Kompas TV Harus Melepas Ratusan Kru Setianya
NASIONAL, kiprahkita.com –Satu demi satu, lampu studio yang biasa menyala terang kini meredup dalam keheningan. Bukan karena siaran berakhir, tapi karena satu babak panjang dalam perjalanan Kompas TV harus ditutup dengan berat hati. Di balik layar, ratusan insan media—dari tim berita, program, teknik hingga pemasaran—menerima kabar yang mengguncang: mereka termasuk dalam daftar karyawan yang harus melepas jaket biru kebanggaan mereka.
 |
Efisiensi Anggaran Tempo.co |
Kompas TV, yang selama ini dikenal sebagai garda terdepan pemberitaan independen dan tajam, tak lepas dari hempasan realitas ekonomi. Langkah rightsizing—sebuah kata yang terdengar ringan tapi berdampak dalam—akhirnya diambil. Ini bukan sekadar perampingan. Ini adalah keputusan pahit yang lahir dari tekanan bertubi-tubi: merosotnya pendapatan iklan akibat perlambatan ekonomi nasional, hingga kebijakan efisiensi pemerintah yang mengurangi belanja iklan ke media massa.
Mereka yang terdampak bukanlah angka. Mereka adalah para jurnalis yang kerap pulang larut demi mengejar berita eksklusif. Para teknisi yang berjibaku menjaga siaran tetap mengudara meski listrik padam. Para kreator konten yang memeras ide di tengah tuntutan rating. Mereka yang selama ini tak tampak di layar, tapi membuat layar itu bermakna.
Pihak manajemen Kompas TV menyatakan bahwa seluruh karyawan yang terkena dampak akan menerima hak dan pesangon sesuai aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Namun tentu saja, pesangon tak pernah bisa membayar kehilangan komunitas, identitas, atau kebanggaan yang selama ini melekat.
Kini, dunia media kita kembali mendapat pelajaran mahal: bahwa perubahan adalah keniscayaan, dan bertahan di tengah badai digital serta gejolak ekonomi butuh strategi yang lebih dari sekadar efisiensi. Ia membutuhkan inovasi, keberanian, dan juga empati.
Bagi para karyawan yang kini harus membuka lembaran baru, semoga ini bukan akhir. Semoga ini adalah jalan menuju panggung lain, tempat mereka bisa kembali bersinar—dengan suara yang masih jernih, dan hati yang tetap merdeka.
Rightsizing/PHK Massal
Rightsizing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses penyesuaian ukuran organisasi atau perusahaan agar lebih efisien dan sesuai dengan kebutuhan saat ini. Dalam praktiknya, rightsizing sering kali melibatkan pengurangan jumlah karyawan (layoff), restrukturisasi organisasi, atau pengalihan peran kerja untuk menekan biaya operasional dan meningkatkan kinerja perusahaan.
Berbeda dengan downsizing yang berkonotasi hanya soal pemangkasan jumlah tenaga kerja, rightsizing lebih menekankan pada penataan ulang struktur agar organisasi bisa "tepat ukuran"—tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil.
Tujuannya:
- Meningkatkan efisiensi operasional
- Menyesuaikan dengan kondisi pasar atau keuangan
- Mengadopsi model bisnis baru (misalnya digitalisasi)
Tapi dalam kenyataan, istilah ini sering menjadi istilah halus (eufemisme) untuk PHK massal.
Efisiensi Anggaran pun sudah Menyentuh Tenaga Honorer di Daerah
Baru baru ini sebanyak 947 pegawai tenaga honorer kontrak di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi, harus dirumahkan pula mulai April 2025 ini.
Menurut Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, hal itu sesuai aturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Mereka tidak masuk dalam database BKN. Setelah database, saat konsep dan teknis solusi outsurching ini selesai mereka akan dihubungi kembali.
Begitu juga para petugas kebersihan di Kota Padang Panjang dirumahkan sebanyak 104 orang. Kepala Dinas Perumahan, Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kota Padangpanjang, Alvi Sena, menjelaskan kebijakan merumahkan 104 orang dari total 219 THL dilakukan juga mengacu pada regulasi terbaru dari pemerintah pusat.
Sebanyak 104 dari 219 THL kebersihan dan taman telah dirumahkan. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permen PAN) dan Surat Edaran (SE) Walikota 2025 yang melarang perpanjangan kontrak bagi THL yang tidak masuk dalam database BKN,” ungkap Alvi, Minggu (6/4) lalu.
Kebijakan tersebut menyebabkan berkurangnya jumlah personel lapangan secara drastis. Dampaknya dirasakan langsung oleh para petugas kebersihan yang masih aktif. Semoga ada solusi untuk semua ini. (Y//M/*)
0 Komentar