Tersiar kabar rencana pemerintah untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi, khususnya Pertalite, dijadwalkan mulai berlaku pada 1 September 2024.
![]() |
pertamina.com |
JAKARTA, kiprahkita.com — Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengkritik kebijakan pemerintah yang berencana membatasi penjualan BBM bersubsidi hanya melalui Peraturan Menteri (Permen).
Ia menilai, langkah ini berpotensi menimbulkan masalah hukum di masa depan, mengingat aturan sebelumnya diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).
"Kebijakan pengaturan harga jual BBM bersubsidi seharusnya merupakan wewenang Presiden, bukan menteri. Menteri hanya menjalankan kebijakan yang dibuat oleh Presiden, bukan membuat norma baru dalam urusan strategis," tegas Mulyanto dikutip dari dpr.go.id, Kamis (29/8).
Mulyanto merujuk pada Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang saat ini masih berlaku.
Ia meminta Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, untuk lebih memperhatikan aspek hukum dalam pembatasan penjualan BBM bersubsidi agar tidak menciptakan masalah di kemudian hari.
Mulyanto mendesak pemerintah untuk memperjelas aturan tersebut, sebelum menetapkan kapan kebijakan pembatasan distribusi Pertalite akan diberlakukan. Ia menekankan pentingnya mematangkan regulasi ini agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat, terutama di media sosial.
Selain itu, Mulyanto meminta pemerintah melibatkan publik dalam menetapkan kriteria kendaraan yang berhak atau tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi. Dengan demikian, masyarakat dapat mempersiapkan diri sejak awal.
Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Kadir Karding, meminta pemerintah untuk melakukan persiapan yang matang dan memberikan sosialisasi yang gencar kepada masyarakat agar kebijakan ini berjalan efektif.
"Implementasi kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menyulitkan masyarakat yang benar-benar membutuhkan Pertalite. Pastikan kebijakan tersebut tepat sasaran dan tidak merugikan rakyat," ujarnya.
Menurut Karding, kebijakan ini berpotensi menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat jika pemerintah tidak memberikan penjelasan yang lengkap dan jelas. Ia menekankan pentingnya adanya mekanisme yang transparan untuk mengidentifikasi dan membantu kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi, sehingga mereka tetap dapat memanfaatkan Pertalite.
Pemerintah memutuskan untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi, karena ditemukan banyak pengguna dari kalangan menengah ke atas yang memanfaatkan subsidi tersebut, sehingga tidak efektif menjangkau masyarakat yang seharusnya mendapatkannya.
Namun, Karding berharap pemerintah memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat untuk menghindari kontroversi.
"Pastikan dampak kebijakan ini tidak merugikan kelompok yang paling rentan. Proses ini harus dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi agar kebijakan ini tidak hanya diterima tetapi juga dipahami dan diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat," tegasnya.(parlementaria)
0 Komentar