Penguasaan Sumber Daya Alam

 


Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd

(Sekretaris LPLH dan SDA MUI Pusat)

OPINI, kiprahkita.com - Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di bangku sekolah, dikenal bahwa sumber daya alam segala yang berasal dari alam yang digunakan untuk manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Ternyata setelah dipahami defenisi yang demikian itu sangat antroposentrism, sentralisasi kehidupan pada manusia, padahal makluk ciptaan Allah SWT sangat ekologis, dimana masing-masing jenis makluk saling keterkaitan dalam keseimbangan hidup (equilibrium). 

Manusia semenjak dahulu sudah merasakan kebutuhan dirinya sangat kompleks, sehingga satu dengan lainnya saling berlomba untuk mendapatkan sumber daya, dalam rangka melanggengkan kehidupan diri, keluarga dan turunan. 

Di tengah masyarakat dikenal dengan kekayaan tujuh turunan, sehingga menyesallah orang yang menjadi turunan kedelapan, tidak mendapatkan pembagian kekayaan yang memuaskan lagi. 

Kekayaan ada pada penguasaan sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang unggul akan dapat lebih kompetitive dalam kehidupan, sehingga dirinya establish dan existing. 

Demikian juga orang yang menguasai sumber daya kapital, akan sangat kuat dalam berhadapan dengan manusia yang lain. 

Sumber daya kapital dapat dikuasai dengan menguasai sumber daya alam, yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia. 

Sumber daya alam yang dipelajari dalam pembelajaran Pengetahuan Alam; sumber daya alam yang dapat diperbaharui, air, hutan dan energi surya. 

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mineral dan bahan bakar fosil. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, akan mengalami pemulihan, recovery baik secara alamiah maupun intervensi dengan jalan rehabilitasi, reboisasi dan konservasi. 

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, harus dilakukan eksploitasi dengan memperhitungkan keberlangsungan dan melakukan pemulihan kembali restorasi, sehingga tidak merusak keseimbangan alam. 

Sumber daya alam dikuasai oleh negara, sebagaimana tertuang dalam pasal 33 UUD 45 ayat 3 berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.  

Penguasaan terhadap sumber daya alam ada pada negara yang dieksekusi oleh pemerintah yang sah, dengan melakukan proses regulasi, administrasi, tatakelola dan pengawasan sehingga eksploitasi sumber daya alam dipastikan tidak mencederai alam yang dimuliakan sebagai makluk ciptaan Allah SWT yang sangat seimbang (equilibrium) dan beraneka ragam (biodiversity). 

Manusia yang melekat sifat rakus dan tamak, senantiasa melakukan sesuatu itu berbasis pada nafsu dan keserakahan, sehingga kurang hirau, tanggap dan peduli dengan keseimbangan dan keberlangsungan (sustainable) alam.

Mereka lebih berorientasi kepada keuntungan (provide oriented), sehingga mengakibatkan alam rusak parah, bekas pertambangan dibiarkan terlantar, sehingga menjadi lubang-lubang besar yang menganga.

Situasi demikian bisa menyebabkan terjadinya bencana, longsor, erosi, banjir, dan kerusakan ekosistem yang sangat signifikan terhadap permasalahan lain dalam kehidupan, kehancuran keanekaragaman hayati (biodiversity).

Kehancuran mata rantai kehidupan (food chain and life chain), semuanya bermuara kepada pemanasan global (global warming) yang dirasakan dalam bentuk anomaly cuaca, cuaca extreme, topan, badai, halilintar, angin puting beliuang. 

Perubahan iklim dan cuaca extreme jelas berakibat kepada kehidupan manusia dan gerakan ekonomi masyarakat, masyarakat nelayan yang melaut berbasis pada musim dan perputaran bulan, sekarang tidak dapat pedoman lagi, karena musim tidak jelas. 

Demikian juga petani yang bertanam berbasis pada musim dan penanggalan hijriyah, tidak berlaku lagi karena tanahnya mengalami fuso, hama tikus dan hama werang berjangkit karena biodiversity sudah mengalami penipisan, dan pemutusan  mata rantai kehidupan makluk ciptaan Allah SWT. 

Sekarang dibutuhkan sebuah komunitas sosial yang berani melakukan ketauladanan dalam menggarap sumber daya alam yang berorientasi untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. Dimana nafas pasal 33 yang menyatakan bahwa bumi air dan segala isinya dikuasai oleh Negara dan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. 

Negara hadir sebagai regulator, administrator kepada kelompok masayrakat yang memiliki kepedulian untuk mensejahterakan rakyat. 

Rakyat yang selama ini mengalami penderitaan dari para juragan penguasa sumber daya alam, rakus dengan lahan, rakus dengan sumber air, rakus dengan energi, memanfaatkan tangan-tangan aparatur yang tuna moral dan rakus dengan cuan.

Itu harus direstorasi dengan pendekatan penguasaan sumber daya alam yang berorientasi kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia, dengan melakukan pendekatan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan. 

Selamat dan bravo terhadap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang sudah berani mengambil resiko untuk menerima tantangan dari pemerintah berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Tetapi yang mungkin perlu dicermati dan dianalisis terkait dengan peluang energi terbarukan sekarang yang tengah digalakkan dan digadang-gadangkan oleh multinasional. 

Jangan sampai nanti ormas lagi panen hasil tambang, tetapi menjadi musuh bersama oleh masyarakat internasional.***

Posting Komentar

0 Komentar