Oleh Musriadi Musanif
(Wartawan Utama)
PADANG PANJANG, kiprahkita.com - Genap tiga bulan Gunung Marapi erupsi terus. Hampir setiap hari. Kalau tidak siang, malam. Kalau tidak malam, siang. Sering juga siang dan malam.
Erupsi besar gunung yang terletak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, itu terjadi pada Ahad, 3 Desember 2023 mulai pukul 15.40 WIB. Sebanyak 24 orang meninggal dunia dan puluhan luka-luka dalam musibah itu.
Saat meletus besar tersebut, Gunung Marapi berstatus Level II atau Waspada. Status ini sudah 'disandang' Marapi sejak Agustus 2011.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bersama pemegang otoritas lainnya, terus memantau perkembangan Marapi itu. Hingga akhirnya, pada Selasa, 9 Januari 2024 pukul 18.00 WIB, PVMBG menaikkan status Marapi dari Level II ke Level III atau Siaga.
Status itu terus dievaluasi setiap pekan. Namun hingga kini, belum bisa turun lagi, karena tingkat aktivitasnya masih cukup tinggi.
Abu vulkanik tiap sebentar menghujani Kota Padang Panjang, Batusangkar, Kecamatan X Koto, Batipuh, Pariangan, Lima Kaum, Sungai Tarab, Salimpaung, dan beberapa nagari di Kabupaten Agam.
Dalam kondisi tertentu, abu vulkanik juga menjangkau perbatasan segitiga Pasaman-Limapuluh Kota-Rokan Hulu. Ada juga laporan, abu yang disemburkan kepundan Marapi menjangkau Sawahlunto, Lubukbasung, dan Padang Pariaman.
Abu vulkanik juga pernah mengganggu aktivitas penerbangan di Sumatera Barat. Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang Pariaman, sudah tiga kali menghentikan operasional, karena paparan abu vulkanik itu.
Di Kota Padang Panjang, saat ini dimana-mana tertutup abu vulkanik. Daerah ini adalah kota hujan, tapi jarang yang lebat. Rinai saja. Maka abu vulkanik itu pun berubah jadi lumpur.
Sedikit terkena cahaya matahari, abu itu pun langsung mengering. Begitu kendaraan lewat, maka abunya berterbangan. Kota berjuluk Serambi Mekah itu, beberapa hari terakhir boleh dikatakan selalu dipenuhi abu vulkanik yang berterbangan.
Masyarakat Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, boleh dikatakan paling menderita. Pasalnya, selain senantiasa dihujani abu vulkanik yang dapat merusak organ pernafasan, semburan abu dari kepundan itu membuat tanaman tak bisa hidup subur.
Padahal, kehidupan masyarakat di sini tergantung dari bertanam sayur mayur dan hortikultura. "Pagi ditanam, siang disiram abu Marapi, sorenya layu. Keesokan paginya mati," ucap seorang petani.
Kendati sudah genap tiga bulan, namun tanda-tanda penurunan aktifitas masih belum nampak. Bahkan, Ahad (3/3) sore, erupsinya terus terjadi dengan tinggi kolom semburan abunya mencapai 300 meter dari puncak, atau 3.191 meter di atas permukaan laut (mdpl).
"Harap menggunakan pelindung wajah ketika keluar rumah. Gunung Marapi sadang malatuih gadang (erupsi besar). Sekarang lebih besar lagi," tulis Mak Hen, warga Nagari Gunung mengabarkan erupsi yang terjadi pukul 18.29 WIB.
Langkah-langkah konkret pemerintah daerah terdampak, sejauh ini memang belum terlihat, khususnya mengantisipasi dampak terburuk akibat peristiwa alam ini, baik dampak kesehatan, maupun ekonomi, sosial, dan keselamatan.
Bila terus lengah dan abai, jangan-jangan nanti bencana kesehatan melanda. Efek buruknya terhadap ekonomi masyarakat meluas. Ini yang kita cemaskan.***
0 Komentar