JAKARTA, kiprahkita.com - Pada Selasa (27/2), sejumlah pasar di berbagai daerah di Indonesia, dilaporkan sulit mendapatkan beras kualitas dengan harga standar.
Pemerintah menetapkan, program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) sebesar Rp10.600 per kilogram, atau Rp53 ribu per kantong beras berisi 5 kilogram.
Namun, setiap individu hanya diperbolehkan membeli maksimal 2 kantong, atau 10 kilogram dengan harga Rp106 ribu. Ini menyebabkan antrean yang berjam-jam, dan bahkan beberapa orang pingsan, di sejumlah pasar.
Menyikapi fenomena ini, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup; Buya Dr. H. Anwar Abbas, menyampaikan, selisih harga sebesar Rp22 ribu atau Rp44 ribu, bagi masyarakat lapis bawah memiliki dampak yang signifikan.
Menurutnya, Ini menunjukkan rendahnya ekonomi masyarakat Indonesia, di mana uang sebesar itu sangat berarti bagi mereka.
Abbas juga mempertanyakan, kenaikan harga beras yang tidak sebanding dengan kenaikan harga gabah yang di panen oleh petani Indonesia.
Jika harga beras naik, ujarnya, maka harga gabah juga seharusnya naik. Namun, kenyataannya kenaikan harga beras, tidak diimbangi dengan kenaikan harga gabah, yang berdampak pada kesejahteraan petani.
Dalam pandangannya, masalah kenaikan harga beras bisa diatasi, jika pendapatan petani juga naik, sehingga akan menarik minat generasi muda untuk kembali bertani.
Namun, sebagaimana diberitakan muhammadiyah.or.id, kondisi petani saat ini semakin sulit, dengan ongkos produksi tinggi namun hasil penjualan rendah.
Abbas menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah, yang lebih berpihak pada petani lokal, sesuai dengan amanah konstitusi, terutama Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan, tugas negara untuk menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali, termasuk fakir dan miskin yang dipelihara oleh negara (Pasal 34 UUD 1945).
Dalam konteks ini, masalah kenaikan harga beras tidak hanya sekadar soal ekonomi, tetapi juga mencerminkan kondisi sosial dan keadilan dalam masyarakat, serta tuntutan akan perlunya kebijakan, yang mendukung petani dan masyarakat lapis bawah, untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.(*/mus)
0 Komentar