Doa dan Tawakkal

Seorang Badui luar kota datang menemui Rasulullah untuk menanyakan, dimana posisi Allah, apakah Allah itu dekat atau jauh?


Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.

(Dosen, Praktisi, dan Aktivis Sosial Kemasyarakatan)


OPINI, kiprahkita.com - Kalau dekat, saya cukup berbisik untuk meminta sesuatu kepada-Nya, kalau beliau jauh, saya harus teriak dan meminta kepada beliau dengan Bahasa yang keras, kalau memungkinkan juga dengan alat pengeras suara.


Rasulullah SAW tidak menjawab, dan tidak mau menjawab, karena Rasulullah tidak akan melakukan sesuatu tanpa petunjuk dari Allah SWT. Wama yantiqu hanil hawwa in huwa illa wahyu yuha. “Tidak mengucapkan sesuatu kecuali dari wahyu yang diwahyukan kepadanya”. 


Sehingga pada akhirnya Allah SWT menurunkan ayat-Nya: 


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)

Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd


Pertanyaan sang Budui yang menanyakan tentang posisi Allah dengan hamba-Nya, terang dijawab, bahwa Allah SWT dengan hamba-Nya dekat, semua permohonan hamba kepada Allah dikabulkan oleh Allah SWT, dengan persyaratan :

(1) memenuhi segala perintah Allah, termasuk perintah bekerja keras, bekerja tekun dan bekerja cerdas;

(2) beriman kepada Allah dengan istiqomah, konsisten dan komitmen dalam jalan kebenaran, menjalankan syariah yang sudah digariskan oleh-Nya, mewujudkan Sunnah-Nya dalam kehidupan keseharian, bekerja dan optimis terhadap Allah. 


Doa yang disampaikan hamba kepada Allah SWT pasti diijabah-Nya jika prasyarat dan ketentuan dalam doa telah dipenuhi oleh hamba. Pemenuhan doa, ada dalam tiga kriteria, pertama, apa yang dipinta kepada Allah langsung dikabul, case and carry.


Pinta mobil langsung dapat mobil, minta jadi pejabat langsung jadi pejabat, pinta naik pangkat langsung naik pangkat. Kedua, permintaan hamba kepada Allah yang diganti dan disubsitusi Allah kepada hamba yang lebih baik, karena menurut Allah permintaan itu, tidak proporsional untuk sang hamba, boleh jadi perkabulan yang dipinta hamba, dapat memberikan effect kurang baik terhadap sang hamba, maka Allah dengan segala Rahman dan Rahim-Nya memberikan alternative terbaik buat hamba-Nya.


Banyak orang yang sedang emosional, meminta seseorang celaka, tetapi itu buruk akibatnya buat yang celaka, dan buat yang peminta celaka itu sendiri. Maka Allah memberikan keselamatan terhadap yang meminta dan anugerah sesuatu yang kepada yang dipinta. 


(3) Permintaan hamba ditunda oleh Allah untuk tabungan, deposite hamba di akhirat kelak. Meminta kekayaan yang banyak, tetapi di dunia diberikan secukupnya, jika hamba konsisten dalam kebaikan, insya Allah nanti kekayaan yang hakiki diberikan Allah berupa sorga dengan segala kenikmatannya, yang tidak ada tara dan perbandingan di dunia. 


Wujud doa dibarengi dengan tawakkal kepada Allah SWT:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. QS. Ali Imran: 159.


Konteks ayat ini perihal adab seorang pemimpin dalam mengayomi anggota dan kholeganya, kepatuhan dan penurutan kolegha terhadap kepemimpinan seseorang adalah karena rahmat Allah SWT. Maka seorang pemimpina jangan mengkhianati mereka dengan bersikap otoritatif, nepotism dan koruptif, tetapi lakukan kollegialitas, bermusyarah dan bermufakat dalam segala hal yang terkait dengan azzam dan doa.


Sehingga dengan azzam dan doa, dipulangkan kepada Allah, keberhasilan kepemimpinan bukan karena kehebatan sang pemimpin dalam bekerja, tetapi atas rahmat Allah SWT yang memberikan sikap penurutan dari kholega, kerja kolektif menghasilkan sesuatu secara progresif, sehingga mencapai kesuksesan, kemajuan, berkembang dan akseleratif. Semua itu diaturkan terima kasih, syukur dan ta’jub terhadap kebesaran Allah SWT. 


Tawakkal bukanlah hanya bersandar dan pasrah kepada Allah SWT, apalagi menyalahkan Allah SWT terhadap kegagalan dari sesuatu yang direncanakan. Allah SWT tidak pernah salah dan tidak pernah salah memberikan kepada hamba-Nya.


Hamba-Nyalah yang salah dalam kadar permintaan, dan nomenklatur yang dipinta serta mensejajarkan antara permintaan dan usaha.


Tawakkal kesadaran yang hakiki dan substansi dari seorang hamba bahwa keberhasilan yang ia dapatkan bukanlah wujud kemampuannya semata, tatapi ada peran serta kholega, teman kerja, keluarga, masyarakat secara umum dan Allah SWT yang maha menentukan dalam bentuk takdir-Nya. 


Manusia yang merasa kuat, cakap, tangkas, untuk melakukan sesuatu dan merasakan bahwa sesuatu yang dicapai atas kecakapan, ketangkasan dan kekuatan dirinya, kategori orang yang sombong. 


“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa” Qs. Al-Isra: 83.


Kesuksessan, kemenangan, kekayaan dan kejayaan yang didapatkan oleh manusia, niscaya membuat manusia merasa sombong, arogan, angkuh, takabbur, menyatakan bahwa semua yang didapat adalah atas konstribusi dirinya, tetapi sebaliknya, kegagalan adalah atas kesalahan orang lain dan ketidak berpihakan Allah SWT terhadap dirinya.


Inilah sikap dan perilaku yang bertentangan dengan ketawakkalan terhadap Allah SWT. Tawakkal kepada Allah senantiasa berhusnuzon, berbaik sangka kepada Allah, dan merasakan kekecilan diri berhadapan dengan-Nya, serta mengakui keberadaan segenap makhluk Allah disekitar kita. Semua berkontribusi terhadap keberhasilan dan kesuksesan kita.***

Posting Komentar

0 Komentar