Oleh Kasman Katik Sulaiman
OPINI, kiprahkita.com - Pada akhir Maret 1997, kami dipanggil oleh Buya Abizar Lubis ke ruang dekan. Katanya, ada permintaan dari ibu-ibu Aisyiyah Sungai Penuh Kerinci untuk jadi instruktur pesantren Kilat.
Kegiatan pesantren kilat terebut diperuntukkan bagi anak-anak Panti Asuhan Aisyiyah. Seperti biasanya, kami dari IMM selalu siap jika dibutuhkan untuk menjadi instruktur, kalau ada daerah-daerah yang membutuhkannya.
Maka diutuslah kami bertiga; saya dan dua orang lagi perempuan yaitu Immawati Yurna dan Rahmawati Lubis, keduanya mahasiswa Fakultas Tarbiyah UMSB.
Kami berangkat dari Padang pada sore hari menumpang bus Habeco melewati jalan Painan-Tapan-Sungai Penuh. Masih teringat, bus yang kami tumpangi saat itu sudah tua dan bocor pula, sehingga air hujan menetes turun pas di atas kursi yang saya duduki.
Ketika mau berangkat kami hanya diberitahu, sesampai di Sungai Penuh, turun dari bus di sebuah mesjid di Kota Sungai Penuh, tidak disebut secara jelas nama masjidnya, dan Ketua Muhammadiyah Kabupaten Kerinci H. Hasyimi yang akan menunggu kami.
Karena saat itu belum ada hanphone yang bisa digunakan untuk berkomunikasi. Akhirnya oleh sopir bus, kami diturunkan di depan Masjid Agung Pondok Tinggi, jelang waktu shalat subuh.
Setelah selesai Shalat Subuh di masjid, salah seorang ibu-ibu jamaah masjid menyapa kami. Setelah memperkenalkan diri, oleh ibu tersebut kami dibawa singgah ke rumah beliau, yang berada tepat di depan Masjid Agung itu.
Setelah kami menyampaikan maksud dan tujuan kami datang ke Sungai Penuh, serta menyebutkan nama bapak yang ingin kami temui. Ibu tersebut menelpon Bapak Hasyimi, dan tak lama kemudian datanglah beliau bersama Ketua Aisyiyah Hj. Mislasmi Nasirwan, kemudian membawa kami ke rumahnya dekat Masjid Raya Kota Sungai Penuh.
Setelah berkenalan dan sedikit bercerita dengan Pak Hasyimi, beliau menyebut, dia juga alumni Kauman Muhammadiyah Padang Panjang.
Kami merasa sangat senang sekali, berjumpa dan disambut oleh sesama alumni Kauman. Beliau sekolah di Kauman saat masih bernama Sekolah Guru Agama Atas(SGAA) sekitar tahun 1950.
Setelah beristirahat beberapa saat di rumah Pak Hasyimi, siangnya kami diantar ke Panti Asuhan Aisyiyah Sungai Penuh Kerinci di Desa Sumur Anyir. Setiba di panti kami disambut oleh Ketua Panti Asuhan Ibu Hj. Sri Bulkis dan beberapa bu Aisyiyah dan pengurus Panti lainnya yaitu Ibu Hj Nelly Abdullah, Ibu Hj. Syafiah Munir, Ibu Hj. Rabanus Kasim, Ibu Siti Hasanah dan suami beliau Pak Ahmad sebagai pengasuh panti.
Beliau tinggal di panti sebagai pengasuh yang dipercayai, setelah pergantian pengurus panti pasca Musyda Aisyiyah periode 1995-2000.
Kami perhatikan lokasi panti cukup luas, dan bangunan asrama yang cukup memadai untuk menampung anak asuh yang jumlah saat itu lebih kurang 70 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Setelah berkenalan dengan pengurus panti dan anak-anak panti, kami diberitahu di panti baru saja terjadi pergantian pengurus. Maka yang kami butuhkan adalah pengasuh tetap di sini yang bisa menghadapi dan mengurus anak-anak panti, dengan berbagai macam masalah dan problematikanya.
Pengasuh yang sekarang itu, karena yang sudah tua tentu menghadapi anak-anak panti asuhan sangat berat bagi mereka berdua saja.
Kami yang datang jauh-jauh dari Padang Panjang, tentu merasakan beban dan tantangan tersendiri, karena belum punya pengalaman mengurus anak yatim-piatu di panti asuhan.
Walaupun saya sendiri pernah jadi pembina di asrama anak-anak madrasah di Kauman, namun tentu sangat berbeda berhadapan dengan anak panti.
Dengan segala daya dan kemampuan dan pengalaman yang ada, buatlah kegiatan pembinaan pesantren kilat ala panti asuhan selama tiga hari.
Kebetulan saat itu, juga bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Kami ikut Shalat Idul Adha bersama anak panti dan ribuan masyarakat di lapangan merdeka Sungai Penuh. Selesai Shalat Id, kami kembali ke Panti Asuhan.
Sudah menjadi kebiasaan di hari raya Idul Adha, masyarakat banyak datang ke panti mengantar daging kurban. Pada hari kedua di hari Idul Adha itu terjadi kehebohan.
Pengasuh panti marah-marah dan dan kesal, daging yang diberi oleh donatur telah hilang tidak diketahui keberadaannya. Sampai malam hari daging tersebut belum juga diketemukan.
Akhirnya, kami ikut membantu mencarikannya dan menelusuri setiap sudut panti asuhan. Daging tersebut berhasil kami temukan di loteng mushalla, yang berada di belakang panti asuhan. Setelah sebelumnya mencium aroma daging yang mulai berbau.
Beruntung, anak-anak yang melakukan perbuatan tersebut dapat segera diketahui dan menanyakan kepada mereka, kenapa mereka melakukan perbuatan tersebut?
“Pada hari raya kurban sebelum-sebelum ini, kami selalu diberi daging oleh pengurus panti untuk kami antarkan pada mak di dusun, karena hari raya sekarang ini tidak ada yang diberi, maka kami sepakat mencuri sebagian daging yang ada dalam karung itu, dan sembunyikan di atas loteng mushalla tersebut dan selanjutnya kami antar ke dusun,“ jawab mereka.
Kejadian tersebut menjadi pemikiran bagi saya pribadi, mungkin ini salah satu alasan, mengapa pengurus panti dan PDA merasa sangat membutuhkan, adanya pengasuh untuk mendampingi Buk Siti Hasanah dan suami di Panti Asuhan ini.
Kepada kami diminta, agar salah satu diantara kami bersedia tinggal dulu di Panti Asuhan Kerinci ini. Akhirnya, saya menyetujui untuk tinggal di sini sementara, dan teman saya yang berdua kembali ke Padang Panjang.
Inilah awal kisah saya hijrah dan akhirnya menetap di Kota Sungai Penuh–Kerinci sampai sekarang, dan hampir separoh dari usia, sudah saya habiskan bersama anak-yatim, piatu dan yatim-piatu dan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu di Panti Asuhan Putra Aisyiyah Sungai Penuh-Kerinci ini.
Hijrah dari AUM pendidikan menuju AUM Kesejahteraan Sosial. Amanat penting yang tetap tertanam dalam diri ini adalah, kerja di AUM ataupun bukan AUM, Muhmmadiyah tidak boleh dilupakan dan ditinggalkan. Harus tetap diperjuangkan.
Berjuanglah di Muhamamdiyah sesuai dengan kemampuan dan kesempatan. Kemampuan dan kesempatan itu harus diwujudkan. Inilah yang dinamakan jihad. Berjihad dengan harta, jiwa dan raga.
Tidak ada berjihad di Muhammadiyah hanya bermodal ota dan cerita saja. Tetapi banyak bicara, juga banyak kerja (amal).
Semoga Allah selalu memberikan inayah dan ridha-Nya untuk saya dan Kkeluarga, dalam membesarkan Amal Usaha Muhamadiyah ini . Aamin.***
0 Komentar