"Pasca Food Poisonning Program MBG, KPAI Laksanakan Rakorda Bersama Pemda Tasikmalaya."
JAKARTA, kiprahkita.com –Pasca terjadinya keracunan makanan dari program MBG, KPAI laksanakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) bersama Pemda Tasikmalaya bersama Dinas Pendidikan, BPOM, Dinas Agama, Dinas Sosial dan UPTPPA wilayah Tasikmalaya.
![]() |
Rakorda KPAI dengan Dinas Terkait |
Hasil Rakorda, kerjasama lintas sektor menyampaikan komitmen yang kuat untuk menyukseskan program MBG sesuai tugas dan fungsi masing-masing, dalam mengambil peran memitigasi kasus kasus yang tidak dinginkan (KTD) termasuk keracunan makanan.
Memang, bila kita traking di mesin pencarian internet, sebenarnya keracunan makanan yang diselenggarakan untuk anak anak selama tahun 2024 sampai 2025 banyak terjadi. Ada yang peristiwanya di sekolah, pesantren atau pasca acara tertentu, yang membuat anak anak mengalami keracunan makanan atau food poisoning. Kondisi dimana makanan dan minuman terkontaminasi zat tertentu.
![]() |
Kerja sama lintas sektor |
Dalam keterangan berbagai sumber, food poisoning terjadi disebabkan: pertama bakteri, kedua virus, ketiga parasite, dan keempat zat berbahaya lainnya.
Beberapa bakteri yang berbahaya bila tercampur dalam makanan adalah Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, dan Listeria. Begitupun virus seperti norovirus, rotavirus, dan hepatitis A dapat menyebar dalam makanan atau minuman.
Parasit seperti Giardia dan Cyclospora juga dapat menyebabkan keracunan makanan. Begitupun zat berbahaya adalah zat kimiawi, seperti racun yang dihasilkan oleh jamur atau logam berat yang tercampur dalam makanan dan minuman.
Untuk reaksi atas terkontaminasi makanan beracun, bisa reaksi terjadi langsung dan tidak langsung seperti beberapa menit atau jam, atau setelah beberapa hari. Gejala awal seperti diare, mual, muntah, sakit perut luar biasa bahkan bisa kram, demam dan sakit kepala. Yang menimbulkan dehidrasi dalam waktu cepat dan terus berat menjadi mulut kering dan BAK berkurang. Beberapa pasien ditemui dalam keadaan sulit menelan dan sulit berbicara, ada juga pendarahan di saluran cerna.
![]() |
Jasra Wakili Ketua KPAI bercengkrama dengan siswa |
Situasi anak-anak yang terus memburuk akibat keracunan, juga disertai hal yang tidak mudah, karena anak-anak tidak terbiasa dengan istilah kesehatan, tidak terbiasa mendiskripsikan kondisi kesehatan sehingga bisa memperburuk mereka yang tidak bisa menjelaskan kondisi kesehatan akibat food poisoning.
Saya kira mitigasi resiko telah disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional saat rapat monitoring dan evaluasi MBG di KPAI. Beliau bersama KPK telah mendeteksi soal ini, dan telah berkoordinasi. Begitupun saat penyajian setiap hari makanan dan minuman, beliau telah menetapkan target zero accident.
Dengan sedang menyiapkan 30 ribu para ahli gizi setara sarjana untuk memimpin SPPG. Bahkan problematika terakhir soal calo pembayaran, sudah ada sistem pengganti tentang mekanisme pembayaran. Sekarang menggunakan Virtual account dengan rekening bersama yang dibuat oleh BGN kemudian di verifikasi 2 orang (Sarjana SPPG dan PIC dari Mitra) di lakukan bersama dan dikontrol bersama sama.
Namun sayangnya di tengah persiapan tersebut, kembali terjadi keracunan makanan akibat MBG. "KPAI juga prihatin ya, para calo yang di temukan Ombudsman, bahwa proyek MBG ini bukan angka besar, hanya ribuan rupiah untuk setiap anak, namun masih menjadi sasaran, dengan memotong jalur program. Sehingga realisasinya yang paling beresiko di ujungnya, yang harus menanggung adalah anak-anak, yang tidak mengerti kenapa itu harus terjadi pada mereka."
"Karena kita tahu, setiap terjadi peristiwa dari setiap kelalaian dapur umum SPPG, dengan penerima manfaatnya ribuan, maka pasti korbannya langsung masif. Jadi sangat mengerikan, sehingga pengawasan tidak boleh ada yang berlubang alias tidak berada dalam pengawasan. Karena ini sesuatu yang langsung masuk ke perut anak+anak kita, dan reaksinya saat itu juga."
Mau tidak mau dengan peristiwa yang sudah menyentuh 1300 anak, sudah saatnya SPPG harus belajar dengan pengalaman para catering yang mampu melayani kemampuan besar dan layak, harus ada kerjasama. Agar pengalaman pengawasannya dapat diterapkan efektif ke SPPG.
Perlu ada political will bersama untuk membangun sistem yang baik dengan belajar pengalaman yang sudah ada sejak lama. Segera di duplikasi, agar tidak kembali berjatuhan korban yang tak perlu.
"Saya kira situasi anak di Indonesia, laksana darurat ya. Kita bicara hal hal yang kadang di luar nalar, dalam berbicara oknum oknum yang merugikan hak anak. Bahkan sampai anak saja, harus berhadapan dengan situasi situasi yang tak pernah mereka mengerti dan harus menanggungnya. Sehingga perlu langkah tegas dan tidak ragu dalam menegakkan hak dan kewajiban anak di Indonesia. Agar tidak mengundang para oknum yang tidak bertanggung jawab."
Kita sedang membayangkan setiap anak, dengan berita yang terus menerus soal MBG yang menyebabkan keracunan makanan, ini akan berdampak ke semua anak yang akan mengkonsumsi. Mari kita bayangkan, jika menjadi mereka, kemudian bertanya, apakah makanan di depan saya ini aman di konsumsi? Siapa yang menjamin? Sehingga perlu sensitifitas kita semua.
Jadi kasus keracunan MBG penting segera di dialogkan, pemerintah daerah perlu aktif, meski ini program dari pemerintah pusat. Begitu juga partisipasi pengawasan masyarakat dan media sosial juga sangat penting, agar tidak ada korban yang terlewat, tidak ada pengawasans atu jengkal pun yang terlewat.
Jika kembali terjadi kasus keracunan makanan, dapat lebih cepat tertangani. Artinya selain program penyajian makanan tiap hari, juga penting jaminan mitigasi resiko, dengan dilengkapi layanan rujukan yang cepat dan tepat dalam penanganan ketika ada Kejaian Luar Biasa keracunan makanan. Agar cita-cita mulia MBG dalam menyajikan makanan dan minuman untuk 82 juta lebih penerima manfaat di Desember nanti, benar benar terjamin keamanan konsumsi.
![]() |
Dialog tim dengan siswa SDN 01 Singaparna |
Hasil Pengawasan KLB MBG di Jawa Barat
Peristiwa keracunan makanan pasca konsumsi MBG menyebabkan Dinas Kesehatan menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah Bogor. KPAI bersama KPAD Tasikmalaya melaksanakan pengawasan langsung di lapangan dengan mengunjungi dapur umum di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi wilayah Kecamatan Singaparna.
Dari SPPG tersebut melaksanakan jalur distribusi MBG di SDN 01 Singaparna dan SMUN 2 Singaparna. Kemudian berlanjut ke SPPG Kecamatan Rajapolah yang mendiskribusikan ke SMPN 1 Rajapolah
![]() |
Sidak di SPPG Singaparna |
Ada 5 temuan lapangan di SPPG Kec. Singaparna.
Pertama soal menjaga higienytas dalam kedisiplinan memakai alat pelindung diri, masker, sarung tangan dan tutup kepala serta alas kaki khusus.
Kedua soal penyimpanan bahan makanan atau yang biasa di sebut pantry/food storage atau gudang makanan atau penyimpanan bahan makanan masih perlu meningkatkan pengalaman.
Ketiga recycle bahan bahan pasca produksi, seperti kemarin sirkulasi bahan bahan yang perlu perhatian adalah kardus-kardus bekas yang menumpuk.
Keempat soal manajemen komunikasi dan informasi, seperti nya perlu ada informasi SOP penyediaan makanan yang aman, sehingga para petugas yang mungkin masih terbatas atau berganti, dapat mengikuti sistem yang sudah dibuat.
Kelima, persoalan mobilitas, aktifitas, jarak, menjadi isu penting lainnya, karena ketersediaan dapur yang sangat sempit, karena menentukan juga manejemen kerja, manajemen stress kerja, dan lain lain guna kesejahteraan pekerja.
![]() |
Cek Higienitas Pendistribusian |
Pengawasan berlanjut ke sekolahSD N 01 Cikunir Singaparna, ada 5 temuan lapangan yang perlu perhatian sekolah, dan perlunya keterlibatan aktif sekolah, tidak hanya menjadi penerima manfaat MBG.
Pertama soal jajanan sekolah yang belum memperhatikan keamanan pangan seperti hyginitas dan potensi keracunan, yang dapat menjadi persoalan ketika ada program MBG.
Kedua, belum tersedianya prasyarat untuk menjamin kebersihan makanan dengan penyediaan sabun untuk cuci tangan diwastafel.
Ketiga makanan MBG yang tidak habis diminta dipindahkan ketempat makanan anak yang di bawa dari rumah, perlu perhatian, apakah itu makanan dan minuman yang harus segera dikonsumsi, atau ada batasan waktu.
Keempat ada sepuluh anak anak yang tidak terbiasa makan nasi, yang ketika mengkonsumsi bisa berdampak (fisik/psikologis), akibat rutin mengkonsumsi makan mie.
Kelima ketika MBG datang anak-anak tidak konsentrasi belajar dan mengantuk setelah makan MBG, bisa jadi karena sudah makan sebelumnya, atau ikut makan, namun tidak memperhatikan yang telah di konsumsi anak sebelumnya.
Kemudian pengawasan berlanjut di SMUN 2 Singaparna, ada 4 temuan.
Pertama Sekolah belum menyediakan sabun cuci tangan di wastafel.
Kedua alat alat yang telah di gunakan dalam penyajian MBG tidak memiliki tempat sementara yang baik, sebelum diambil SPPG, sehingga alat dan sisa makanan tidak terawat dengan baik.
Ketiga perlu pemilahan penyajian makanan, karena adaa anak anak yang alergi makanan tertentu.
Keempat anak anak jenuh dengan menu yang ada dan meminta variasi menu, sehingga menjadi persoalan saat di konsumsi anak.
Pengawasan di SPPG Kec Rajapolah ada 2 temuan.
Pertama persoalan pentingnya ada food storage/pantry/sistem cara penyimpanan, masak dan penyajian yang hygienis, seperti ruangan perlu pendingin terutama penyimpanan bahan mentah makanan dan minuman.
Kedua kami berharap dapurnya segera di renovasi. Ketiga semua berharap segera keluar hasil investigasi hasil labkesda propinsi.
Pengawasan di SMPN 1 Rajapolah dan menemui anak anak yang terdampak keracunan makanan dari program MBG, ada 3 temuan.
Pertama waktu masak dan penyajian terjadi selisih waktu yang cukup lama, yang berdampak pada saat di konsumsi.
Kedua kabar baiknya, anak anak yang keracunan makanan akibat program MBG sudah sehat.
Ketiga adanya harapan anak anak MBG tetap berjalan, namun dengan memastikanan keamanan pangan, karena mereka membutuhkan program tersebut, hanya karena peristiwa mereka khawatir sehingga anak anak memiliki harapan besar program MBG tetap ada di sekolah mereka, namun dengan kepastian keamanan tidak ada racun lagi.
Pengawasan dilakukan bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kabupaten Tasik
Memang dalam keterangan Kepala BGN di KPAI, untuk penyediaan SPPG selama ini disediakan dengan bekerjasama dengan masyarakat. Sedangkan untuk SPPG yang dibangun pemerintah baru akan di mulai. Sehingga memang fasilitasnya perlu di standarisasi dengan baik, sebelum beroperasi.
Salam Hormat,
*Jasra Putra*
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515
0 Komentar