Fatwa yang mengejutkan, tapi masuk Akal
JAKARTA, kiprahkita.com -FAKTA-FAKTA FATWA USTADZ DR. ERWANDI TARMIZI: "HAJI TIDAK LAGI WAJIB BAGI WNI"
Sekilas Tentang Dr. Erwandi Tarmizi Anwar
Dr. Erwandi Tarmizi Anwar adalah seorang pakar fikih muamalah kontemporer asal Indonesia yang lahir di Pekanbaru, Riau, pada 30 September 1974. Ia menempuh pendidikan syariah di LIPIA Jakarta, lalu melanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh, Arab Saudi, dalam bidang Ushul Fikih. Beliau dikenal sebagai ulama yang konsisten dalam mengkaji hukum-hukum syariah terutama terkait ekonomi Islam dan transaksi keuangan modern.
Sebagai akademisi dan praktisi, Dr. Erwandi aktif mengajar di berbagai institusi, salah satunya sebagai dosen magister Ekonomi Syariah di Institut Agama Islam Tazkia, Bogor. Ia juga menjadi anggota Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad serta sering memberikan pelatihan, konsultasi syariah, dan ceramah umum. Fokus utamanya adalah menyaring praktik muamalah kontemporer agar sesuai dengan prinsip syariah, termasuk membedah akad-akad modern yang sering digunakan dalam dunia perbankan, investasi, dan bisnis.
Salah satu karya terkenalnya adalah buku Harta Haram Muamalat Kontemporer, yang menjadi rujukan dalam memahami transaksi halal dan haram menurut syariat Islam. Beberapa pendapat beliau cukup kontroversial namun argumentatif, seperti tentang tidak wajibnya haji bagi warga Indonesia jika harus menunggu bertahun-tahun. Dengan pendekatan yang tegas dan berbasis dalil, beliau menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang fikih ekonomi Islam di Indonesia.
Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, pakar fikih muamalah dan ekonomi syariah itu, menyatakan bahwa kewajiban haji bagi WNI saat ini gugur, berdasarkan berbagai pertimbangan syar'i dan realita di lapangan. Berikut poin-poin utama dari pendapat beliau:
![]() |
Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak |
Dr. Erwandi merujuk pada QS Ali Imran: 97, bahwa haji hanya diwajibkan bagi yang "mampu". Dalam konteks Indonesia, antrean keberangkatan yang bisa mencapai 30-50 tahun, membuat seorang muslim tidak lagi dikategorikan sebagai "mampu" secara syar'i. Umur seseorang belum tentu mencapai jadwal keberangkatan.
2. Fatwa Internasional: Tidak Wajib karena Antrian
Beliau menukil pendapat seorang koleganya, konsultan di Bank Syariah Al Rajhi (Saudi), bahwa para ulama di sana menganggap haji gugur kewajibannya bagi mereka yang menghadapi masa tunggu puluhan tahun. Ini bukan pendapat individual, melainkan berdasarkan musyawarah para ulama.
3. Kritik Keras pada Sistem Dana Talangan Haji
Dana talangan haji dianggap sebagai biang keladi panjangnya antrean. Banyak orang memanfaatkan sistem ini untuk "booking" porsi haji dengan dana pinjaman, yang mengandung unsur riba dan gharar (ketidakjelasan). Hal ini telah beliau bahas dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer, dan ia menegaskan bahwa dana talangan haji hukumnya haram.
4. Beban Dosa pada Penyelenggara Negara
Karena sistem haji di Indonesia mengandung unsur riba dan gharar, serta menciptakan ketidakadilan dalam distribusi porsi haji, Dr. Erwandi menyatakan bahwa dosa ditanggung oleh penyelenggara negara. Rakyat menjadi korban dari sistem yang tidak sesuai syariat.
5. Negara Diurus oleh Orang yang Tak Faham Agama
Beliau menyayangkan bahwa kebijakan haji dibuat oleh pihak yang tidak mengerti hukum agama. Akibatnya, terjadi berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dari segi fiqih maupun moral.
6. Haji Furoda: Judi Gaya Baru
Beliau menentang keras haji furoda, menyebutnya sebagai "judi gaya baru" karena bersifat spekulatif. Peserta haji furoda tidak memiliki jaminan pasti untuk berangkat dan sangat bergantung pada izin yang bisa saja ditolak mendadak.
7. Haji Cepat Berangkat = Kucing-Kucingan
Program haji cepat berangkat (melalui visa ziyarah, dakhili, atau manipulasi status mukim) menurut beliau adalah kucing-kucingan dengan aturan, tidak sesuai adab dan syariat. la mempertanyakan keabsahan iqamah (izin tinggal) yang dibuat hanya demi kuota.
8. Haji Khusus Mengandung Riba
Tak hanya haji reguler, bahkan haji khusus pun menurut beliau banyak terjerat riba dalam sistem pembayaran atau pinjaman dana. Maka, jika haji hanya bisa dilakukan dengan cara yang haram, maka tidak wajib hukumnya.
9. Solusi Alternatif: Umrah di Bulan Ramadhan
Sebagai solusi, beliau menyarankan umat Islam Indonesia untuk fokus ke umrah Ramadhan, yang dalam hadits setara dengan haji dari segi pahala. Ini adalah jalan yang lebih realistis, halal, dan bisa dilaksanakan tanpa sistem riba.
10. Kesimpulan Fatwa
Dr. Erwandi secara tegas menyatakan:
"Saya bertanggung jawab menyampaikan bahwa haji bagi orang Indonesia saat ini tidak wajib."
Namun ia juga menekankan bahwa ini adalah fatwa, bukan hukum mutlak. Umat boleh menerima atau menolaknya. la tidak terafiliasi dengan travel umrah atau biro haji apapun, sehingga pernyataannya tidak didorong oleh kepentingan bisnis.
"Penutup": Fatwa ini membuka ruang ijtihad baru dalam fiqih kontemporer terkait ibadah haji di era modern, khususnya di negara dengan keterbatasan kuota dan sistem ribawi. Meskipun kontroversial, pendapat Dr. Erwandi berdiri di atas dasar dalil, kajian, dan realitas yang sulit dibantah.
"Fatwa bukanlah sesuatu yang wajib diikuti semua orang, tapi ia membuka pintu bagi mereka yang ingin menjaga agamanya dari cara-cara yang haram." (Dr. Erwandi Tarmizi)
Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Memastikan akan Melakukan Perombakan Besar-besaran
Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) memastikan akan melakukan perombakan besar-besaran terhadap sistem antrean haji di Indonesia seperti menyikapi fatwa di atas. Dengan sistem baru ini, masa tunggu haji yang selama ini bisa mencapai 48 tahun akan dipangkas.
Rencana transformasi tersebut disampaikan Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam acara diskusi publik Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu) di Novotel Hotel, Kota Tangerang, Banten, Senin (29/9/2025) lalu.
"Kami pasti banyak melakukan transformasi. Transformasi itu artinya berubah dari yang secara fisik, sifat, fungsi. Nah, kami ingin melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik. Perubahan di awal itu akan menyebabkan turbulence, pasti nggak mudah," kata Dahnil.
Dahnil menegaskan, dirinya bersama Gus Irfan sudah siap menghadapi gelombang protes akibat kebijakan ini. Sebab, menurutnya, setiap perubahan mendasar pasti menimbulkan guncangan di awal.
Salah satu perubahan besar yang akan dilakukan adalah pembagian kuota haji per provinsi, kabupaten, dan kota. Selama ini, kata Dahnil, formula pembagian kuota tidak sesuai dengan aturan dalam undang-undang.
"Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Bahkan BPK memberi catatan terkait hal itu. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi," jelasnya.
Undang-undang menyebutkan, pembagian kuota haji harus berdasarkan dua hal: jumlah penduduk muslim di daerah dan jumlah daftar tunggu haji. Namun, formulasi itu selama ini tidak digunakan.
Kemenhaj Pastikan Antrean Haji Seragam
Menurut Dahnil, perombakan ini akan berdampak pada pemerataan masa tunggu haji di seluruh Indonesia.
"Jangka pendeknya, jumlah antrean atau lama antrean itu seluruh Indonesia nanti akan sama. Sekarang ini Bantaeng yang paling lama 48 tahun, Sulawesi 40 tahunan, Sumatera Utara 19 tahun, Banten 26-27 tahun, beda-beda. Nah, besok ketika formulasi kembali ke undang-undang, lama antrean semua daerah itu sama, yaitu 26-27 tahun," paparnya.
Dengan sistem baru ini, masa tunggu haji yang timpang antarwilayah akan dihapuskan. Dahnil menilai langkah ini lebih adil sekaligus memperbaiki tata kelola keuangan haji.
"Hal-hal seperti ini nanti dari sisi keuangan, dari sisi antrean, kita pastikan harus berkeadilan. Transformasi ini memang akan menimbulkan turbulence yang sangat berarti. Tapi pil pahit ini harus ditelan untuk memastikan perbaikan haji Indonesia lebih baik di masa yang akan datang," pungkasnya.
Salah satu perubahan besar yang akan dilakukan adalah pembagian kuota haji per provinsi, kabupaten, dan kota. Selama ini, kata Dahnil, formula pembagian kuota tidak sesuai dengan aturan dalam undang-undang.
Selama ini pembagian kuota provinsi itu melanggar undang-undang. Rumusannya tidak sesuai. Bahkan BPK memberi catatan terkait hal itu. Tahun ini kami pastikan akan kembali merujuk pada Undang-undang Haji yang sudah direvisi," jelasnya.
0 Komentar