PADANG PANJANG, kiprahkita.com –Baru - baru ini Diniyyah Puteri menerima kunjungan Bunda Neno Warisman, selaku Ketua Komite Santri Film Festival (Sanffest), ajang kompetisi film pendek bagi santri se-Indonesia yang mendorong kreativitas dan literasi audiovisual.
Dalam kunjungan ini, Bunda Neno memberikan arahan teknis serta berbagi pengalaman tentang proses membuat film yang berkualitas. Tim santri dari MAS KMI, yang kini memasuki tahap persiapan awal produksi film mereka, mengikuti sesi ini dengan antusias.
Pertemuan turut dihadiri oleh Ibu Pimpinan, Kepala Departemen Pendidikan, Kepala MAS KMI, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, dan para santri tim produksi. Kunjungan ini memberikan pencerahan, menambah wawasan, serta menjadi suntikan semangat luar biasa bagi para santri untuk terus mengembangkan ide-ide kreatif mereka.
![]() |
| Ibu Zizi teriam Kunjungan Neno Warisman |
Mengapa Kunjungan ini Penting — Sinyal Kebangkitan kreativitas Santri
Kunjungan Neno Warisman ke Diniyyah Puteri bukan sekadar … basa-basi administratif atau seremonial biasa. Ini adalah simbol nyata bahwa pintu dunia seni dan perfilman dibuka lebar bagi santri — yang selama ini sering dianggap hanya sebagai “santri tradisional”, aktif dalam pendidikan keagamaan dan tradisi pesantren. Dengan hadirnya Neno — selaku Ketua Komite SANFFEST — memberi arahan teknis dan berbagi pengalaman nyata tentang proses membuat film berkualitas, santri mendapat sebuah “ritual inisiasi”: bahwa dunia pesantren bisa menembus batas stereotip, jadi pelaku aktif kreasi budaya.
Bagi tim santri dari MAS KMI yang tengah memasuki tahap awal produksi film, sesi ini bukan sekadar workshop — tetapi suntikan percaya diri. Mereka melihat bahwa karya mereka bukan hanya “projek sekolah/pesantren”, melainkan bagian dari narasi besar: bahwa santri bisa bercerita, mengkreasi, dan membawa suara pesantren ke media visual yang lebih luas. Kehadiran pimpinan, kepala departemen, hingga warga pesantren menunjukkan bahwa dukungan struktur pendidikan pesantren terhadap karya kreatif — bukan sekadar toleransi — melainkan legitimasi.
Sejarah Singkat SANFFEST — Dari Gagasan Sampai ke Lapangan
Kementerian Kebudayaan RI bersama Kementerian Agama RI meresmikan penyelenggaraan SANFFEST 2025 sebagai festival sinema pesantren. ANTARA News+2detiknews+2
Tujuan utama festival ini: membuka ruang bagi santri Indonesia untuk berkarya di dunia film — mulai dari menulis skenario, menyutradarai, sinematografi, sampai pasca produksi. Film pendek karya santri menjadi medium untuk mengangkat nilai-nilai pesantren seperti toleransi, dakwah kultural, budaya Islam, dan identitas pesantren ke ranah publik. detikhot+3sanffest.com+3Tentang Guru - Jurnalisme Pendidikan+3
SANFFEST 2025 membawa tema besar: “Santri Memandang Dunia Melalui Lensa Budaya”. Tema ini menunjukkan bahwa festival bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan panggilan untuk santri melihat, memahami, dan menafsirkan dunia melalui perspektif budaya dan pesantren.Mekanisme festival meliputi lokakarya — penulisan naskah, penyutradaraan, sinematografi, editing — dilakukan secara terstruktur dan dibimbing oleh para profesional: sineas, akademisi pesantren, dan praktisi budaya.
Dengan demikian, SANFFEST bukanlah sekadar “festival sekali jadi”. Ia merupakan upaya sistemik membangun ekosistem perfilman di pesantren — memberi ruang bagi santri dari seluruh Nusantara untuk mengaktualisasikan ide dan gagasan mereka dalam format film, sekaligus memperkenalkan wajah pesantren ke publik luas dengan cara baru.
Makna Kunjungan di Diniyyah Puteri — Lebih dari Sekadar Motivasi
Kehadiran Neno Warisman di Diniyyah Puteri merepresentasikan beberapa hal penting:
Pengesahan kelembagaan dan moral — bahwa kegiatan kreatif seperti produksi film bukan hanya boleh dilakukan, tapi juga didukung oleh otoritas pesantren dan narasumber nasional. Ini mengikis stigma bahwa santri harus “hanya ngaji dan mondok”.
Transfer pengetahuan teknis dan budaya — arahan teknis dari Neno membantu santri memahami bahwa membuat film bukan sekadar ambil kamera dan rekam; ada estetika, storytelling, nilai budaya dan pesan yang harus dijaga dengan matang.
Pembukaan jalur menuju pengakuan nasional — karena SANFFEST berskala nasional, karya mereka bisa mendapatkan perhatian luas, bahkan bisa jadi bagian dari sejarah perfilman pesantren di Indonesia. Ini memungkinkan santri dari Diniyyah Puteri ikut berkontribusi membentuk narasi kolektif tentang pesantren di era modern.
Semangat kolektif dan identitas bersama — kehadiran seluruh unsur: pimpinan, kepala departemen, santri, menunjukan bahwa proyek film ini bukan “kerja individu” tapi kerja kolektif — menguatkan solidaritas komunitas pesantren.
Implikasi Jangka Panjang — Pesantren dan Sinema sebagai Jembatan Budaya
Kunjungan seperti ini, dan eksistensi SANFFEST, membawa potensi besar untuk transformasi kebudayaan:
Santri menjadi agen dakwah dan budaya lewat medium kreatif dan modern (film), bukan hanya lewat tradisi lisan atau tulisan. Film bisa menyampaikan pesan damai, toleransi, moral, identitas pesantren dengan daya jangkau luas.
Dari sisi produksi budaya nasional, lulusan pesantren yang paham nilai agama dan budaya lokal bisa menjadi sineas yang menghasilkan karya berkualitas — memberi alternatif terhadap arus utama perfilman komersial.
SANFFEST sebagai wadah bisa membantu melahirkan ekosistem perfilman pesantren yang berkelanjutan: komunitas kreatif, kolaborasi antar pesantren, pelatihan rutin, dan jembatan ke industri film nasional — menjembatani tradisi pesantren dan modernitas.
Dari perspektif sosial-kultural, ini membuka ruang baru bagi generasi muda pesantren untuk berekspresi, berpikir kritis, menyuarakan gagasan, dan mempresentasikan kehidupan pesantren ke masyarakat luas — dengan cara estetis dan relevan.
Sedikit Kritik & Catatan Reflektif
Walaupun semangatnya besar, perlu diingat bahwa tantangan besar menanti:
Tidak semua pesantren memiliki sumber daya teknis — kamera, editing, kompetensi produksi — sehingga akses untuk ikut serta bisa timpang.
Proses kreatif mesti tetap menjaga keseimbangan antara nilai tradisi pesantren dan tuntutan estetika film modern — agar film tidak sekadar “propaganda pesantren”, tapi karya sinematik dengan kualitas.
Untuk memastikan keberlanjutan, dukungan struktural (pembiayaan, pelatihan, distribusi) harus konsisten — bukan hanya pada momentum festival.
Dengan demikian, kunjungan dan partisipasi awal ini adalah langkah awal yang sangat baik — tapi kerja nyata panjang harus terus dilakukan agar cita-cita besar tidak sekadar wacana.
Santri: Pewaris Tradisi, Pelopor Budaya
Kunjungan Neno Warisman ke Diniyyah Puteri dan keterlibatan dalam SANFFEST adalah wujud nyata bahwa santri bukan “kurang relevan di zaman modern”, melainkan punya potensi besar menjadi pelopor budaya baru. Mereka bukan hanya pewaris tradisi pesantren, tapi bisa jadi pelukis masa depan peradaban — lewat kamera, skrip, dan lensa film.
Semoga tim MAS KMI dan pesantren lain mengambil momentum ini dengan sungguh-sungguh: bekerja keras, belajar tekun, dan menghasilkan karya yang tak hanya indah visual, tetapi kaya makna dan menggugah hati. (Humas Diniyah Putri)*

0 Komentar