Oleh Dr. Suhardin, M.Pd
Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
OPINI, kiprahkita.com - Tidak ada makhluk hidup yang diciptakan Allah SWT di atas dunia ini yang tidak mendambakan keturunan.
Tumbuh-tumbuhan ingin berkembang biak, dimulai dengan berbunga, berputik, berbuah dan beranak pinak. Hewan, bertemu dengan lawan jenis, melakukan hubungan reproduksi, hamil, dan beranak pinak.
Manusia memiliki keadaban yang anggun dan bernilai tinggi. Diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki rasa suka, sayang dan cinta, sehingga dengan saling memuliakan, saling menghormati dan saling menghargai.
Lalu, berusaha untuk melangsungkan pernikahan dan perkawinan yang dipayungi oleh tata aturan hukum agama, bernegara dan adat istiadat.
Jenjang perkawinan dan pernikahan itu, melahirkan keturunan untuk melanjutkan segala prestasi yang diukir oleh anak manusia secara terus menerus, sehingga menggapai peradaban yang lebih baik, dari generasi ke generasi berikutnya.
Anak yang telah dilahirkan oleh manusia, disayangi dengan sepenuh hati, diurus dengan sebaik mungkin, dipenuhi kebutuhannya, disediakan permintaannya, diajak bermain, dididik dengan sempurna, dikembangkan segala potensi kemanusiaanya, dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Kerja keras orang tua yang sedemikian rupa, malah anak sering menjadi musuh bagi orang tuanya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٤
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ ١٥
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, menyantuni, dan mengampuni (mereka), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar. {Qs. At-Taqabun (64):(14-15)}
Musuh dalam pengertian, terkadang anak dan istri menjerumuskan suami atau bapaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama.
Tidak sedikit kasus korupsi yang terjadi oleh para pejabat negara dan pejabat perusahaan-perusaaan besar, disebabkan untuk memenuhi tuntutan anak-anak dan istri.
Anak terlibat dalam manajemen perusahaan dan negara, ikut dalam mengatur lelang dan tender, ikut dalam proyek yang bertujuan meraup keuntungan dengan prestasi yang minim.
Banyak kebangkrutan perusahaan bahkan kehancuran Negara, daulah, disebabkan pejabat terlibat dalam nepotisme, kebijakan yang memberikan fasilitas besar kepada keluarga, kebijakan yang memberikan pemihakan kepada kepentingan keluarga.
Demikian juga halnya pejabatan negara, berusaha dengan kewenangan yang dimiliki memberikan fasilitas kepada anggota keluarga ikut bermain dalam berbagai urusan negara, penentuan personil pejabat di lingkungan instansi tertentu, pengerjaan proyek negara oleh anggota keluarga dan perusahaan keluarga.
Cinta, sayang dan perhatian yang terlalu tinggi kepada istri dan anak, membuat seseorang lupa, bahwa kita lagi mengemban amanah yang besar dan akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Allah SWT.
Sehingga pada akhirnya masalah menerpa dan menerjang, kita juga terjungkal dari kursi kekuasaan tersebut, akibat ulah dan perilaku kita bersama istri dan anak.
Anak dan istri yang disayang secara lahiriyah, tetapi secara hakikiyah mereka memusuhi kita, merekalah yang mencopot jabatan dan kedudukan yang tengah kita emban.
Dalam surat yang sama ayat 15 dinyatakan bahwa harta dan anak adalah cobaan atau ujian bagi manusia.
Akar masalahnya ada pada manusia yang tengah menjadi bapak, menjadi suami, mampukah sang suami mengelola, mengendalikan dan mendidik anak dan istrinya menjadi yang lebih baik, menjadi teman, menjadi perhiasan, menjadi kader sejati melangsungkan ideologi, keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ ١٥
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar” {Qs. At-Tagabun (64):(15)}
Kebanggaan bagi seorang manusia pastilah anak dan harta. Harta lambang terhadap prestasi dan kesuksesan yang sudah diraih dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Atas prestasi berusaha, mampu memperoleh harta benda yang banyak, atas prestasi dalam berkarier memperoleh sejumlah harta benda dan beberapa penghargaan lainnya.
Anak bagian dari kebanggan orang tua dalam prestasi dan kariernya, tetapi banyak yang juga kurang sukses dalam berusah dan berkarier tetap bangga dengan anak yang dimilikinya. Anak melampau kebanggaan orang tua dibandingkan dengan harta benda.
Dalam pertemuan dan perjumpaan dengan teman dan saudara, seseorang pasti yang ditanyakan oleh temannya tentang anak.
Berapa anakmu? Dimana anakmu? Dimana sekolah anakmu? Sudah bekerja dimanakah anakmu? Prestasi anak berkontribusi positif terhadap prestasi keluarga, keluarga akan terangkat dengan raihan prestasi anak.
Orang tua akan sendirinya terangkat dengan prestasi anaknya. Anak memiliki peran yang luar biasa dalam menaikkan dan juga menurunkan harkat dan martabat keluarga, orang tua di tengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا ٤٦
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Di antara contoh amal kebajikan yang abadi pahalanya adalah melaksanakan rukun Islam dengan benar dan membaca tasbih, tahmid, dan zikir-zikir lainnya. {Al-Kahfi (18):(46)}
Allah mengingatkan manusia bahwa jangan terlena dengan anak, dan juga jangan berbangga dengan anak, malah kebanggaan terhadap anak, dapat membuat seseorang tidak disukai oleh orang lain, terlalu banyak menceritakan anak, membuat orang lain senang dipermukaan tetapi dongkol di dalam hatinya.
Perlu diperhatikan adalah investasi kebajikan secara terus menerus terhadap alam, lingkungan, sosial dan kemanusiaan, sehingga kebaikan itu dapat memberikan kekuatan diri untuk selalu siap sedia menghadap Allah SWT.
Menghindari anak dari musuh dan fitnah kehidupan dunia, perlu dilakukan dengan pendidikan keluarga yang kuat dan matang. Keluarga yang kuat, memiliki ketahanan dalam mengarungi kehidupan, sosial, pendidikan, dan ekonomi. Keluarga yang matang, tidak tergoyahkan dengan godaan kehidupan, terutama gaya hidup materialis dan hedonis.
Langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan pembinaan dan pendidikan anak dalam keluarga digambarkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman 12-19:
Secara umum Allah SWT menggariskan bahwa pendekatan pendidikan yang diberikan kepada anak dengan tahapan, pertama, ketauhidan, memberikan treatment kesyukuran terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada personal kita, dan kepada manusia secara umum.
Kesyukuran tersebut pada efeknya terhadap diri kita sendiri, demikian sebaliknya, kekufuran tersebut tidak sedikitpun merugikan Allah SWT, karena Allah SWT adalah maha kaya dan maha terpuji.
Kedua, menghindari anak dari perilaku dan kebiasaan syirik kepada Allah SWT, karena kemusyrikan tersebut adalah perbuatan yang sangat zhalim, menganiaya diri sendiri dan perbuatan yang sesat dan menyesatkan.
Ketiga, menumbuhkan empati, simpati, hormat dan patuh kepada orang tua, dengan argumentasi faktual, bahwa orang tua, ibu adalah manusia yang sudah memikul beban penderitaan reproduksi anak manusia dengan menahan beban hamil berat dan bertambah berat, ditambah dengan menyusui anak selama dua tahun, maka kesyukuran terhadap Allah SWT di sejajarkan dengan berterima kasih kepada orang tua.
Membiasakan anak tidak durhaka sangat berat, tetapi dengan pembiasaan, disiplin dan dialogis orang tua dan anak, dan berdoa kepada Allah SWT, insya Allah hati anak jadi lunak, tetapi harus terlebih dahulu melunakkan hati kedua orang tuanya, sehingga orang tua dan anak saling mengasihi, saling menyangi dan saling menghormati.
Ketiga, perilaku ihsanan yang perlu dibangun pada jiwa anak.
يٰبُنَيَّ اِنَّهَآ اِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْرٌ ١٦
(Luqman berkata,) “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu, di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan menghadirkannya (untuk diberi balasan). Sesungguhnya Allah Maha Lembut599) lagi Maha Teliti. 599) Allah Maha Lembut artinya ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, betapapun kecilnya. {Qs. Luqman (31):(16)}
Perilaku ihsanan memberikan pemahaman dan penghayatan bahwa apa yang dilakukan niscaya dalam pantauan dan perlindungan Allah.
Perbuatan yang dilakukan dipertanggungjawabkan, Allah SWT akan membalasi perbuatan anak manusia tersebut. ketauhidan dan ketauladanan orang tua akan membangun karakter muhsinin pada anak; anak memiliki kepercayaan yang kuat akan eksistensi dan kekuasaan Allah, simpati dan ketauladanan orang tua memberikan modeling dan figur sejati anak, sehingga anak menjadikan orang tua reffrence untuk menghadapi permasalahan kehidupan sosial, budaya, lingkungan dan kemanusiaan.
Keempat, membiasakan ubudiyah, shalat dan berbuat baik serta melarang berbuat munkar. Shalat sesuatu kewajiban azazi bagi personal anak manusia, tidak bisa ditawar, dimanapun dan kapanpun di muka bumi Allah SWT ini.
Shalat bukan hanya ritualistik yang dilakukan oleh anak manusia dengan rukun tertentu, tetapi memiliki implikasi sosial, budaya, lingkungan, dan kemanusiaan, dalam bentuk tugas mulia menyebarkan kebajikan dimanapun dan kapanpun.
Memastikan kebajikan tersebut menjadi kebiasaan yang sudah terpola dalam kehidupan sosial, budaya, lingkungan, dan kemanusiaan. Memastikan juga tidak ada kebathilan, kemungkaran, kezaliman yang menggerogoti hidup dan kehidupan anak manusia dalam berkehidupan sosial, budaya, lingkungan, dan kemanusiaan.
Seorang personal anak manusia harus aktif, interaktif, waspada, dan selalu berjaga untuk memastikan tegaknya kebaikan (ma’ruf) dan mengenyahkan kemungkaran.
Kelima, bersabar, menciptakan kondisi ini tidak bisa dengan radikal, revolusioner, kekerasan dan peperangan, tetapi dengan tahapan-tahapan yang jelas, gradually, progresive, bertahap, sehingga tercipta conditioning yang permanen, menjadi sebuah tradisi, budaya, adat, dan peradaban.
Semua itu atas pertolongan Allah SWT, bukan karena kehebatan dan keunggulan anak manusia yang telah berusaha.
Keenam, membangun sifat, sikap dan perilaku yang di redhoi Allah SWT. Sifat yang terbangun adalah sifat yang halus, santun dan penuh hormat kepada sesama makhluk Allah SWT.
Tidak boleh berjalan dengan sombong, membanggakan diri, membanggakan keturunan, membanggakan kebangsaan, tetapi semua adalah ciptaaan Allah SWT.
Berkomunikasi dengan komunikasi sejajar, tidak komunikasi atas bawah dengan kosa kata perintah, tetapi komunikasi yang seimbang (equality), tidak juga dengan komunikasi memelas, meminta, mengharap, memohon.
Allah sangat mengecam orang-orang yang berkomunikasi dengan sesama hamba-Nya dengan suara kasar dan membentak, menggetarkan jantung, memakakkan telinga, menimbulkan aroma yang tidak sedap.
Inilah karakter seorang hamba Allah, anak manusia yang mewujudkan peradaban bangsa, negara dan mewariskannya secara turun temurun.
Generasi yang menjadikan alam ini rahmat untuk sekalian, bukan menguras dengan rakus, tamak dan dzalim sehingga menjadi sumber bencana.
Generasi Islami, yang siap untuk memenuhi perintah Allah SWT dan perintah orang tuanya sekalipun itu resiko jiwa dan raganya. Seperti dijelaskan Allah SWT dalam surat As-Saffat: 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ١٠٢
“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”{As-Saffat (37):(102)}
Anak yang telah bermetamorfosis menjadi shobirin, niscaya mendapatkan panggilan Allah, mendapatkan balasan Allah, tebusan Allah, dunia dan akhirat.
Islamil yang telah diwisuda menjadi generasi shobirin, diluluskan Allah SWT dengan predikat yang sangat tinggi, langsung dipanggil oleh Allah SWT dan diganti oleh Allah dengan kenikmatan yang luar biasa.
Kesuksesan orang tua dalam mendidik, membina, dan menjalankan enam langkah yang digariskan Allah SWT, akan mendapatkan generasi Islamail, memperoleh predikat shobirin, niscaya dibayar Allah SWT dengan nikmat yang sangat besar dalam kehidupan dunia, dan dibalasi di akhirat.
Nikmat kehidupan dunia diperoleh dalam bentuk dihadirkan Allah SWT kehidupan sorga dalam rumah tangga. Inilah menjadi harapan semua kita dalam denyut nafas dan doa:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا ٧٤
“Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. {Al-Furqan (25):(74).***
0 Komentar