siapa saja, termasuk anak-anak berusia sekolah Taman Kanak-kanak (TK), baik di perkotaan hingga pelosok negeri.

Jika seseorang tidak berhati-hati bermedsos, ingat Suharjo, apalagi dengan, konten-konten yang bermuatan konflik dan sejenisnya. Lalu konten dimaksud dipublish ke publik, secara otomatis akan dicontoh orang lain, dan akhirnya terjadilah konflik.

Khusus bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat, ingat Suharjo, .agar selalu cermat, teliti dan berhati-,hati menggunakan media sosial. Yang harus jadi perhatian ASN dalam bermedsos, bukan saja merusak reputasi pribadi ASN bersangkutan, tapi lembaga (tempat dirinya bekerja).

Parahnya lagi, ingat Suharjo, akibat salah memosting konten yang dibuatnya, apalagi merusak citra dan nama baik lembaga. Sanksi terberat yang diberikan kepada dirinya adalah berhenti dengan tidak hormat.

Secara umum, jelas Suharjo, penampilan konten sekaligus berpotensi menimbulkan konflik, berupa konten penyebaran berita palsu  ujaran kebencian, berita atau informasi bohong (hoaks), berita palsu (fake news), berbau sara,, penentang pemerintahan, makar dan konten berbau negatif  lain.(gmz)

Posting Komentar

0 Komentar