MALAYSIA, kiprahkita.com –PCIM Malaysia memfasilitasi peluncuran buku berjudul HAMKA dan Westernisasi Indonesia karya Farrel A. Wijaksana, cicit Buya Hamka, pada 16 November 2025 lalu di Rumah Hamka, Selangor.
Ketua PCIM Malaysia, Fauzi Fatkhur, mengapresiasi kegiatan ini sebagai wujud kemaslahatan umat dan menilai nama Rumah Hamka tepat karena tokoh tersebut sangat dikenal di Malaysia. Ia juga memuji Farrel yang telah menghasilkan karya bermakna di usia muda. Farrel menceritakan bahwa ia mengenal Buya Hamka sejak kecil melalui radio yang menyiarkan ceramahnya, serta semakin tertarik pada pemikiran sang buyut setelah menemukan buku Hamka dan Islam karya Khairudin Aljunied di Toko Suara Muhammadiyah.
Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia pun tertarik untuk memfasilitasi cicit Buya Hamka, Farrel A Wijaksana untuk meluncurkan buku berjudul HAMKA dan Westernisasi Indonesia itu.
![]() |
Ketua PCIM Malaysia Fauzi Fatkhur pun tentu menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan ini karena tujuan dibelinya Rumah Hamka adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Fauzi Fatkhur juga menyebutkan bahwa Buya Hamka adalah tokoh milik umat, sehingga pemilihan nama “Rumah Hamka” adalah yang tepat karena lebih mudah dikenal di Malaysia.
Di samping itu, dia juga membanggakan keberhasilan Farrel A Wijaksana membuat karya hebat di usianya yang masih muda, dan dia juga berharap agar para hadirin semua bisa dapat pelajaran dan mengambil hikmah dari kiprah Farrel tersebut.
Di zaman Nabi usia 15 tahun sudah dianggap dewasa lantaran batas masa anak-anak adalah pada usia 15 tahun. Buya Hamka sendiri pada usia 16 tahun sudah merantau ke Yogyakarta, berguru dan menerapkan ilmunya untuk berjuang di jalan Allah.
“Apa yang ditulis Farrel ini bukanlah sekadar untuk kesenangan diri, tapi sebuah pemikiran yang memberi solusi,” katanya.
Sementara itu, Farrel A Wijaksana menceritakan bahwa dia mengenal Buya Hamka, bukan dari foto fotonya, melainkan dari radio yang menyiarkan ceramahnya. Waktu itu dia masih bersekolah di SD.
“Meskipun saya belum mengerti isi ceramahnya, tapi saya merasa adem banget. Saya bertanya kepada Ibu (Irma Fakhri). ‘Bu, ini siapa sih?’ Ibu bilang ‘itu buyut kamu’ dari situlah saya mengenal buyut Buya Hamka,” katanya.
Farrel juga bercerita tentang bagaimana dia mulai mengenal dan tertarik pada pemikiran Buya Hamka, yakni ketika tiga tahun yang lalu, saat masih kelas 3 SMP dia singgah di Yogyakarta untuk membeli oleh-oleh.
Tetapi kemudian berpisah dengan rombongannya karena diajak oleh ustaz pembimbingnya ke Toko Suara Muhammadiyah. Di toko inilah Farrel tertarik dengan buku karya Khairudin Aljunied, Hamka dan Islam: Pembaruan Kosmopolitan di Dunia Melayu.
“Orang luar Indonesia saja bisa mengkaji pemikiran Buya Hamka dengan begitu canggih,” tutur Farel. Mengapa saya selaku cicit tak bisa.
Beberapa informasi tentang isi buku berjudul Hamka dan Westernisasi Indonesia dari Farrel A. Wijaksana:
Buku tersebut merupakan kumpulan sekitar 40 tulisan/makalah Farrel yang berfokus pada pemikiran Buya Hamka dan bagaimana Hamka merespon “pembaratan” atau westernisasi di Indonesia. adianhusaini.id+1
Tema dominan buku ini adalah kritik intelektual terhadap pengaruh Barat dalam peradaban dan moral Indonesia, melalui lensa pemikiran Hamka. adianhusaini.id+1
Salah satu makalah di buku itu membahas perjuangan ulama lokal, misalnya “Bara Dalam Sekam Perjuangan Sultan Alam Bagarsyah Melawan Penjajahan.” adianhusaini.id
Menurut Dr. Adian Husaini (yang mengomentari buku ini), isinya “sangat serius, sangat berat” karena menyajikan pemikiran/diskursus peradaban dan intelektual, bukan semata narasi biografi. adianhusaini.id
Farrel A. Wijaksana adalah cicit dari Buya Hamka yang masih berusia remaja dan sudah menulis buku berjudul “HAMKA dan Westernisasi Indonesia.” Ia mulai mengenal sosok buyutnya sejak kecil lewat siaran radio yang memutar ceramah Buya Hamka, dan ketertarikannya pada pemikiran Hamka semakin kuat setelah membaca berbagai karya yang membahas tokoh tersebut. Farrel kini dikenal sebagai penulis muda yang meneliti dan mengkaji pemikiran Buya Hamka. (Muhammadiyah.or.id)*

0 Komentar