Eco PAI


Oleh Dr. Suhardin, S. Ag., M. Pd. 

(Dosen, Fungsionaris MUI Pusat, Aktivis Muhammadiyah)


OPINI, kiprahkita.com - Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan mata pelajaran monolitik, wajib bagi setiap siswa pada jenis dan jenjang pendidikan.


Mata pelajaran ini, selain dari berorientasi memberikan penguatan kognitif terhadap agama yang dianut oleh siswa, juga memberikan fondasi nilai berbasis keyakinan yang dianut oleh siswa, dalam aspek teologis, ritualitas, spiritualitas, moralitas dan system interaksi sosial dan transaksi bisnis pada agama siswa. 


Agama juga perlu diberikan pembiasaan pada siswa semenjak usia dini, sehingga ia menjadi carakter diri, kekuatan personal, yang melekat dan mengakar pada diri masing-masing. Pendidikan agama bukan hanya sebatas pengetahuan, juga, sikap, perilaku dan pembiasaan.


Pada aspek pengetahuan, guru memberikan sejumlah kompetensi, dalam bentuk bahan ajar dan ditransformasikan kepada siswa, sehingga membuat siswa memiliki kompetensi pengetahuan terhadap agama yang ia anut, terkait dengan teologis, ritualitas, moralitas, historisitas agama, sistem interaksi dan transaksi bisnis dalam agama. 


Dalam aspek sikap, guru berusaha memberikan paket pembiasaan kepada siswa untuk menjadi karakter diri pada siswa terkait dengan nilai-nilai agama dalam kehidupan keseharian, dalam berinteraksi dengan orang lain, lingkungan sosial, lingkungan alam dan lingkungan sekitar, sehingga pembiasaan tersebut menjadi karakteristik diri pada masing-masing siswa.


Karakter tersebut menjadi kekuatan dirinya dalam menjalankan kahidupan, karakter tersebut menjadi penciri dari personal siswa di tengah komunitasnya. Nilai agama hidup di dalam diri siswa dan hidup dalam komunitas pergaulan, dan hidup di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan, bukan terpisah seperti air dengan minyak, karena nilai agama hanya sebatas dikenalkan dalam bentuk kognitif semata. 


Dalam aspek perilaku, berbagai ritual keagamaan, harus dipastikan dapat dilakukan oleh siswa secara tepat dan benar sesuai dengan petunjuknya yang autentik.


Dalam Islam, ritual yang nyata, shalat. Petunjuk teknis shalat sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh Rasulullah, tepat dan benar dilakukan oleh siswa, semenjak dari berdiri tegak, takbir, ruku’, sujud, tasyahud sampai dengan salam. Demikian juga dengan whudu’, proses pelaksanaannya harus tepat dan benar dilakukan oleh siswa semenjak dari berniat, membasuh muka, membasuh tangan, menyapu kepala, membasuh dua mata kaki.


Semua ini harus dipraktekkan secara nyata bukan dengan kata-kata, dan berimajinasi serta bervisualisasi. Tetapi praktek, terobservasi, terperbaiki dan ternilai, mana siswa yang sudah melampau standar kompetensi, mencapai standar kompetensi dan di bawah standar kompetensi. 


Dalam aspek pembiasaan, guru perlu menanam dan memelihara terbangunnya dalam diri siswa karakter yang berbasis pada nilai agama, semenjak dari komitmen keberagamaan, konsistensi pengalaman agama dalam kehidupan, dan ghirah keagamaan dalam diri siswa.


Guru perlu memastikan bahwa agama yang dianut siswa benar-benar menjadi keyakinan utamanya, bukan hanya sebatas agama identitas kependudukan pada diri siswa. Pada siswa yang beragama Islam, benar-benar meyakini bahwa agama yang ia anut tersebut adalah agama yang benar, dan bersyukur diberikan hidayah oleh Allah dalam keberislaman, tanpa usil dan iseng dengan keyakinan berbeda.


Demikian juga siswa yang beragama selain Islam, tentu perlu juga dimantapkan keyakinan terhadap agamanya. Masing-masing agama silahkan mengamalkan nilai agamanya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, yang salah adalah orang-orang yang tidak mengamalkan ajaran agama yang diyakininya dalam kehidupan.


Pengamalan Pendidikan Agama Islam dalam totalitas kehidupan keseharian siswa, akan menjadi pemandu utama dalam sikap dan perilaku terhadap lingkungan. Totalitas keberislaman akan membuat perilaku lingkungan ada didalamnya, tetapi totalitas perilaku lingkungan bagian dari pengamalan nilai keberislaman.


Ekologis bagian dari totalitas keberislaman. Pendidikan Agama Islam berbasis ekologis, pendekatan yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan Islam dengan kesadaran akan lingkungan dan tanggung jawab terhadap alam.


Pendekatan ini menekankan pentingnya memperlakukan alam dan lingkungan sebagai amanah (amanat) dari Allah SWT yang harus dijaga, dilestarikan, dan dihormati oleh umat manusia. 


Pendidikan lingkungan bukanlah monolitik yang terpisah dari Pendidikan lain, tetapi ia terintegrasi dengan Pendidikan yang lain. Pendidikan lingkungan dapat dilakukan dengan mengintergarasikan dengan berbagai Pendidikan lain, dapat juga dintegrasikan dengan Pendidikan agama lain.


Tetapi Pendidikan lingkungan diintegarasikan dengan Pendidikan Agama Islam, sangat strategis, karena ia masuk dalam berbagai dimensi dari matari Pendidikan Agama Islam tersebut, demikian juga, materi pendidikan lingkungan dapat ditopang oleh materi Pendidikan Agama, karena dua materi ini berhimpitan dalam aspek nilai dan perilaku. 


D iantara materi yang terintegrasi dalam Pendidikan agama berbasis ekologis dapat dilihat dalam aspek, pertama, tauhid, Pendidikan Agama Islam berbasis ekologis mengajarkan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelestarian alam sebagai wujud pengabdian kepada Sang Pencipta.


Kedua, amanah, menyoroti tanggung jawab manusia sebagai pemelihara bumi dan isinya. Pendidikan Agama Islam mengajarkan bahwa alam, termasuk sumber daya alam dan lingkungan, harus dijaga dan dilestarikan sebagai bagian dari amanah kepada manusia.


Ketiga, adil, Pendidikan Agama Islam berbasis ekologis menekankan pentingnya keadilan dalam memperlakukan alam dan sumber daya alam. Hal ini meliputi distribusi yang adil dari sumber daya alam bagi semua makhluk serta menjaga keseimbangan ekosistem (equilibrium). 


Keempat, rahmatan lil 'alamin, dalam Islam menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dari sudut pandang ini, pendidikan Agama Islam berbasis ekologis mendorong kepedulian dan kasih sayang terhadap seluruh makhluk hidup dan alam semesta.


Kelima, pengajaran nilai-nilai lingkungan, Pendidikan Agama Islam berbasis ekologis mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan, seperti hemat sumber daya, menjaga keanekaragaman hayati, dan menghindari pemborosan dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan merujuk pada ajaran Islam yang menekankan kesederhanaan, tidak berlebihan, dan penggunaan yang bijaksana terhadap sumber daya alam.


Pendidikan Agama Islam berbasis ekologis (eco PAI) menciptakan kesadaran spiritual dan tanggung jawab sosial terhadap alam dan lingkungan. Ini melibatkan pembelajaran, praktik, dan tindakan nyata untuk menjaga kelestarian alam, serta mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam dalam upaya pelestarian lingkungan.***

Posting Komentar

0 Komentar