Raysa Putri Matondang dan Semangat Milenial dalam Melestarikan Batik Mandailing

Raysa Putri Matondang dan Semangat Milenial dalam Melestarikan Batik Mandailing

MANDAILING, kiprahkita.com Lomba Desain Batik Mandailing yang pertama kali digelar oleh Narisya Batik dan Dekranasda Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, menjadi ajang yang membuka peluang bagi generasi muda untuk berkreasi sambil melestarikan budaya daerah. Dalam kegiatan ini, Raysa Putri Matondang, seorang peserta dari Kelurahan Laru Lombang, Kecamatan Tambangan, berhasil meraih juara ketiga. Meskipun tidak ada juara satu dan dua karena belum adanya karya yang sepenuhnya memenuhi kriteria lomba, karya Raysa tetap layak diapresiasi sebagai representasi kreativitas dan semangat belajar.

Motif yang dibuat Raysa—sementara dinamai motif Sumangge oleh panitia—mengangkat unsur khas dari kekayaan alam Mandailing. Sumangge (atau Semanggi) adalah tanaman paku air yang tumbuh di sawah-sawah dan tepian irigasi di Mandailing. Bukan hanya memiliki nilai ekologis, tanaman ini juga punya makna kultural karena sering diolah menjadi makanan khas daerah, terutama jika dipadukan dengan ikan sale. Dengan mengangkat motif ini, Raysa telah menghadirkan batik yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna lokal.

Penilaian dalam lomba ini tidak hanya mempertimbangkan aspek estetika, namun juga potensi komersial dari desain yang diajukan. Menurut panitia, desain pemenang harus bisa diproduksi sebagai kain batik yang laku dijual. Oleh karena itu, keikutsertaan Raysa menjadi contoh penting bahwa kaum muda bisa dan perlu memahami nilai jual dari karya seni budaya lokal.

Keputusan panitia untuk tidak menetapkan juara satu dan dua juga menunjukkan adanya standar yang ketat demi menjaga kualitas dan keaslian motif batik Mandailing. Hal ini bukan sebuah kegagalan, melainkan langkah awal yang penting untuk membentuk fondasi lomba yang lebih matang di masa depan. Para peserta diharapkan tidak sekadar menggambar motif, tetapi juga memahami simbol-simbol budaya seperti gordang sambilan, bagas godang, bulang/ampu, dan ulos, yang menjadi identitas Mandailing.

Apresiasi patut diberikan kepada seluruh peserta, terutama Raysa, yang menunjukkan keberanian untuk tampil dan belajar di lomba yang baru pertama kali diadakan ini. Hadiah uang tunai dan sertifikat yang diterima hanyalah bonus, sebab pengalaman serta pengakuan terhadap karya adalah penghargaan yang jauh lebih berharga.

Melalui lomba ini, generasi milenial didorong untuk tidak melupakan akar budaya mereka. Justru, merekalah yang kini memiliki peran penting dalam meneruskan dan memodernisasi budaya agar tetap relevan di tengah gempuran budaya global. Semoga ke depan, kegiatan seperti ini semakin banyak digelar dengan keterlibatan lebih luas, tanpa batasan usia, dan dengan pendampingan yang membantu peserta memahami filosofi dan sejarah budaya Mandailing.

Raysa Putri Matondang telah membuktikan bahwa anak muda mampu menjadi bagian penting dalam upaya pelestarian budaya. Ia telah mengambil langkah kecil namun berarti untuk membawa Batik Mandailing ke masa depan yang lebih cerah. (/Red)*

Posting Komentar

0 Komentar