Presiden Prancis Emmanuel Macron: Borobudur, Diplomasi, dan Masa Depan Ekonomi Kreatif Indonesia
NASIONAL, kiprahkita.com –Di balik arca-arca senyap dan relief megah Candi Borobudur, sejarah tidak hanya bersemayam—ia terus menyuarakan kebesaran kreativitas nenek moyang bangsa Indonesia. Maka ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron menginjakkan kaki di Borobudur pada Kamis, 29 Mei 2025, didampingi Presiden Prabowo Subianto, yang hadir bukan hanya seorang tamu negara, melainkan juga simbol penting dari pengakuan global terhadap nilai budaya dan ekonomi kreatif Indonesia.
![]() |
Presiden Prabowo bersama Presiden Emmanuel Macron |
Lawatan ini lebih dari sekadar kunjungan wisata kenegaraan. Ia menjadi tonggak baru dalam hubungan diplomatik dua negara, sekaligus membuka cakrawala harapan bagi lahirnya kolaborasi konkret di sektor yang semakin strategis: ekonomi kreatif.
Borobudur sebagai Simbol Soft Power Indonesia
Pilihan Borobudur sebagai lokasi utama kunjungan tidak bisa dianggap kebetulan. Di tengah deretan candi Buddha terbesar di dunia itu, tersimpan kekuatan lunak (soft power) yang selama ini menjadi fondasi kultural bangsa Indonesia: nilai toleransi, estetika tinggi, dan jejak kejayaan peradaban.
Bagi Presiden Macron dan rakyat Prancis yang terkenal menjunjung tinggi seni dan budaya, Borobudur menjadi cermin betapa Indonesia bukan hanya mitra dagang, tapi juga bangsa besar yang layak dihormati secara intelektual dan artistik. Maka pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menjadi sangat relevan: “Kunjungan Presiden Macron adalah bentuk penghargaan terhadap karya agung kreativitas leluhur bangsa Indonesia.”
Inilah pengakuan tak tertulis bahwa kekayaan budaya bisa menjadi jembatan diplomatik yang kuat, bahkan lebih tahan lama dibanding hubungan berbasis transaksi ekonomi semata.
Dari Budaya ke Bisnis: Menakar Potensi MoU Ekonomi Kreatif
Bersamaan dengan kunjungan tersebut, telah ditandatangani Nota Kesepahaman (MoU) kerja sama ekonomi kreatif antara Indonesia dan Prancis. Kesepakatan ini mencakup bidang yang sangat relevan dengan zaman: film, animasi, gim, fesyen, desain, dan kriya. Industri-industri inilah yang hari ini menjadi tulang punggung generasi muda kreatif, terutama di era digital dan ekonomi berbasis ide.
Pertanyaannya: apa yang bisa diharapkan Indonesia dari kerja sama ini?
Pertama, peluang kolaborasi lintas negara dalam produksi film, serial, dan animasi bisa memperluas pangsa pasar karya Indonesia ke Eropa. Produk-produk kreatif lokal yang selama ini hanya diputar di pasar domestik, kini berpotensi menembus festival-festival film Eropa yang bergengsi.
Kedua, pelaku industri kriya dan fesyen lokal akan memperoleh akses terhadap teknologi, modal, dan jaringan distribusi yang dimiliki Prancis sebagai salah satu pusat mode dunia. Inilah kesempatan emas bagi UKM dan artisan lokal untuk naik kelas dan dikenal secara global.
Ketiga, kerja sama di sektor gim dan digital membuka ruang bagi generasi muda Indonesia untuk berinovasi bersama studio-studio Prancis, menciptakan narasi-narasi lokal yang dikemas dalam platform global.
Tak kalah penting, kerja sama ini diharapkan tidak hanya berhenti di atas kertas, tapi ditindaklanjuti dengan pelatihan, pameran bersama, pertukaran kreator, dan tentu saja pendanaan proyek kolaboratif yang setara dan saling menguntungkan.
Prancis dan Diplomasi Inklusif dalam Dunia Multipolar
Dalam lanskap global yang kian multipolar, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai negara berkembang yang kaya potensi. Kunjungan Presiden Macron menunjukkan bahwa Prancis melihat Indonesia bukan sekadar pasar, tetapi juga mitra budaya dan kreativitas yang setara. Ini sejalan dengan visi Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa kemitraan ini bisa menjadi jembatan antarbudaya dan antar komunitas kreatif kedua negara.
Di saat negara-negara besar berlomba membangun aliansi geopolitik, Prancis tampak mengambil jalur yang lebih cerdas: menjalin kemitraan berbasis budaya dan ekonomi kreatif, dua hal yang semakin relevan di era post-industri.
Tantangan Indonesia: Menyambut Peluang dengan Kesiapan
Namun harapan tinggal harapan jika Indonesia tidak segera memperkuat kapasitas internal. Kerja sama dengan Prancis akan sia-sia jika ekosistem ekonomi kreatif dalam negeri masih lemah dalam hal pembiayaan, regulasi hak cipta, kurikulum pendidikan kreatif, hingga fasilitas produksi.
Pemerintah Indonesia mesti menjadikan MoU ini sebagai pemicu untuk membangun pusat-pusat industri kreatif berbasis lokalitas. Daerah seperti Yogyakarta, Bandung, Padang Panjang, hingga Makassar harus diberi peran strategis sebagai klaster kreatif yang mampu menyambut kolaborasi internasional.
Selain itu, penting untuk memastikan kerja sama ini tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit industri di kota besar, melainkan juga merangkul komunitas kreatif akar rumput di daerah.
Diplomasi yang Menghidupkan Imajinasi
Kunjungan Presiden Macron ke Borobudur bukan hanya urusan dua kepala negara. Ia adalah peristiwa simbolik yang mengingatkan kita bahwa masa depan Indonesia bukan hanya dibangun dengan baja dan semen, tapi juga dengan cerita, ide, warna, dan suara. Di balik batu-batu tua Borobudur, Indonesia mengajak dunia untuk melihat ke masa depan: masa depan di mana kreativitas adalah sumber daya utama, dan budaya adalah instrumen diplomasi yang tak pernah kering makna.
Kini tinggal bagaimana Indonesia menjawab kepercayaan itu—dengan kerja keras, profesionalisme, dan imajinasi tak terbatas.
Selama ini, Indonesia dan Prancis telah menjalin berbagai bentuk kerja sama strategis di banyak bidang. Dalam sektor budaya dan pendidikan, hadirnya Institut Français d’Indonésie (IFI) di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya telah menjadi jembatan penting dalam pertukaran seni dan promosi bahasa Prancis.
Beberapa program beasiswa seperti Eiffel dan Erasmus+ juga memungkinkan mahasiswa Indonesia melanjutkan studi di universitas ternama di Prancis. Di bidang pertahanan, hubungan kedua negara makin erat setelah Indonesia membeli pesawat tempur Rafale buatan Prancis dan menandatangani nota kesepahaman kerja sama militer.
Dalam aspek energi dan lingkungan, Prancis melalui Agence Française de Développement (AFD) mendukung proyek-proyek energi terbarukan serta inisiatif perlindungan hutan dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Di ranah ekonomi kreatif, kesepakatan terbaru tahun 2025 mencakup kerja sama dalam industri film, animasi, game, fesyen, kriya, dan desain, serta pertukaran pelaku kreatif kedua negara.
Selain itu, sektor perdagangan dan investasi juga menunjukkan dinamika positif, ditandai dengan kehadiran perusahaan-perusahaan besar asal Prancis seperti Danone, TotalEnergies, dan Michelin di Indonesia. Sementara itu, kerja sama di bidang riset dan teknologi berkembang melalui kolaborasi antara lembaga seperti LIPI dan CNRS, termasuk juga riset di bidang antariksa dan pemantauan bencana.
Tak kalah penting, sejumlah tenaga kesehatan asal Indonesia, seperti perawat dan bidan, juga telah bekerja di Prancis, mencerminkan kepercayaan tinggi terhadap kualitas SDM Indonesia di sektor kesehatan. Semua inisiatif ini mencerminkan hubungan yang saling menguntungkan serta visi kemitraan jangka panjang antara Indonesia dan Prancis.
Indonesia memiliki peluang besar untuk bekerja di luar negeri, termasuk di Prancis. Menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Hanif Fadhillah, Indonesia memiliki surplus perawat, dengan sekitar 63.000 lulusan per tahun yang telah lulus uji kompetensi dan siap bekerja secara profesional. Wilayah Eropa, termasuk Prancis, mengalami kekurangan tenaga perawat, sehingga membuka peluang bagi perawat Indonesia untuk mengisi kebutuhan tersebut. ([riau.antaranews.com][1])
![]() |
Sejumlah Perawat dengan Ketua PPNI |
Untuk memastikan penempatan yang aman dan legal, pemerintah Indonesia melalui Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyediakan platform SISKOP2MI. Platform ini memberikan informasi dan layanan terkait penempatan pekerja migran Indonesia, termasuk perawat dan bidan, ke berbagai negara tujuan, termasuk Prancis. ([siskop2mi.bp2mi.go.id][2])
Meskipun peluang kerja di Prancis terbuka, penting bagi calon perawat dan bidan Indonesia untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti penguasaan bahasa Prancis dan pengakuan kualifikasi profesional sesuai standar di Prancis. Dengan persiapan yang matang dan dukungan dari pemerintah, perawat dan bidan Indonesia dapat berkontribusi secara signifikan dalam sistem kesehatan di Prancis. (Yus MM/dari berbagai sumber*)
0 Komentar