Balaikota Padang Memanas: GMM Sumbar Menggugat Tuntut Usut Dugaan Korupsi Gedung DPRD Rp2,2 Miliar
PADANG, kiprahkita.com –Kamis, 11 September 2025 — Suasana di Balaikota Padang mendadak memanas pada Kamis siang. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Muda (GMM) Sumbar Menggugat turun ke jalan menuntut pengusutan tuntas atas dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Gedung DPRD Kota Padang senilai Rp2,2 miliar.
Aksi ini tidak hanya menyoroti skandal proyek tersebut, tetapi juga diwarnai isu pemalsuan surat, pembakaran ban, hingga ancaman pendudukan Balaikota oleh massa.
Latar Belakang Kasus: Kelebihan Bayar dan Tenggang Waktu yang Dilanggar
Akar persoalan bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yang mencatat adanya kelebihan bayar dalam proyek pembangunan Gedung DPRD Padang. Meski dana kelebihan tersebut akhirnya dikembalikan, pengembaliannya dilakukan setelah melewati tenggat waktu 60 hari yang diatur dalam perundang-undangan.
Hal ini memicu kemarahan mahasiswa, karena menurut mereka, unsur pidana tetap melekat meski uang telah dikembalikan.
“Kalau prosesnya sudah melewati 60 hari, maka itu bukan lagi soal administrasi. Itu murni pidana. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tegas Aldi, Koordinator Aksi GMM Sumbar Menggugat dalam orasinya.
Ketegangan Meningkat: Isu Pemalsuan Surat Pembatalan Aksi
Ketegangan makin meningkat ketika Kepala Badan Kesbangpol Kota Padang, Tarmizi, mengaku terkejut atas kedatangan massa. Ia menyebut telah menerima informasi dari sebuah grup WhatsApp bahwa aksi mahasiswa telah dibatalkan, bahkan mengklaim memiliki surat pembatalan.
Namun, pernyataan tersebut langsung dibantah keras oleh Aldi.
“GMM Sumbar tidak pernah membuat surat pembatalan! Itu jelas pemalsuan. Ada pihak-pihak yang bermain kotor untuk melemahkan gerakan rakyat. Kami akan mengusut siapa dalang di balik surat itu dan menyeretnya ke ranah hukum,” ujar Aldi, disambut sorakan dukungan dari massa aksi.
Mahasiswa menduga kuat adanya keterlibatan oknum birokrasi atau pihak luar yang berupaya suara kritis lewat manuver kotor tersebut.
Lima Tuntutan GMM: Copot Kadis PUPR, Bersihkan Birokrasi
Dalam aksi tersebut, GMM Sumbar Menggugat membawa lima tuntutan utama yang ditujukan kepada Wali Kota Padang dan aparat penegak hukum:
1. Mendesak Wali Kota segera mencopot Kepala Dinas PUPR, Tri Hadiyanto, yang dianggap lalai dan tidak bertanggung jawab.
2. Mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan korupsi proyek Gedung DPRD, terlepas dari pengembalian uang.
3. Menolak segala bentuk manipulasi, termasuk pemalsuan surat pembatalan aksi, yang dinilai sebagai upaya melemahkan gerakan rakyat.
4. Meminta Wali Kota melakukan pembersihan birokrasi dari pejabat yang tidak kompeten.
5. Menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pejabat gagal dan koruptif di Kota Padang.
Pejabat Bungkam, Massa Mengancam Duduki Balaikota
Ketegangan semakin memuncak ketika massa aksi mendatangi Kantor Dinas PUPR Kota Padang. Namun, Kepala Dinas PUPR, Tri Hadiyanto, tidak hadir untuk menemui para demonstran. Ketidakhadiran tersebut memicu kemarahan massa.
“Kalau pejabatnya bersembunyi, kalau aparat hukum hanya tidur, maka rakyat yang akan bertindak. Jangan salahkan kami kalau Balaikota akan kami duduki!” seru Aldi, yang membuat suasana makin riuh.
Ultimatum: Aksi Jilid II Menanti
Dalam orasi penutupnya, Aldi memberikan ultimatum tegas kepada Pemko Padang dan aparat penegak hukum. Ia menolak anggapan bahwa kasus ini selesai hanya dengan pengembalian dana.
“Kalau aparat penegak hukum hanya berhenti pada pengembalian uang, sama saja mereka melindungi koruptor. Kami tuntut kasus ini diproses secara pidana, bukan administratif!” tegasnya.
GMM memastikan bahwa perjuangan ini belum usai. Jika tuntutan mereka tidak direspons, Aksi Jilid II dengan jumlah massa yang lebih besar akan digelar.
“Surat palsu kami lawan, korupsi kami lawan. Jika Wali Kota dan aparat hukum tetap bungkam, maka jangan kaget kalau Balaikota akan dipenuhi ribuan mahasiswa!” tutup Aldi dengan suara menggelegar.
Gelombang Tekanan Baru untuk Pemko Padang
Aksi GMM Sumbar Menggugat menjadi babak baru dalam gelombang kritik terhadap Pemerintah Kota Padang. Skandal pembangunan Gedung DPRD tak lagi sekadar soal kelebihan bayar, tetapi juga soal integritas birokrasi, keberanian penegak hukum, serta kebebasan suara rakyat.
Dengan ultimatum Aksi Jilid II, tekanan terhadap Pemko Padang dan aparat hukum dipastikan akan terus menguat—terutama jika mereka memilih untuk terus diam. (ws/ys)*
0 Komentar