JAKARTA, kiprahkita.com - Ritual Mandi Khatulistiwa, telah lama menjadi momen yang sakral dan penuh makna, bagi prajurit Angkatan Laut di seluruh dunia, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL).
Setiap kali kapal melintasi titik nol derajat khatulistiwa, tradisi ini dijalani dengan penuh khidmat, menandai penghormatan kepada lautan dan memberikan pengakuan kehormatan kepada setiap prajurit yang berlayar.
Pada 2024, tradisi ini kembali dilakukan oleh para Kadet ASEAN Plus Cadet Sail (APCS24) dari berbagai negara di atas Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bima Suci.
Saat kapal melintasi garis khatulistiwa, prosesi mandi khatulistiwa ini bukan hanya menjadi simbol penghormatan kepada lautan, tetapi juga menjadi penanda bahwa para prajurit telah resmi menjadi warga kehormatan di kapal latih selama pelayaran.
Letkol Laut (P) Hastaria Dwi Prakoso, Komandan KRI Bima Suci, menegaskan, ritual mandi khatulistiwa adalah tradisi yang harus dilaksanakan oleh setiap taruna dan personel TNI AL, saat kapal melintasi garis khatulistiwa.
"Tradisi ini bukan hanya milik pelaut Indonesia, tetapi juga dijalani oleh pelaut di seluruh dunia. Ini adalah bagian dari warisan pelaut yang menghormati lautan," kata Komandan Hastaria pada Jumat (9/8/2024), saat KRI Bima Suci sedang berlayar menuju Singapura.
Ritual mandi khatulistiwa di KRI Bima Suci bukan sekadar prosesi biasa. Upacara ini dianggap sebagai prosesi sakral yang telah diwariskan oleh para pendahulu TNI AL dan terus dilestarikan hingga kini.
Dalam prosesi ini, personel KRI Bima Suci berperan sebagai Dewa Neptunus, sang penguasa samudera raya, bersama dengan Dewi Amfirite, permaisuri samudera, dan Kapten Davy Jones, yang bersama-sama memandikan para kadet dengan air laut yang dialirkan melalui selang.
Tidak hanya itu, para Kadet APCS24 juga menjalani prosesi pembaptisan yang menambah kekhidmatan momen ini.
Mereka meminum jamu khusus, menerima sertifikat, dan diberikan nama baptis samudera yang diambil dari nama-nama rasi bintang. Hal ini menjadikan momen ini semakin berkesan dan sarat akan makna spiritual.
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali, sebelumnya menyatakan, partisipasi TNI AL dalam pelayaran muhibah diplomasi adalah bagian dari upaya menciptakan persahabatan, dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia.
"Para prajurit yang terlibat harus merasa bangga karena mereka dipercaya untuk mewakili bangsa dalam tugas yang mulia ini," ujarnya, dikutip dari laman infopublik.id, Sabtu (10/8).
Ritual Mandi Khatulistiwa bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi simbol kehormatan dan kebanggaan bagi para prajurit.
Tradisi ini menunjukkan komitmen TNI AL dalam menjaga warisan maritim yang kuat, sekaligus memastikan bahwa tradisi ini terus dikenang dan dilanjutkan oleh generasi pelaut di seluruh dunia.
Dengan menghormati lautan melalui ritual ini, para prajurit tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di masa depan, selalu dengan sikap hormat dan penghargaan terhadap lautan yang mereka layari.(infopublik/mus)
0 Komentar