MTsN Padang Panjang Menyalurkan Bantuan Bencana untuk Malalo

Ketika Solidaritas Menjadi Napas Madrasah — Gerak Kemanusiaan MTsN Padang Panjang untuk Malalo

PADANG PANJANG, kiprahkita.com Di tengah derasnya arus hujan yang memicu tanah longsor dan banjir bandang di wilayah Malalo, sebuah gerak kemanusiaan lahir dari lingkungan MTsN Padang Panjang. Bukan gerakan yang lahir dari instruksi formal semata, tetapi dari getaran nurani sebuah komunitas yang menyadari bahwa pendidikan bukan hanya soal buku dan kelas—melainkan juga keberpihakan pada kemanusiaan.


Malalo

Pada Rabu, 3 Desember 2025 kemarin, ketika kabar kerusakan dan duka makin meluas, tim peduli bencana MTsN Padang Panjang bergerak sejak pagi. Kepala madrasah Firmawati Anwar, M.Pd, Kaur, guru, pegawai, hingga komite, menyatu dalam satu misi: memastikan bantuan dari keluarga besar madrasah benar-benar sampai kepada tangan yang membutuhkan. Tujuan mereka jelas—Tanjung Jua Bayang, Koto Baing, dan Kampung Lembang Malalo—tiga titik yang disebut memerlukan penanganan segera.

Sesampainya di lokasi, rombongan disambut aparat nagari dan relawan. Tidak ada upacara formal. Tidak ada sambutan panjang. Yang ada hanyalah kesigapan untuk mengarahkan distribusi bantuan. Di tengah kepungan lumpur dan rumah-rumah yang masih menyimpan debu bencana, solidaritas menjadi bahasa yang menyatukan semua orang.

Bantuan yang dibawa tidak sekadar simbolik. Sembako, pakaian layak pakai, perlengkapan bayi, alat kebersihan, hingga air mineral disiapkan dalam jumlah yang representatif. Semua itu merupakan hasil penggalangan dana dari siswa, guru, pegawai, orang tua, dan warga madrasah lainnya. Dari kantong yang sederhana, dari niat yang tulus, terkumpullah kelegaan kecil untuk korban bencana.

Kepala MTsN Padang Panjang, Firmawati Anwar, M.Pd., menyampaikan pesan yang menegaskan ruh aksi ini: “Kami berharap bantuan ini dapat sedikit meringankan beban masyarakat Malalo yang terdampak. Semoga para korban diberikan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi ujian ini.” Sebuah kalimat yang sederhana, tetapi mengandung makna mendalam—bahwa tugas lembaga pendidikan bukan hanya mendidik, tetapi juga hadir ketika masyarakat membutuhkan.

Namun bantuan tidak berhenti pada paket dan barang. Tim MTsN Padang Panjang melakukan interaksi langsung dengan warga. Mereka melihat kondisi lapangan, mendengar cerita, merasakan langsung ketidakpastian yang dialami para penyintas. Tindakan ini memastikan bahwa bantuan bukan hanya datang, tapi tepat sasaran.

Di balik gerak lapangan yang cepat, ada perhitungan transparan yang menunjukkan bahwa solidaritas juga harus dikelola secara profesional. Laporan donasi mencatat jumlah masuk sebesar Rp 9.232.000, berasal dari guru/pegawai, siswa kelas 8 dan 9, serta donasi loja. Namun yang disalurkan justru lebih besar—Rp 12.075.000, ditambah sumbangan berupa beras asrama, ikan asin, sayur, serta pakaian layak pakai. Artinya, madrasah mengeluarkan dana melebihi yang terkumpul, selisih minus Rp 2.843.000, sebuah bukti bahwa kepedulian tidak selalu menunggu cukup, namun bergerak ketika dibutuhkan.

Bantuan dialokasikan dalam bentuk: donasi melalui Kemenag Kota, 35 paket sembako, 200 kg beras, 15 dus air minum, 20 paket peralatan masak dan alat kebersihan, biaya transportasi ke lima titik lokasi, konsumsi tim pengantaran.

Semuanya tercatat rapi, dipertanggungjawabkan dengan jujur, dan dilaporkan kepada seluruh civitas madrasah. Ini bukan hanya soal penyaluran bantuan, tetapi juga pendidikan karakter melalui keteladanan—bahwa amanah harus dijaga, dan kepercayaan adalah nilai yang harus dirawat.

Aksi solidaritas MTsN Padang Panjang ini bukan sekadar respons terhadap bencana. Ia telah menjelma menjadi pembelajaran sosial yang nyata. Dari siswa hingga guru, dari pimpinan hingga komite, semua terlibat dalam satu mata pelajaran besar: kemanusiaan.

Ketika banyak orang sibuk dengan urusan masing-masing, madrasah ini hadir untuk mengingatkan bahwa kebaikan tidak menunggu waktu ideal—kebaikan harus diperjuangkan, diusahakan, dan diwujudkan.

Pada akhirnya, tindakan kecil dari sebuah madrasah mungkin tidak bisa menghapus seluruh luka Malalo. Namun bantuan yang diberikan, tenaga yang dicurahkan, serta empati yang ditanamkan, adalah cara MTsN Padang Panjang untuk mengatakan kepada para korban bahwa mereka tidak sendiri.

Bukankah itu inti dari solidaritas?

Tidak selalu memperbaiki semua, tetapi membuat penderitaan seseorang menjadi lebih ringan.

Semoga gerakan ini terus hidup, menjadi budaya, menjadi napas. Karena dunia yang penuh bencana membutuhkan lebih banyak madrasah—yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli. (Humas MTsN PP)*

Sekilas Info Kondisi Salah Satu Nagari di Malalo yang Dikunjungi MTsN PP dan PMI TD

Nagari Guguak Malalo adalah salah satu wilayah di Kabupaten Tanah Datar yang paling terdampak bencana banjir bandang. Bencana tersebut merusak jembatan, menghanyutkan rumah dan memaksa banyak warga mengungsi.

Sejak 27 November 2025, tim medis PMI ini bekerja tanpa henti untuk memastikan warga terdampak tetap mendapatkan akses layanan kesehatan dasar. Dari berbagai keluhan masyarakat, tim medis banyak menemukan kasus-kasus kesehatan mulai dari hipertensi, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kutu air, gatal-gatal, reumatik, hingga asam lambung.

Desmiati (55 tahun) mengatakan sejak hari pertama bencana, ia mulai merasakan sakit dan baru mendapatkan perawatan ketika tim PMI datang.

"Badan saya mulai terasa tidak enak sejak bencana. Mungkin karena saya sekarang tinggal di pengungsian, terkadang cuaca dingin," kata Desmiati. 

Sementara itu, Ali (60 tahun) yang juga memanfaatkan layanan kesehatan PMI ini, merasa senang PMI dapat memberikan layanan kesehatan.

"Saya sangat bersyukur karena akhirnya ada yang memberikan pemeriksaan kesehatan di sini. Ini sangat membantu meringankan keluhan-keluhan kami," kata Ali yang mengaku mengalami gatal-gatal. 

Saat melakukan pemeriksaan, tim PMI juga menangani kasus gawat darurat yang memerlukan rujukan, seperti luka robek akibat terseret arus, tekanan darah yang sangat tinggi, serta kondisi meriang karena cuaca dan kurangnya tempat untuk beristirahat dengan layak.

Salah satu personil medis, Widia Oktariza, menjelaskan tantangan utama dalam memberikan layanan kesehatan ini adalah akses menuju lokasi pengungsian yang sangat sulit ditempuh.

"Beberapa lokasi yang kami tuju tidak dapat dilewati kendaraan roda dua maupun roda empat. Satu-satunya akses adalah melalui danau menggunakan speedboat dengan jumlah yang sangat terbatas, sehingga mobilitas tim medis menjadi sangat terbatas," jelas Widia. 

Layanan yang diberikan tim medis PMI Tanah Datar kepada masyarakat berupa pemeriksaan dokter umum dan perawatan luka. Namun kendalanya, stok beberapa jenis obat sudah mulai terbatas. Tim medis juga menegaskan perlunya  penambahan personel medis, mengingat masih ada beberapa titik pengungsian yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan.

PMI Tanah Datar memastikan layanan kesehatan akan terus diberikan selama masih dibutuhkan, terutama untuk warga yang berada di lokasi-lokasi terdampak yang sulit dijangkau.

“Kami berusaha semaksimal mungkin memberikan layanan kesehatan kepada warga, meski akses jalan sangat sulit dan peralatan terbatas. Selama masyarakat membutuhkan, kami akan tetap hadir,”* ujarnya.

Posting Komentar

0 Komentar