Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
(Sekretaris LDK Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
OPINI, kiprahkita.com - Ada tiga hal yang perlu didapatkan dalam bulan Ramadhan, pertama, berpuasa dengan berbasis keimanan, ketaqwaan, keihsanan, untuk memperoleh totalitas ampunan dari Allah SWT.
Ini sesuai dengan Hadits Nabi “Siapa yang berpuasa dengan iman dan perhitungan, maka diampuni dosanya”. Kembali bersih, sesuai dengan fitrah manusia, yakni kecendrungan diri untuk tetap dalam koridor kebenaran, menjauh dari tarikan (magnet) keburukan, sehingga kondisi diri ini tetap dipertahankan.
Hingga kita bertemu dengan Ramadhan berikutnya, secara gradual dan sustainable, sehingga diri benar-benar menjadi hamba yang fitri, suci bersih, nafsu muthmainnah, kembali ke hadapan Allah dalam status sebagai hamba-Nya yang diredhai dan langsung dimasukkan ke dalam sorga-Nya.
Kedua, membiasakan membaca, memahami, membahas, mengkaji dan meneliti Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam, dan petunjuk-petunjuk yang menjelaskan petunjuk sebelumnya.
Al-Quran kitab suci dan sekaligus mukjizat bagi Rasulullah Muhammad SAW dan keberuntungan bagi manusia, karena Al-Quran inspirasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rahasia Al-Quran akan didapati bagi orang-orang yang interaktif, dan senantiasa bersama Al-Quran serta cinta terhadapnya.
Orang yang cinta akan memberikan beberapa rahasia-rahasia penting, yang ada pada dirinya kepada orang yang dicintainya. Demikian juga halnya, jika kita mencintai Al-Quran, ia memancarkan sinar petunjuknya kepada orang-orang yang ia cintai.
Betapa banyak orang yang penasaran dan curiosity terhadap pesan-pesan Al-Quran, pada akhirnya ia mendapatkan inspirasi yang dapat dikembangkan, untuk kemaslahan dan kesejahteraan segenap makhluk ciptaan Allah SWT.
Ketiga, di bulan Ramadhan, momentum strategis untuk mengembangkan kebaikan tak terbatas, dari personal, individual terhadap personal lain, sosial, kemanusiaa, dan segenap makhluk ciptaan Allah (altruism).
Sikap Altruism merupakan sikap dan perilaku personal untuk kebaikan, terhadap segenap ciptaan Allah SWT. Perilaku sufistik yang berawal dari takhalli, melatih diri untuk tidak sedikitpun melakukan kesalahan dalam bersikap dan berperilaku.
Tahalli, berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan kebaikan untuk segenap makhluk ciptaan Allah SWT. Tajalli berusaha mendekat, merapat dan mendapatkan dekapan Allah SWT, sehingga menjadi hamba Allah yang diredhai dan dicintai Allah SWT.
Budaya berbagi, peduli, empati, welas asih yang senantiasa dibiasakan di bulan suci ini menjadi karakter personal pada individual muslim, mukminin dan muttaqien.
Karakter personal ini dibangun lebih kuat dan sempurna pada diri, sehingga ini menjadi jalan lurus, haluan kehidupan dan peta masa depan, dalam berinteraksi dan bertaransaksi di tengah kehidupan sosial. Inilah hakikat dari momentum lailatul qadar yang tengah ditunggu pada malam-malam pada bulan Ramadhan.
Lailatul qadar berusaha untuk menangkap kebaikan-kebaikan yang dibawa oleh malaikat dan segenap roh yang tegah turun ke bumi. Malaikat dan roh tersebut memberikan peneguhan terhadap diri manusia untuk senantiasa berusaha meminimalisasi godaan kejelekan, fujuraha, yang dibawa oleh setan dan mengemas serta memakai secara permanen pakaian taqwa dalam kehidupan nyata, real of life.
Personal yang telah terkemas dan terbungkus oleh nilai-nilai ketaqwaan; menghadirkan Allah dalam kehidupan, semua laku dan tindakan berdasarkan petunjuk yang sudah digariskan Allah, senantiasa berbagi terhadap sesama dalam kondisi sulit dan kondisi berkelapangan dalam kehidupan.
Ia juga luwes dan interaktif serta komunikatif terhadap kemanusiaan, meninggalkan segala keburukan yang sudah terlanjur dikerjakan dan tidak mengulanginya lagi.
Dari refleksi dan optimalisasi edukasi yang dilakukan dalam bulan Ramadhan ini, personal soimun mendapatkan visi diri untuk menjalankan ketaqwaan secara implementatif dalam kehidupan.
Ini sebagai sebuah jalan lurus kehidupan (khittah), dan peta masa depan kehidupan personal dan sosial yang senantiasa ia jalankan secara istiqomah, komitmen dan konsisten sampai pada akhirnya menemui Allah SWT.
Sehingga mendapatkan julukan husnul khatiman, nafsu mutmainnah, diakui oleh Allah SWT sebagai hamba yang diredhai. Itulah realitas laylatul qadar yang tengah kita tunggu dan insha Allah kita dapatkan dalam peribadatan di bulan Ramadhan ini.***
0 Komentar