Poros Baru


Oleh Najmuddin M. Rasul, Ph.D

(Dosen Unand Padang, Ahli Komunikasi Politik)


OPINI, kiprahkita.com - Pasca deklarasi Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Anies Baswedan, peta politik nasional berubah drastis.


Berbagai spekulasi politik pun muncul ke permukaan. Sebutlah misalnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), disebut-sebut akan meninggalkan KPP seperti yang dilakukan oleh Partai Demokrat.


Tapi kelihatannya, pasangan Anies-Cak Imin semakin mantap setelah hasil Musyawarah Dewan Syura PKS, secara resmi mendukung Muhaimin Iskandar sebagai bacawapres. Artinya, kegamangan dan spekulasi sebagian pihak, bahwa pasangan Anies akan bubar di tengah jalan terjawab sudah dengan keputusan Dewan Syura PKS tersebut.

 

Keluarnya Partai Demokrat dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), membuat elit-elit Partai Demokrat melakukan komunikasi politik dengan kubu PDI Perjuangan dan Gerindra. Namun akhirnya, Demokrat memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).


Dengan demikian, KIM  menjadi koalisi gemuk, karena KIM terdiri dari gabungan Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat. Prabowo semakin yakin untuk bisa memenangkan kontestasi politik tahun 2024.


Ganjar yang diusung oleh PDI Perjuangan dan PPP, juga sangat yakin untuk memenangkan pemilihan presiden tahun 2024. Alasannya, PDIP adalah partai pemenang dua kali  Pemlu; 2014 dan 2019. Bahkan sekarang elit-elit PDIP berusaha untuk hattrick dengan memenangkan Pemilu dan Pilpres 2024. Itu wajar saja.


Keyakinan Prabowo dan Ganjar untuk memenangkan Pemilu 2024 didukung pula oleh hasil-hasil lembaga survey yang selalu menempatkan Prabowo di urutan teratas, diikuti oleh Ganjar. Hasil-hasil lembaga survey tersebut sebagai energi baru buat Prabowo dan Ganjar.


Dilihat dari isu politik, baik Prabowo maupun Ganjar, sama-sama mengusung berkelanjutan dari Presiden Joko Widodo. Jelas sekali berbeda dengan Anies yang mengusung slogan continunity and changes.


Kalau dilihat dari isu politik tersebut, sebetulnya sudah terjadi dua polarisasi, yaitu Polar 

Berkelanjutan dan Polar Perubahan. Sayangnya, Polar Prabowo dan Ganjar tidak kunjung mendapatkan bacawapresnya, sementara jadwal pendaftaran calon presiden ke Komisi Pemiluhan Umum (KPU) semakin dekat.


Sementara itu, pasangan Anies-Cak Imim (Amin) sudah memantapkan strategi pemenangan. KPP semakin mantap. Akibatnya, muncul spekluasi politik untuk menggabungkan Prabowo-Ganjar. 


Menurut saya, itu sangat bagus dan sangat memungkinkan untuk memenangkan Pilpres 2024. Sebab menurut hasil laporan beberapa lembaga survey, lebih 60 persen responden memilih 

Pasangan Prabowo-Ganjar.


Sementara itu responden memilih Anis hanya 20 persen. Jadi wajar saja membuat poros-baros baru. Gabungan  Prabowo-Ganjar.


Persoalan yang muncul adalah: Pertama, apakah Megawati mau bergabung dengan Prabowo. Kedua, kalau Megawati mau bergabung dengan Prabowo, siapa yang akan jadi Capres? Sebab, masing-masing sudah mendeklarasikan bacapresnya.


Ketiga, jika Prabowo menjadi bacawapresnya Ganjar, maka besar kemungkinan Golkar tarik diri dari KIM. Sebab Golkar telah bersepakat mendukung Prabowo sebagai bacapres. Ini dilema bagi elit Golkar dan Prabowo.


Keempat, jika Golkar hengkang dari KIM, kemana Golkar akan merapat? Menurut saya, besar kemungkinan Golkar akan merapat ke Anies. Kenapa demikian? Karena faktor Jusuf Kalla yang memiliki hubungan emosional dengan Anies, sementara Kalla adalah tokoh senior Golkar yang berpengaruh. 


Menurut saya, sekarang masih ada waktu bagi elit-elit politik KIM dan PDIP untuk melakukan anaisis mendalam secara internal, dan melakukan komunikasi politik secara intensif antar elit untuk memutuskan, apakah akan membuat poros baru Prabowo-Ganjar atau tetap dengan dua poros. 


Di tengah kegaluan poros Ganjar dan Prabowo, pasangan Anies-Cak Imim dengan KPP sudah berlari kencang. Benar! Dalam politik semua kemungkinan bisa terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin.***

Posting Komentar

0 Komentar