JAKARTA, kiprahkita.com - Kasus anak 14 tahun yang diduga mengalami gangguan jiwa, dan terlibat dalam peristiwa tragis terus menarik perhatian publik.
Dalam pernyataannya, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung pada 30 November menyebut anak tersebut mengaku mendengar bisikan-bisikan gaib dan kesulitan tidur.
Namun, Kasie Humas Polres Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi menyampaikan keterangan keluarga, yang menyebut tidak ada riwayat gangguan jiwa pada anak tersebut.
Jasra Putra, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyoroti pentingnya menganalisis penyebab dan konteks dari pernyataan yang bertentangan tersebut.
Menurutnya, gangguan psikologis yang dialami anak dapat dipicu oleh tekanan keluarga, peristiwa traumatik, hingga kurangnya perhatian khusus terhadap kebutuhan kejiwaan.
“Kondisi anak yang mengaku mendengar bisikan gaib menunjukkan kemungkinan adanya gangguan komunikasi akut, bahkan skizofrenia. Anak ini perlu layanan kesehatan jiwa intensif, termasuk dukungan keluarga yang berkelanjutan,” ujar Jasra.
Menurutnya, gangguan psikologis yang dialami anak-anak sering kali memperburuk situasi keluarga.
“Keluarga menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka ingin melindungi anak, tetapi di sisi lain, mereka kewalahan dalam memenuhi kebutuhan khusus anak,” tambahnya.
Jasra juga menyoroti biaya pengobatan kesehatan jiwa yang tinggi, yang sering kali tidak terjangkau oleh masyarakat.
Anak yang mengalami gangguan seperti ini juga rentan terhadap ancaman lain, seperti kejahatan dunia digital.
Salah satu kasus yang diungkap adalah ancaman dari pelaku digital, yang memanfaatkan kondisi anak untuk kepentingan finansial, hingga menyebabkan insiden berbahaya di rumah.
KPAI menegaskan pentingnya pendampingan intensif oleh tenaga ahli profesional, terutama dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Pemerintah juga didesak untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa, terutama untuk anak-anak dari keluarga yang tidak mampu.
Dalam kasus ini, polisi bersama para ahli diharapkan dapat mengungkap motif yang melatarbelakangi tindakan anak, termasuk kaitannya dengan kondisi keluarga.
“Keluarga sering kali menjadi titik awal masalah, terutama jika tidak ada ruang komunikasi yang reflektif dan mendukung,” jelas Jasra.
Jasra menyatakan, kasus ini membuka mata publik tentang pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental anak.
Tantangan bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah adalah memastikan anak-anak dengan gangguan kejiwaan mendapatkan dukungan maksimal untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
Sementara itu, penyelidikan atas kasus ini terus berjalan, dengan polisi menunggu kesaksian ibu anak tersebut yang masih dalam perawatan intensif.(mus)
0 Komentar