Sekolah dan Dapur

  • Oleh Dr. Suhardin, M.Pd. 
  • Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta

OPINI, kiprahkita.com - Akhir-akhir ini banyak sekali kasus yang ditangani sekolah, mulai dari kasus; pelecehan seksual, pembulian, film porno, judi online, game online, narkoba dan tawuran antar pelajar. 

Permasalahan ini tidaklah sepihak menyalahkan sekolah, tidak juga dinas setempat. 

Berbagai kebijakan sudah dilakukan, mulai dari pelibatan Satpol Pamong Praja yang merazia siswa yang berbaju seragam sekolah berkeliaran di jam sekolah. 

Malah Prof. Dr. Muhadjir Efendi, MAP sewaktu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pernah melakukan blusukan ke jalanan di salah satu kota, menemui beberapa siswa yang berseragam putih abu-abu, menanyakan mengapa mereka ke jalanan dalam jam sekolah? 

Pada umumnya mereka menjawab bolos dari sekolah, akibat bete (alias tidak betah) belajar lagi di sekolah.

DKI Jakarta menerapkan kebijakan pengurangan dan penambahan TKD (Tunjangan Kinerja Daerah), kepada segenap Pendidik dan Tenaga Kependidikan di satuan pendidikan, berdasarkan kasus dan prestasi sekolah. 

Satuan pendidikan yang berprestasi di tingkat kota, propinsi, nasional dan internasional, segenap sivitas satuan pendidikan mendapatkan keberkahan dengan penambahan TKD-nya. 

Tetapi sebaliknya juga, satuan pendidikan yang memiliki kasus, seperti yang penulis tuangkan di atas, akan diturunkan TKD-nya. 

Dengan demikian segenap sivitas satuan pendidikan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan berusaha untuk menihilisassi kasus dan menggapai prestasi pada satuan pendidikan masing-masing.

Angin segar perubahan datang, dengan terjadinya pergantian kepemimpinan nasional, semoga arah baru kebijakan nasional semakin membaik dan lebih mendekatkan anak bangsa ke gerbang kemajuan. 

Tugas pemerintah, seperti yang digariskan dalam pembukaan konstitusi nasional bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan. 

Pemerintah berusaha menciptakan sebuah sistem pendidikan yang dapat mengantarkan segenap anak bangsa menjadi manusia yang cerdas, baik kecerdasan spiritual, emosional dan intelektualitas. 

Dalam pemilihan Presidien Republik Indonesia tahun 2024, anak bangsa menjatuhkan pilihan pada presiden yang memiliki program praktis dan realistis, memberikan makan siang gratis kepada segenap pelajar, dalam rangka menguatkan gizi anak bangsa, agar terhindar dari busung lapar, dan meningkatkan kecerdasan anak bangsa agar mampu bersaing dengan anak bangsa lain. 

Kita akan dapat membayangkan bagaimana satuan pendidikan di masing-masing tingkatakan pendidikan, baik tingkat dasar, lanjutan, menengah untuk dapat mengembangkan dapur-dapur umum dalam rangka menyelenggarakan program presiden, memberikan makan siang gratis dan bergizi kepada segenap anak bangsa. 

Presiden sangat sayang terhadap rakyatnya, tidak ingin menyaksikan rakyat yang kelaparan, tidak makan, kena gizi buruk dan busung lapar. 

Semoga Bapak Menteri Pendidikan yang nanti akan membantu dan mensukseskan program pemerintah, dapat membuat regulasi untuk pengembangan dapur sekolah, dalam rangka memastikan setiap sekolah memiliki lumbung gizi untuk kesejahteraan anak-anak dan segenap sivitas keluarga satuan pendidikan. 

Dengan terjaminnya makan siang di lingkungan sekolah, sehingga dituntut semua sivitas akademika sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan, komite, masyarakat di sekitar sekolah, berkolaborasi menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, dalam penyelenggaraan pendidikan dan wahana bermain anak yang terbebas dari kekerasan dan pelecehan. 

Sekolah setidaknya diminta untuk kembali mengembangkan full day school (belajar seharian di sekolah) semenjak jam 07.00-16.30 dengan tidak mengorbankan program Madrasah Diniyah. 

Sekolah perlu berkolaborasi dengan Madin, sehingga program Madin juga dapat dikemnbangkan dalam sekolah yang tengah mengembangkan program full day. 

Sekolah mengembangkan kegiatan ekstra kurikuler yang memberikan pengembangan kreatifitas bagi siswa, memberikan pembiasaan adab, sehingga karakter yang didambakan sebagai penguatan personalitas bagi anak-anak dapat diwujudkan secara nyata, bukan retorika dan teoritik dalam seminar dan workshop.***

Posting Komentar

0 Komentar