Loyalitas dan Integritas: Pilar Kepemimpinan Publik dalam Pesan Gubernur Bobby Nasution
SUMUT, kiprahkita.com –Dalam momentum penting pelantikan pejabat eselon III dan IV Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada 4 Juli 2025, Gubernur Bobby Nasution menyampaikan pesan moral dan etis yang sangat kuat kepada seluruh aparatur sipil negara (ASN).
![]() |
Gubernur Bobby Nasution |
Pidato beliau menyoroti nilai-nilai yang semestinya menjadi fondasi bagi siapa pun yang mengemban tanggung jawab di pemerintahan: loyalitas kepada masyarakat, keluarga, dan pimpinan, serta komitmen kuat untuk menjauhi praktik korupsi.
Gubernur Bobby menekankan bahwa loyalitas pertama dan utama harus diberikan kepada masyarakat. Hal ini bukan sekadar ungkapan idealisme, tetapi realitas esensial: keberadaan para pejabat di ruangan pelantikan tersebut, mengenakan pakaian resmi dan berstatus sebagai pelayan publik, tidak lepas dari kepercayaan masyarakat.
Oleh karena itu, integritas dalam melayani publik harus menjadi prioritas, bahkan ketika perintah dari atasan bertentangan dengan kepentingan rakyat. Sikap ini menandakan pemahaman mendalam bahwa kekuasaan sejatinya berasal dari mandat rakyat.
Selanjutnya, Bobby mengingatkan agar setiap pejabat tetap loyal kepada keluarga. Dalam konteks ini, keluarga bukan hanya tempat kembali, tetapi juga cermin kehormatan. Seorang pejabat yang menyimpang dari etika dan melakukan korupsi tidak hanya mencoreng nama instansi, tetapi juga mencemarkan nama baik keluarganya. Loyal kepada keluarga berarti menjaga nama baik mereka dengan bekerja secara jujur dan beretika.
Barulah pada posisi ketiga, Bobby menyebutkan loyalitas kepada pimpinan. Penempatan ini sangat penting: pimpinan bukanlah figur absolut yang harus selalu diikuti tanpa kritis.
Bila perintah seorang atasan justru bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan hukum, maka ASN memiliki kewajiban moral untuk tidak mematuhinya. Ini adalah bentuk keberanian etis dalam sistem birokrasi, yang kerap menjadi tantangan tersendiri di tengah budaya paternalistik dan tekanan hierarkis.
Pidato Bobby juga menyoroti bahaya laten korupsi. Ia dengan tegas meminta agar praktik-praktik ilegal seperti jual beli jabatan dan penyalahgunaan kekuasaan tidak ditoleransi.
Peringatan bahwa dalam waktu empat bulan menjabat sudah ada tiga pejabat yang ditangkap KPK adalah sinyal darurat bahwa reformasi birokrasi harus segera dibenahi, bukan hanya secara struktural, tetapi secara kultural.
Ia mengajak seluruh ASN untuk melaporkan secara diam-diam jika ada yang mengaku dekat dengan dirinya dan meminta imbalan jabatan. Ini menunjukkan komitmen Bobby untuk membangun sistem pemerintahan yang bersih dan transparan.
Akhirnya, Bobby menekankan bahwa setiap pejabat yang dilantik harus menjalankan visi dan misi Gubernur serta program-program prioritas daerah. Hal ini menegaskan bahwa jabatan bukan sekadar status, melainkan amanah dan alat untuk menciptakan perubahan nyata di masyarakat.
Diperlukan kepintaran dalam mengeksekusi kebijakan agar program-program yang dirancang tidak hanya berhenti di atas kertas, tetapi menjelma dalam layanan publik yang konkret.
Secara keseluruhan, pidato Bobby Nasution bukan hanya pengarahan teknis pelantikan pejabat, melainkan juga refleksi mendalam tentang nilai-nilai etika pemerintahan. Ini adalah panggilan moral bagi para pelayan publik untuk kembali kepada akar pengabdian: rakyat.
Dengan menempatkan loyalitas secara berjenjang — rakyat, keluarga, pimpinan — serta menjunjung integritas, maka birokrasi di Sumatera Utara bisa menjadi mesin pelayanan publik yang benar-benar melayani, bukan dilayani. (Yus MM/BS*)
0 Komentar