Ancaman Krisis Pangan itu Nyata

Dwikorita saat diwawancara jurnalis.(humas bmkg)

JAKARTA, kiprahkita.com - Ancaman krisis pangan itu nyata. Perubahan iklim berdampak luas terhadap pertanian. Ancaman gagal tanam pun membayangi.


Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Dr. Dwikorita Karnawati menegaskan hal itu, Kamis (6/7), Focus Group Discussion (FGD) Perhimpunan Agronomi Indonesia di Jakarta.


Menurutnya, sebagaimana dikutip dari siaran pers Bagian Humas pada Biro Hukum dan Organisasi BMKG menyebut, ancaman krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bukan sekadar isapan jempol. Kencangnya laju perubahan iklim, katanya, berdampak pada ketahanan pangan nasional akibat hasil panen menurun hingga gagal tanam.


"Suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana hidro-meteorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi," ungkapnya.


Badan pangan PBB Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan, krisis pangan yang bermuara pada kelapran bisa terjadi pada 2050 nanti, karena pertambahan penduduk juga semakin pesat, selain akibat krisis iklim.


Pada tahun itu, imbuhnya, peduduk dunia diprediksi sudah berada pada kisaran angka 10 miliar jiwa. Bila ketahanan pangan tidak diperkuat sejak saat ini, tegasnya, maka krisis pangan diyakini akan terjadi, sehingga bencana kelaparan meluas ke berbagai negara di dunia.


Di Indonesia, ujarnya, ada kalangan yang berkesimpulan, ancaman krisis iklim dan keterbatasan pangan belum begitu merisaukan, karena potensi sumber daya alam masih besar, sementara produksi bahan pangan melalui pertanian masih akan baik dalam beberapa tahun ke depan.


"Kendati begitu, kita harus merespon dengan cepar persoalan iklim global ini. Kalau terlambat, kita juga akan kewalahan menghadapinya, apalagi populasi penduduk Indonesia juga terus bertambah. Jika tidak ada intervensi kebijakan, potensi kerugian ekonomi di Indonesia (2020-2024) mencapai angka Rp544 triliun, akibat dampak perubahan iklim," tegasnya.


Dwikorita mendesak, kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu prioritas, karena dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga tahun 2024 mendatang.


Menurutnya, BMKG terus melakukan penguatan literasi iklim dan cuaca kepada para petani dan penyuluh pertanian, sebagai langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sekolah Lapang Iklim (SLI), tuturnya, terus digelar di seluruh penjuru Indonesia dengan menyasar berbagai komoditas unggulan pertanian.(rel/mus)

Posting Komentar

0 Komentar