Pembangunan 9 Sabo Dam di Sumatera Barat: Upaya Strategis Mengatasi Risiko Galodo

Pembangunan 9 Sabo Dam di Sumatera Barat: Upaya Strategis Mengatasi Risiko Galodo

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Awal Mei 2025, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, mengunjungi Nagari Sungai Jambu, Kecamatan Pariangan, Tanah Datar, untuk meninjau rencana pembangunan Sabo Dam.

Dalam kunjungannya, beliau mengungkapkan bahwa pemerintah pusat akan membangun 9 unit Sabo Dam di Kabupaten Tanah Datar dan Agam dengan total anggaran sebesar Rp225 miliar. Setiap unit Sabo Dam diperkirakan memerlukan biaya sekitar Rp25 miliar.

Pembangunan ini bertujuan untuk mengurangi risiko bencana galodo (longsor material vulkanik) yang sering terjadi akibat aktivitas Gunung Marapi yang masih aktif.


Pentingnya Sabo Dam di Wilayah Rawan Bencana

Sumatera Barat, khususnya daerah sekitar Gunung Marapi, merupakan wilayah yang rawan bencana galodo. Galodo dapat terjadi ketika hujan lebat mengguyur daerah yang memiliki lereng curam, membawa material vulkanik seperti batu, pasir, dan lumpur dari puncak gunung ke lembah. Bencana ini sering menyebabkan kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, bahkan korban jiwa.

Sabo Dam adalah struktur rekayasa teknik yang dirancang khusus untuk menahan dan mengalihkan material longsoran tersebut sebelum mencapai pemukiman atau area vital lainnya. Dengan membangun Sabo Dam, pemerintah berharap dapat melindungi masyarakat dari dampak bencana galodo dan memperkuat ketahanan daerah terhadap bencana alam.

Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah

Bupati Tanah Datar, Eka Putra, menyambut baik rencana pembangunan Sabo Dam ini. Beliau menyatakan bahwa dari lebih 40 titik yang membutuhkan Sabo Dam di wilayah Tanah Datar, tahun 2025 telah disetujui untuk dibangun 6 unit Sabo Dam. Selain itu, 3 unit Sabo Dam juga akan dibangun di Kabupaten Agam. Kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah ini menunjukkan komitmen bersama dalam mengurangi risiko bencana dan melindungi masyarakat.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meskipun pembangunan Sabo Dam merupakan langkah positif, tantangan tetap ada. Proses pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan budaya setempat agar tidak menimbulkan masalah baru. Selain itu, diperlukan pula upaya mitigasi bencana lainnya, seperti edukasi kepada masyarakat, pembangunan infrastruktur pendukung, dan sistem peringatan dini.

Dengan adanya Sabo Dam, diharapkan masyarakat Sumatera Barat dapat lebih tenang dan siap menghadapi potensi bencana galodo di masa depan. Pembangunan ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal keselamatan dan kesejahteraan rakyat.

Pembangunan Sabo Dam di Sumatera Barat merupakan contoh konkret dari upaya pemerintah dalam menghadapi tantangan alam dengan pendekatan yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Semoga langkah ini dapat menjadi model bagi daerah lain yang memiliki potensi risiko bencana serupa.

Asal Mula Sabo 

Sabo berasal dari bahasa Jepang, yang berarti pengendalian sedimen. Dalam konteks teknik sipil dan mitigasi bencana, Sabo Dam adalah bangunan penahan yang dibangun di aliran sungai, lereng gunung, atau kaki gunung berapi untuk menahan, mengalihkan, atau memperlambat aliran material longsoran, seperti batu, pasir, dan lumpur yang terbawa air hujan—terutama dari gunung berapi seperti Galodo di Sumatera Barat.

Fungsinya antara lain:

1. Mencegah banjir bandang atau lahar dingin masuk ke permukiman.

2. Menahan material vulkanik agar tidak langsung mengalir deras ke hilir.

3. Mengurangi kecepatan dan daya rusak arus air yang membawa sedimen.

Gunung Marapi di Sumatera Barat adalah gunung api aktif dengan lereng yang curam dan rawan longsor, banjir lahar hujan, serta aliran material vulkanik saat erupsi.

Berikut adalah ide pemasangan sabo yang cocok untuk lereng Gunung Marapi:

1. Sabo Dam Bertingkat di Hulu Sungai Lahar

Tujuan: Menangkap material vulkanik (abu, pasir, batu) sebelum masuk ke permukiman.

Desain: Sistem sabo bertingkat mengikuti aliran sungai (check dam series) dengan jarak antar dam yang dihitung berdasar gradien dan volume sedimen.

Material: Beton bertulang, dilengkapi dengan struktur limpasan yang terkontrol.

2. Sabo Dam Bervegetasi (Bio-Sabo)

Tujuan: Mengurangi erosi lereng dan memperkuat kestabilan tanah.

Desain: Gabungan sabo kecil dan vegetasi seperti vetiver, bambu, dan pohon lokal dengan akar dalam.

Manfaat Tambahan: Mengurangi kecepatan air, memperbaiki mikroklimat lokal.

3. Sabo Filter Dam

Tujuan: Menyaring material kasar dan memperlambat aliran sedimen di sungai yang menuju pemukiman seperti di Agam atau Tanah Datar.

Desain: Struktur sabo dengan pori-pori besar (filter dam) untuk menangkap batu dan pasir kasar, namun membiarkan air dan abu halus lewat.

4. Early Warning-Integrated Sabo System

Tujuan: Mendeteksi potensi aliran lahar hujan pasca-erupsi.

Desain: Sabo dengan sensor getaran dan debit air yang terhubung ke sistem peringatan dini berbasis SMS atau sirene ke warga sekitar.

5. Sabo Darurat dan Mobile (Sabo Portabel)

Tujuan: Digunakan saat terjadi peningkatan aktivitas vulkanik.

Desain: Karung pasir berlapis geo-bag atau kawat bronjong yang bisa dipasang cepat di jalur aliran lahar.

Pemasangan sabo ini idealnya dilakukan di jalur-jalur aliran lahar yang sudah terpetakan, seperti di Sungai Batang Katiak atau Sungai Batang Agam.

Pembangunan Sabo Dam di lereng Gunung Merapi akan dimulai pada tahun 2025 oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V) Padang. Rencana awal mencakup pembangunan 56 unit Sabo Dam di 12 sungai utama yang berhulu di Gunung Marapi. Dari jumlah tersebut, 48 unit direncanakan akan dibangun sesuai dengan Detail Engineering Design (DED) yang telah disiapkan. Proyek ini akan dilaksanakan melalui kontrak multiyears dan melibatkan kerja sama teknologi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) . (Yus/*)

Posting Komentar

0 Komentar