![]() |
Walikota Padang berkunjung ke usaha penenunan songket padaisikek.(kominfo padang) |
PADANG, kiprahkita.com - Kerajian membuat songket pandaisikek, rupanya tidak hanya berlangsung di Pandaisikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, tetapi juga meluas hingga beberapa kota, terutama di Padang dan Bukittinggi.
Di Kota Padang, songket pandaisikek itu dikembangkan sejumlah pengrajin berbasis Usaha Kecil dan Menengah (UKM), salah satunya adalah yang dilakukan Efi Songket di Perumahan Bumi Bunda Persada, Balaibaru Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji.
Saat berkantor sehari di Kuranji, Senin (11/9), Walikota Padang Hendri Septa pun menyempatkan diri berkunjung ke situ. Wako spontan memberi apresiasi. "Saya takjub dengan usaha ini," komentar wako singkat.
Efi Songket Pandaisikek berdiri pada 2002 yang bergerak di bidang songket. Produksinya tidak saja dipasarkan di Kota Padang, tetapi sudah menjangkau mancanegara.
Mumpung bercerita tentang songket pandaisikek, tak elok pula kalau tidak kita sigi langsung ke nagari asalnya, di dada Gunung Singgalang dan menghadap ke Gunung Marapi.
Di nagari itu, nyaris tidak ditemukan warga yang hidup menganggur. Semua asik menekuni beragam usaha yang mereka lakoni. Selain menenun dan mengolah lahan untuk tanaman hortikultura, di sini juga ada pengrajin ukiran kayu. Tapi, songket memang sudah sejak lama melekat di sini.
Menurut berbagai literatur, songket yang berkembang di Sumatra Barat saat ini, semua berasal dari Pandaisikek.
Dalam suatu wawancara dengan salah seorang pemuka masyarakat yang juga pernah menjadi walinagari di sini; Alfiar Dt. Tunaro Nan Balimau Sundai, menyatakan, pengrajin songket di mana pun di Sumbar, pasti punya hubungan dengan Pandaisikek.
Kalau tak anak nagari yang merantau ke daerah itu, tentulah mereka pernah mendapat pendidikan dari anak-anak Nagari Pandaisikek ini.
Pengrajin songket di Nagari Pandaisikek ada ratusan orang, sedangkan pengusaha dan pedagang ada belasan. Setiap tahun, sedikitnya di nagari ini berhasil diproduksi sekitar sepuluh ribu lembar kain songket.
Pada laman Warisan Budaya Tak Benda Indonesia kemdikbud.go.id disebut, keahlian menenun songket di Nagari Pandaisikek pada umumnya diperoleh secara turun-temurun dalam keluarga. Dari umur tujuh sampai delapan tahun, khususnya para perempuan, sudah mulai belajar menenun songket.
Keberlangsungan kerajinan tenun songket pandaisikek karena adanya proses pewarisan yang terus berlangsung. Pewarisan sebut dilakukan hanya dalam satu garis keturunan, seperti pewarisan yang dilakukan seorang seorang nenek kepada cucunya, seorang ibu kepada anak gadisnya demikian seterusnya.
Ruang lingkup pewarisan tidak boleh keluar dari garis keturunan yang lebih dikenal dengan sebutan saparuik. Tidak hanya itu, dalam falsafah kehidupan perempuan, khususnya di Nagari Pandaisikek harus tahu dengan kato nan ampek, yakni tahu jo takok baniah, tahu jo suduik kampia, tahu jo jiang karok, tahu jo atah takunyah.
Terdapat satu aturan atau sumpah dalam proses pewarisan bertenun songket, yang diyakini oleh masyarakat Nagari Pandaisikek, yakni kepandaian bertenun hanya boleh diwariskan kepada anak cucu yang berasal dari rumah gadang.
Sesuai konvensi adat yang berlaku di Nagari Pandaisikek, maka menurut Christyawati (2009:76), yang berhak memiliki ketrampilan menenun songket adalah:
a. Orang asli atau penduduk asli Nagari Pandaisikek, artinya nenek moyangnya atau ninik mamaknya berasal dari nagari ini.
b. Orang yang sudah menetap lama dan sudah menjadi warga Nagari Pandai Sikek (malakok ).
c. Orang yang menikah dengan warga asli Nagari Pandaisikek.
Begitulah songket pandaisikek, kendati harus berhadapan dengan dahsyatnya perkembangan fesyen dan konveksi, namun hingga kini masih terus bertahan. Tapi tentu butuh usaha-usaha luar biasa untuk menjaga kelestariannya.(MUSRIADI MUSANIF, dari berbagai sumber)
0 Komentar