Berebut Efek Jokowi


Oleh Najmuddin M. Rasul, Ph.D

Dosen Komunikasi Politik Universitas Andalas


KIPRAHKITA.com - Ada-ada saja cara bakal calon presien (Bacapres) untuk meraup suara pada Pilpres tahun 2024.


Ada yang melakukan lari-lari di beberapa venue, baik di Jakarta maupun di luar jakarta, ada pula berkunjung ke pasar, kampus, pesantren, bagi-bagi sembako, mengunjungi kegiatan yang dilakukan pemilih muda dan lain sebagainya.


Setelah melakukan serangkaian agenda politik itu, mereka berucap di media, bahwa mereka didukung oleh kiyai, anak muda dan sebagainya. Klaim seperti itu adalah yang biasa.


Yang menarik buat saya amati adalah pola komunikasi politik yang dilakukan dua Bacapres yaitu, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.


Prabowo, baik secara de-facto maupun de jure belum menjadi Bacapres, karena belum ada yang secara resmi mendeklarasikannya. Prabowo baru berencana untuk maju sebagai Bacapres.


Walaupun demikian, Prabowo sudah wara-wiri melakukan sosialisasi politik ke beberapa tempat, baik di Jakarta maupun ke daerah-daerah.


Beda dengan Anies Baswedan sebagai yang Bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan adalah masyarakat biasa. Tidak punya jabatan publik. Sementara itu, Ganjar dan Prabowo adalah pejabat publik.


Ganjar masih menjadi gubernur Jawa Tengah, sedangkan Prabowo adalah Menteri Pertahanan. Tidak ada aturan yang melarangnya. Peraruran KPU hanya mengatur setelah resmi sebagai mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ditetapkan sebagai calon presiden.


Aturan ini betul. Namun menurut saya, bila mereka berdua secara sukarela untuk mundur dari jabatan publik, itu bermakna bahwa mereka telah memperlihatkan pada publik, mereka adalah sosok negarawan yang layak ikut kontestasi politik untuk memimpin Indonesia ke depan. Dengan demikian, mereka berdua telah turut memberikan pendidikan politik kepada warga. 


Lalu, Ganjar dan Prabowo sama-sama berusaha untuk mendekatkan diri pada Jokowi. Mereka berdua saling mengklaim mendapat dukungan Jokowi. Seakan-akan mereka berebut Jokowi Effect.


Pertanyaan saya, mengapa mereka berdua berebut efek politik? Apakah pemikiran mereka dilandasi dari hasil-hasil Lembaga survey yang menunjukkan tingkat kepercayaan publik pada Jokowi relatif tinggi?


Menurut saya, akan jauh lebih baik bila Ganjar maupun Prabowo membangun kepercayaan diri untuk maju sebagai calon presiden. Buat visi dan misi politik yang terukur. Pesan-pesan politik yang rasional untuk dikomunikasikan pada warga.


Gunakan dan analisis data dan informasi yang valid yang dibuat oleh konsultan politik. Baru buat agenda dan strategi komunikasi politik. Tentu yang tak kalah penting adalah soliditas partai pendukung. 


Bagi saya, jika Ganjar dan Prabowo terus berusaha berebut efek Jokowi, maka itu bisa menjadi titik lemah buat mereka berdua. Mereka secara tak langsung memperlihatkan kelemahannya pada publik. Oleh sebab itu, berhentilah mencari Efek Jokowi itu.***

Posting Komentar

0 Komentar