Tetap Berkehidupan Setelah Galodo

Oleh Ramdalel Bagindo Ibrahim

Penggiat Kebijakan Publik/Tokoh Masyarakat Tanah Datar



OPINI, kiprahkita.com - Tentunya kita amat sedih, setelah galodo itu menghondoh nagari. Tak ada yang pernah menduga, apalagi berharap, ini semua terjadi. Lalu, kita pun tafakur atas kehendak-Nya ini.


Setelah itu terjadi, apakah harapan masih ada? Ya, begitulah sejatinya. Kisah duka berlalu, kemudian perjuangan selanjutnya kita mulai.


Pada hamparan sawah atau juga ladang yang tertimbun pasir, apalagi batu itu, kita berharap ada juga peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan (baca; garapan sementara pengganti), untuk menjadikan pasir dan batu sebagai mata pencaharian ter(paksa) baru bagi masyarakat terdampak.


Atau untuk sesuatu yang membutuhkan rekayasa alam juga, kenapa juga tidak. Kondisional itupun kita kemas menjadi objek wisata sosial (baca; bdencana dalam makna alamnya. Silahkan!!!


Apakah itu mungkin ?

Apakah itu dapat dilakukan?

Apakah masyarakat berkenan?


Inilah tantangan yang sedapatnya dijawab oleh pihak-pihak terkait, dalam rangka menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat terdampak, dari sisi kekiniannya.

Batu-batu besar usai galodo melanda.(kominfo tnd)

Berkehidupan dalam (setelah) galodo; maksudnya adalah kasiek, pasir yang dihanyutkan dari puncak Gunung Marapi yang sudah terkenal berkualitas tinggi, bisa menjadi pitih (uang sebagai salah sau sumber penhidupan), dan bebatuannya dijual untuk mendapatkan uang pembeli emas atau apapun yang dapat menopang kehidupan menuju ke arah yang lebih baik. 


Di luar itu, apa yang sedang dan akan dilakukan pemerintah daerah, untuk mengembalikan kondisional itu ke bentuk-bentuk sebelumnya, juga patut kita apresiasi. 


Namun, sekali lagi, apa dan mengapa masyarakat, sementara menunggu kegiatan dari harapan yang baru ini. Semoga.***

Posting Komentar

0 Komentar