PADANG, kiprahkita.com - Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera Barat Zul Efendi, SH., dan Wakil Ketua PWI Sumbar Bidang Hukum Dr. H. Amiruddin, SH, MH., mengingatkan, tren masalah pers dan ancaman terhadap wartawan cenderung meningkat.
Keduanya mengatakan hal itu, Kamis (24/8), di Ruang Pertemuan Kantor PWI Sumbar Jl. Bagindo Aziz Chan Padang, saat menjadi narasumber pada kegiatan Orientasi Tata Kelola Organisasi PWI Kabupaten Tanah Datar, yang diikuti pengurus dan anggota PWI dari daerah berjuluk Luhak Nan Tuo.
"Ada banyak masalah pers hari ini, di antaranya kekerasan terhadap pers dan wartawan, kriminalisasi dan gugatan hukum, peraturan perundang-undangan yang mengancam, kesejahteraan wartawan yang memprihatinkan, pelanggaran etika dan profesionalisme, serta industrialisasi, monopoli, kapitalisme dan politisasi media," ujar Zul Efendi.
Menurut Pemimpin Umum Harian Haluan itu, bila disebut pula ancaman terhadap wartawan, maka dapat dirangkum dalam bentuk teror, pengusiran dan larangan peliputan, serangan fisik, sensor, tuntutan atau gugatan hukum, pembredelan atau larangan terbit, regulasi, demonstrasi dan pengerahan masa, perusakan kantor serta perusakan alat.
Pada 2021, ujarnya, ada 45 kasus kekerasan terhadap wartawan yang tercatat, pada tahun 2022 malah meningkat menjadi 67 kasus dengan 97 korban jurnalis, pekerja media, dan 14 organisasi media.
"Kekerasan fisik dan perusakan alat kerja ada 20 kasus, serangan digital (15 kasus), dan kekerasan verbal (10 kasus). Kemudian penyensoran (8 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus). Perlu pula diketahui, Data dari Reporters Without Borders (RSF), Indeks Kebebasan Pers di Indonesia turun dari skor 62,60 pada 2021 menjadi 49,27 pada 2022," sebutnya.
Tren pengaduan kepada Dewan Pers juga cenderung meningkat. Kalau pada 2018 hanya 209 kasus pengaduan, maka pada 2022 lalu menanjak jadi 691 pengaduan.
Menurutnya, pengaduan sengketa pemberitaan ke Dewan Pers terus meningkat, seiring dengan pelanggaran kode etik jurnalistik yang masih terjadi. Pelanggaran, sebut Zul, didominasi judul berita yang menghakimi dan abai dalam mengonfirmasi. "Sebanyak 98 persen dari kasus pengaduan itu melibatkan media online," jelasnya.
Zul menegaskan, faktor penyebab banyak aduan itu, di antaranya para wartawan yang diadukan tidak kompeten, rendahnya kesadaran (awareness) tentang etika, hukum, dan kepekaan jurnalistik.
Penyebab lain, rendahnya pengetahuan (knowledge) yang mencakup teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus. Lalu, rendahnya keterampilan (skills) yang mencakup kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informas.
Berikutnya, aduan juga disebabkan media atau perusahaan pers tidak kompeten, masyarakat kurang paham tentang tugas, fungsi, peran dan aturan pers/wartawan, kelompok masyarakat yang sangat sensitif, reaktif, agresif, berkuasa, dan kuat secara finansial.
Tidak sinkronnya sejumlah UU dan peraturan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999, menurut Zul, juga menjadi pemicu banyaknya aduan terhadap insan pers dan perusahaan media.
Solusinya, imbuh Zul, walau bagaimana pun pers, media, dan wartawan harus dilindungi, di antaranya dengan membangun wartawan kompeten, mendorong tumbuhnya media kompeten, sosialisasi tentang tugas, fungsi, peran dan aturan pers kepada masyarakat, pembelaan wartawan secara langsung melalui komunitas dan organisasi, serta merevisi UU dan peraturan yang mengancam pers.
Sementara itu, Amiruddin menyatakan, upaya menerapkan UU Pers sebagai aturan yang berlaku khusus (lex specialist), masih belum maksimal.
Seharusnya, kata dia, penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat memahami, menghormati dan menerapkan UU ini sebagai aturan lex specialist, menyingkirkan aturan berlaku umum, sesuai azas hukum lex specialist derogat legi lex generalist.
Amiruddin tak mengingkari, saat ini ada kegundahan dan kecemasan dirasakan insan pers, manakala berhadapan dengan persoalan hukum sebagai dampak pemberitaan.
"Untuk menyelesaikan permasalahan hukum dengan korban pemberitaan, KUHAP dan KUHP sebagai ketentuan yang berlaku umum, tetap dominan dan menjadi acuan yang baku bagi penegak hukum, untuk menjerat insan pers. Karena alasan itu pulalah, kebebasan pers yang menjadi kebablasan di era reformasi terbelenggu," jelasnya.
Menurutnya, penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat tetap menjadikan KUHAP dan KUHP sebagai senjata ampuh menjerat dan menghukum insan pers, menjadi persoalan lain yang juga mesti diwaspadai.
"Tidak sedikit insan pers berurusan dengan penegak hukum dan masuk terali besi di Era Orde Baru dan Era Reformasi, terjerat tindak pidana karena buntut pemberitaan, yang kemudian diselesaikan dengan undang-undang yang berlaku umum," jelasnya.
Kepada masyarakat atau institusi yang merasa dirugikan akibat pemberitaan wartawan, Amiruddin menghimbau agar menempuh cara-cara yang diatur UU, yakni menggunakan hak jawab dan hak koreksi.
"Jika tidak diindahkan, baru langkah berikutnya, yakni membuat pengaduan ke Dewan Pers. Pengaduan menurut Dewan Pers adalah pengaduan sebagai kegiatan seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas karya dan atau kegiatan jurnalistik," sebutnya.
Dengan demikian, simpulnya, siapa saja yang dirugikan oleh pemberitaan, dapat menjadi pengadu di Dewan Pers, untuk mengajukan keberatan atas karya jurnalistik dari wartawan tersebut.
Ketua PWI Kabupaten Tanah Datar Yuldaveri di sesi akhir kegiatan mengatakan, salah satu tujuan orientasi itu adalah dalam rangka memperkaya pengetahuan wartawan tentang persoalan-persoalan hukum, khususnya ketika melaksanakan tugas jurnalistik di lapangan.
Tujuan berikutnya adalah memberi pemahaman kepada anggota dan pengurus PWI Kabupaten Tanah Datar, khususnya dalam hal keorganisasian, baik tata kelola administratif maupun manajemen.
Narasumber kegiatan itu adalah Ketua PWI Sumbar Dr. Ir. H. Basril Basyar, Ketua Dewan Kehormatan PWI Sumbar Zul Efendi, SH, Bupati Tanah Datar yang diwakili Asisten I Setdakab Tanah Datar Elizar, Wakil Ketua PWI Sumbar Bidang Organisasi Sawir Pribadi, S.Pd., Wakil Ketua Bidang Pendidikan M. Khudri, M.Pd., dan Wakil Ketua Bidang Hukum Dr. H. Amiruddin, SH., MH.
Sekretaris PWI Sumbar Firdaus terlihat juga turut mendampingi kegiatan pada setiap sesi.(musriadi musanif)
0 Komentar