Pertaubatan bukanlah kamuflase, serimonial, disaksikan oleh berbagai media, tetapi mencoba untuk merevisi, evaluasi dan refleksi segala kebijakan yang sudah diambil.
Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
(Sekretaris LPLH & SDA MUI Pusat)
OPINI, kiprahkita.com - Allah SWT memberikan pembelajaran kepada umat Nabi Muhammad SAW tentang kaum Saba untuk dijadikan perbandingan, renungan, refleksi, ibrah, berkaca diri menatap kehidupan yang lebih baik dalam hubungan manusia dengan alam dan dengan Allah SWT.
Hal ini di jelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut, terjemahannya:
“Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang dianugerahkan Tuhanmu dan bersyukur kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan yang maha pengampun.
Tetapi mereka berpaling maka kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan kami ganti kedua kebun mereka dengan kedua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon asl dan sedikit pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir”. (QS. Saba’ (34):15-17)
Ayat ini satu diantara kemukjizatan Rasulullah Muhammad SAW. Seorang yang umi, tidak pernah belajar sejarah, tidak pernah membahas antropologi, tidak pernah membaca geografi, tidak pernah belajar syair, tetapi mampu mengungkapkan peristiwa yang terjadi secara faktual, historik dan fenomenologis di beberapa dekade sebelum kerasulan beliau.
![]() |
Suhardin |
Kisah Saba’ telah diungkapkan oleh antropolog Amerika Werner Keller. Beliau meneliti dengan melakukan penggalian bekas bendungan Arim, dan menyatakan bahwa kebenaran Al-Quran terbukti secara saintis dan empiris, itulah pengakuan orientalis yang jujur.
Bangsa Saba memiliki kekayaan dan kemakmuran yang melimpah. Mereka membangun struktur bangunan yang mengesankan, menakjubkan, dan mempesona. Mereka menguasai perdagangan, dan memiliki sistem irigasi yang maju dan kuat untuk pertanian mereka, dikenal dengan bendungan Arim.
Mereka awalnya beriman dan bertaqwa kepada Allah di bawah kepemimpinan rajanya yang peduli terhadap rakyat, berkeadilan dan berkemakmuran. Tetapi dibalik kemajuan dan kenikmatan materi tersebut, membuat kaum Saba cenderung melupakan Tuhan, membanggakan diri, sombong, takjub dengan kekuatan dan kemampuan dirinya, menyembah berhala-berhala, sarakah dan kikir terhadap orang yang tidak mampu.
Peristiwa Saba peristiwa menarik yang menggelitik nurani. Allah mengungkapkan bentuk nyata rahmat dan nikmat yang diberikan kepada komunitas yang bersyukur kepada-Nya, dengan melimpahkan barokah.
Dua kebun, sebagai sumber penghidupan, kebun yang disebutkan dalam Al-Quran, merupakan ungkapan terhadap sumber daya alam (natural resources) yang dianugerahkan dalam wujud keanekaragaman hayati (biodiversity), masing-masing makhluk hidup, tumbuh dan berkembang di tengah habitat, dengan saling terkait untuk kehidupannya masing-masing sehingga membentuk yang namanya rantai kehidupan (cycle life) dan rantai makanan (cycle food), satu diantara lainnya saling butuh membutuhkan dalam satu system kehidupan yang disebut dengan ekosistem.
Wujud kesyukuran manusia adalah menjaga dan memelihara keseimbangan alam (equalibrium) memperhatikan satu spesies dengan spesies lain dalam komunitas, sehingga alam memiliki kelangsungan hidup (sustainable) yang tidak terbatas dengan durasi waktu, sampai pada hari yang dijanjika Allah.
Sikap antroposentrism, merasa menjadi makhluk superioritas, yang dimiliki manusia, membuatnya menguasai alam dengan tuna literacy, tuna ekologis dan tuna morality. Manusia membabibuta melakukan eksploitasi alam tanpa melihat asas keseimbangan (equalibrium) dan asas keberlanjutan (sustainable).
Hutan dibabat (deforestation) untuk memenuhi hasrat kuasa membentuk kota, pemukiman, perkebunan, sehingga mengurangi fungsi hutan sebagai penjaga keseimbangan air (hydronization), keseimbangan iklim (climatization), habitat flora dan fauna, conservation, biodiversity dan wisata tourism.
Kegiatan pembabatan hutan, alih fungsi lahan (deforestation) berakibat pada aliran air tidak seimbang, sehingga menghasilkan banjir dan kekeringan (kemarau panjang).
Iklim tidak beraturan, mengalami anomali, sehingga membuat kekacauan musim, tidak jelas lagi waktu musim barat, musim timur, musim utara dan musim selatan. Anomali musim, berakibat juga pada panen buah tidak yang tidak teratur, karena kiriman serbuk sari tidak terjadwal oleh putaran arah angin.
Demikian juga halnya dengan arus air laut, gerakan ikan berbasis arus laut dan kadar mineral air laut nyaris tidak jelas, sehingga tangkapan ikan nelayan berkurang secara signifikan. Petani dan nelayan tidak bisa mengukur kapan menanam dan kapan panen.
Nelayan tidak bisa lagi menentukan zona tangkapan ikan, berbasis arah angin pada musim tertentu. Inilah bentuk nyata anomali kehidupan akibat kerusakan lingkungan dan kehancuran sumber daya alam (natural resources).
Penjagaan dan perawatan lingkungan tentu bukan mitos, tetapi wujud ketauhidan kepada Allah yang menciptakan alam dan mengaturnya dengan sempurna. Manusia diberikan kepercayaan untuk memeliharanya sebagaimana diperintahkan-Nya.
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh” (Qs. Al-Ahzab(33):72)
Manusia diberikan kepercayaan utuh oleh Allah SWT untuk melangsungkan kehidupan, menjaga eksistensi dan harmonisasi makhluk ciptaan Allah. Amanah ini ditawarkan Allah SWT kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka tidak sanggup karena beratnya beban tersebut.
Manusia memiliki kesanggupan untuk itu, karena kesempurnaan dirinya dibandingkan dengan makluk ciptaan Allah yang lain. Tetapi manusia menggunakan amanah ini dengan kezaliman, melakukan ekspolitasi, penjarahan sumber daya alam dengan kuasa yang dimiliki tanpa menghiraukan keseimbangan dan kelangsungannya.
Tindakan pongah, buta hati dan tuli indra ini, merupakan kebodohan yang hakiki, hanya melihat kepentingan sesaat, dengan menggunakan prinsip aji mumpung. Tidak menghiraukan kepentingan jangka panjang, bahkan mengabaikan pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Kebodohan dan pragmatisme manusia, membuat ia mengingkari segala hal yang telah digariskan oleh Allah SWT melalui kitab-Nya yang dibawa oleh para Rasul-Nya, dikembangkan secara teknis oleh para ulama, ilmuwan, baik yang menekuni ilmu-ilmu agama, maupun yang fokus dalam research tentang alam dan lingkungan.
Para bedegah, pengusaha dan penguasa menyatu untuk meraup keuntungan sesaat, memuaskan hawa nafsu, menggilas hak-hak masyarakat miskin dan dhuafa, yang tidak berdaya, tidak kuasa, tetapi mereka ditimpa petaka akibat kebiadaban para pengusaha dan penguasa zalim, pragmatisme yang tuna akal sehat.
Demonstrasi kekufuran para elite di tengah kesulitan hidup masyarakat, mengundang kemurkaan Allah SWT dengan memberikan beberapa peringatan dini berupa letupan musibah kecil, agar manusia kembali bertaubat kepada-Nya. Tetapi karena manusia sudah mulai tuli, buta, dan tertutup hatinya, maka Allah SWT mendatangkan musibah besar.
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami binasakan sama sekali (negeri itu)”. (QS. Al-Isra’(17): 16)
Pertaubatan bukanlah kamuflase, serimonial, disaksikan oleh berbagai media, tetapi mencoba untuk merevisi, evaluasi dan refleksi segala kebijakan yang sudah diambil. Mencabut segala kebijakan yang keliru dan menggantinya dengan kebijakan yang berbasis kepada pemikiran yang sehat dengan melibatkan para ilmuwan.
Bagi manusia yang beriman berusaha untuk instrospeksi diri dengan berbagai momentum, untuk menyadari dan menggaris bawahi kekeliruan di masa lalu dan diperbaiki untuk masa depan, istiqamah dalam ketaqwaan kepada Allah.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs Al-A’raf (7):96)
Orang bertaqwa dituntun oleh Allah SWT secara berjamaah masuk ke dalam surganya, disambut oleh malaikat Ridwan dengan senyum sumringah, atas usaha dirinya menerima secara utuh petunjuk Allah SWT melalui Rasul-Nya menjalankan secara konsekwen dan konsisten sepanjang hayat, sampai akhir kehidupan.
Kebaerkahan dari ketaqwaan tersebut juga diberikan Allah di dunia, dengan memberikan segala potensi bumi baik dari atas, bawah samping belakang, sehingga memperoleh kemakmuran tiada tara, tetapi kebanyakan manusia mendustakan semua nikmat yang sudah diberikan Allah SWT, justru itulah Allah memberikan pembelajaran dengan beberapa kesulitan dalam kehidupan dunia, bencana dan malapetaka, semuanya adalah akibat dari perbuatan manusia yang berdusta terhadap Allah SWT yang maha pemberi dan menguasai semua yang ada.
Semoga elite bangsa dan semua komponen anak bangsa mendapatkan tuntunan hidayah dari Allah SWT untuk merawat bangsa ini menuju bangsa yang baldataun tayyibatun warabbun ghafur, dipimpin oleh pemimpin yang adil, dikelilingi oleh orang-orang yang ihsan, takut kepada Allah dan memberikan nasehat yang benar kepada pemimpin, bukan penjilat.
Ketulusan dalam memberikan masukan kepada pemimpin melahirkan kebijakan-kebijakan yang maslahat, bukan keuntungan untuk kroni dan pemodal tim sukses. Ketapatan kebijakan menjadikan rakyat sejahtera dan bahagia.***
0 Komentar