PADANG PANJANG, kiprahkita.com - Untuk kepentingan mitigasi dan meningkatkan kesiapsiagaan semua pihak terkait, PVMBG membagi ancaman Gunung Marapi ke dalam tiga Kawasan Rawan Bencana (KRB).
![]() |
Banjir lahar dingin dari lereng Gunung Marapi.dok bnpb) |
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abrul Muhari menjelaskan, KRB itu terdiri dari I, II, dan III. Adapun KRB I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).
Menurutnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) membagi KRB I menjadi dua, yaitu; kawasan rawan bencana terhadap aliran lahar/banjir, dan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar).
Kawasan yang pertama terletak di sepanjang sungai atau wilayah yang berada di dekat lembah sungai atau di bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak.
Pada KRB I, jelasnya, PVMBG mengimbau masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunungapi dan atau hujan abu lebat, dengan memperhatikan perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh PVMBG.
Informasi ini sangat penting bagi Pemerintah Daerah untuk menentukan apakah penduduk harus mengungsi atau mash dapat tinggal di tempat.
Kawasan yang berpotensi terlanda lahar terletak di dekat lembah atau bagian hilir sungai, sedangkan perluasannya sering terjadi, terutama pada belokan-belokan sungal dengan tebing rendah.
Sungai-sungai yang berpotensi terhadap banjir lahar adalah Batang Air Sungai Rimbo Piatu (BA Katik), Batang Air Bonjol (BA Lasi), Batang Air Gadang, Batang Air Sitapu, Batang Air Sereh Silintak dan Batang Air Jabur, Batang Air Anau, Batang Air Mandalliang, Batang Air Bangkahan, Batang Air Sigarunggung, Batang Air Sungai Jambu, Batang Air Sabu, Batang Gadis dan Sungai Talang.
Sementara itu, kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu (lebat) dan kemungkinan lontaran batu (pijar) bila terjadi letusan besar adalah meliputi radius 7 km dari pusat kawah.
"Bila terjadi letusan besar, mungkin dapat menjadi perluasan awan panas yang meliputi daerah rendah sebelah barat dan barat daya, dikarenakan morfologi agak terbuka ke arah tersebut," jelasnya.
Abdul Muhari menyebut, luas daerah KRB I mencapai 211,9 km persegi, dengan jumlah penduduk 58.967 jiwa (43.246 jiwa dan 15.721 jiwa), berdasarkan catatan sipil tahun 1999.
Sementara itu, KRB II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, mungkin aliran lava, lontaran batu, guguran, hujan abu lebat, umumnya menempati lereng dan kaki gunungapi.
Kawasan ini dibedakan menjadi dua yaitu; kawasan rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu (pijar), meliputi lembah-lembah sungai yang berhulu di sekitar puncak dan dapat mencapai radius 10 km dari pusat erupsi.
Daerah tersebut yang diperkirakan, untuk bagian utara di sepanjang lembah sungai hingga ke Sungai Pua dan lembah sungai Batang, Air Jambu. Untuk bagian timur pada lembah-lembah yang dapat mencapai radius 5 km.
Sedangkan ke bagian selatan dan barat daya sepanjang lembah sungai yang dapat mencapai radius 7 km dari pusat erupsi, pada sungai Batang Air Sabu, Batang Gadis, lembah Kandang di Tabik Sungai Talang dan lembah di Batu Panjang.
Pada bagian selatan dan Barat daya terdapat beberapa perkampungan termasuk ujung daerah ini, antara lain : Wansiro, W.N. Sabu, W.N. Balai, Kandang Ditabik, Pauh, Nonggau, Anak Kayu Parak Anau, Kayu Rampak, Mandatar, Ganting Gadang
Adapun yang kedua, kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat. Daerah ini meliputi radius 5 km dari pusat kawah, yang umumnya terdiri atas hutan alam dan hutan lindung. Luas daerah KRB II mencapai 120,6 km persegi dengan, jumlah penduduk kurang lebih 15.721 jiwa.
Menurutnya, pada KRB II masyarakat diharuskan mengungsi, jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi atas rekomendasi dari PVMBG, sampai daerah ini dinyatakan aman kembali.
Pernyataan harus mengungsi, tetap tinggal di tempat, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kemudian KRB III, yaitu adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran bom vulkanik. Pada KRB III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan penggunaan bersifat komersial.
Adapun pernyataan daerah tidak layak huni, imbuhnya, diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah. atas rekomendasi PVMBG. Kawasan ini meliputi daerah puncak dan sekitarya dengan radius 3 km dari pusat erupsi, termasuk kaldera Bancah, dengan morfologi yang terjal berbatu dan tidak ada hunian, daerah ini mempunyai luas 33,3 km persegi.
BENCANA SUSULAN
Setelah beberapa kawasan di selingkaran Gunung Marapi dilanda banjir lahar dingin lima hari belakangan, PVMBG mengingatkan perlunya kesiapsiagaan semua pihak dalam mengantisipasi dan menghadapi bencana susulan.
Gunung Marapi hingga saat ini masih berstatus Level III atau Siaga. Seluruh gejala vulkanologi dari gunungapi berketinggian 2.891 mdpl ini masih sangat berpotensi terjadi.
Sementara menurut prakiraan Stasiun Meterologi Minangkabau, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan sedang hingga lebat, yang dapat disertai petir dan angin kencang, masih berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Sumatera Barat, hingga Kamis (11/4).
Beberapa jenis bencana yang dapat dipicu oleh faktor cuaca dan dampak dari aktivitas vulkanologi Gunungapi Marapi masih sangat berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pariaman, Pesisir Selatan, Payakumbuh, Solok, Solok Selatan, Limapuluh Kota, Kota Padang, Kota Bukittinggi dan Kota Solok.
Demi mengurangi dampak risiko bencana, maka BNPB bersama PVMBG, jelasnya lagi, mengimbau agar selalu meningkatkan kewaspadaan. terutama pada saat terjadi hujan lebat dalam durasi lebih dari satu jam, dengan tingkat visibilitas terbatas.
"Apabila hal itu terjadi, maka masyarakat yang tinggal di lereng tebing, bantaran sungai maupun wilayah hilir dan lereng bukit, agar mengevakuasi diri secara mandiri ke tempat yang lebih aman," tegasnya.(BNPB.go.id; ed. mus)
0 Komentar