Refleksi Hari Kartini

Oleh Mahsunah

Suara Aisyiyah (https://suaraaisyiyah.id)


OPINI, kiprahkita.com - Setiap April bangsa Indonesia diingatkan akan sosok Kartini, perempuan yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, sebagai pejuang. 


Kartini disebut sebagai sosok pendobrak belenggu adat yang mengekang kebebasan perempuan untuk memperoleh hak-haknya, terutama dalam memperoleh pendidikan yang layak. 


Beratnya perjuangan Kartini untuk memperoleh hak menuntut ilmu, tergambar dalam lirik lagu berikut, “… utas rantai pengekang yang membalut jiwa Sang Putri, sudah putus direjang, itu oleh Ibu Kartini, dst.”

ilustrasi dari kemdikbud.go.id

Sayang, saat Kartini dewasa kajian terhadap kandungan al-Quran masih ditabukan. Padahal al-Quran berbicara jelas tentang perlunya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia.


Artinya, “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. al-Baqarah : 29).


Allah menciptakan bumi seisinya untuk manusia agar dimanfaatkan dan dikelola bagi kemaslahatan hidup menuju kesejahteraan lahir-batin, duniawi-ukhrawi. Untuk melaksanakan itu semua diperlukan ilmu. 


Rasulullah pun berpesan, “man arādad-dunya fa’alaihi bil ‘ilmi, man arādal ākhirah fa’alaihi bil ‘ilmi, wa man arādahumā fa’alaihi bil ‘ilmi”. Artinya, “Barangsiapa menghendaki dunia maka harus dengan ilmu, siapa menghendaki akhirat harus dengan ilmu, dan siapa menghendaki keduanya harus dengan ilmu”.


Dalam hal ini, Islam tidak pernah membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam kewajiban dan hak memperoleh ilmu. Di zaman Rasul SAW pun terdapat beberapa ilmuan perempuan. Selain istri dan putri Nabi, para sahabat, juga Asma binti Abu Bakar, dan Fatimah binti Khattab.


Dari beberapa ayat al-Quran dan hadits dapat disimpulkan, tujuan pendidikan adalah pendidikan moral, akhlak, serta pengembangan kecakapan dan keahlian. 


Dalam bahasa Arab, pengertian pendidikan adalah tarbiyah, yang makna bahasanya adalah meningkatkan atau membuat sesuatu lebih tinggi. Dalam diri manusia terdapat bibit-bibit kebaikan yang dapat dikembangkan, tetapi dapat terhambat atau mati jika tidak dipelihara dan dikembangkan. Oleh karena itu, suasana pendidikan keluarga yang sesuai dengan nilai-nilai ajarah Islam sangat diperlukan. 


Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah disebutkan, keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan. Karena itu, menjadi kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang dikenal dengan Keluarga Sakinah.


Di tengah media elektronik dan media cetak yang semakin terbuka, keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah, kian dituntut perhatian dan kesungguhan dalam mendidik anak-anak dan menciptakan suasana yang harmonis, agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang positif sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.


Islam mendorong manusia untuk selalu menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, dan mendorong penggalian ilmu. Firman Allah yang mengisyaratkan penggalian ilmu ini terdapat pada QS. Rum 48, QS. Nuh 15-20, QS. al-Ghosyiyah 17, QS. Fatir 35, QS. al-Hijr 22, QS. al-An’am 95, dan lain-lain.***

Posting Komentar

0 Komentar