Kebodohan dan kemiskinan, menghimpit, mengkerangkeng dan membelenggu umat, sehingga nyaris tidak bisa bergerak, berderap dan melangkah untuk maju
Oleh Dr. Suhardin, S.Ag, M.Pd.
(Dosen UIC Jakarta dan Umbara Bogor)
CATATAN REDAKSI
Suhardin adalan tokoh muda Muhammadiyah. Berkiprah di berbagai lini kehidupan, sejak dari tinkar pusat hingga ke daerah. Dia adalah penulis produktif. Selain di potretkita.net (kini potretkit4.blogspot.com) dan kiprahkita.com, artikel-artikelnya juga banyak diterbitkan jurnal nasional dan internasional.
Terkait dengan gerakan dakwah komunitas yang mulai gencar diprogramkan Muhammadiyah, maka artikelnya yang sudah terbit di potretkita.net, kembali kami rilis dengan uruh. Selama menikmati. REDAKSI
KIPRAHKITA.com - Umat mengalami fase ketertinggalan dibandingkan dengan peradaban barat. Barat mendapatkan lompatan kemajuan dengan revolusi industri. Masing-masing negara barat, berusaha mendapatkan koloni baru, berusaha mendapatkan tanah jajahan baru untuk dieksploitasi, dianeksasi, dikuras dan ditindas dalam rangka meraup kekayaan untuk kroni dan negara.
Kekayaan tanah jajahan dibawa ke negara, untuk membangun negaranya dan juga dikorupsi oleh kelompok tertentu yang berkuasa di negara penjajah tersebut. Hal ini dirasakan oleh negara yang cikal bakal menjadi Indonesia.
Kepulauan yang berbasis kerajaan ini silih berganti di tukar tambah oleh kaum penjajah, sebutlah Portugis, Inggris, Belanda, Jepang. Para raja diadu domba, para tokoh difitnah, para pimpinan masyarakat disuruh untuk menjilat dan bertekuk lutut kepada penjajah.
Semua komunitas sosial direkayasa sedemikian rupa untuk tidak mendapatkan akses komunikasi yang berimbang, semua diciptakan agar tetap disharmonisasi, disinformasi, dissinkronisasi, dispersepsi. Penjajah berusaha sekuat tenaga agar masyarakat tidak mendapatkan kosa kata persatuan dan solidaritas anak bangsa.
Kosa kata bangsa jauh dari wacana, anak bangsa dilecehkan dan direndahkan dengan paham inlander, anak pribumi asli yang tidak kenal dan paham apa-apa, kelas sosial paling rendah, dibandingkan dengan kelas sosial lainnya.
Agama diobok-obok, dengan memberikan labeling radikal, fundamentalis, pemberontak. Tokoh agama ditandai dengan sebutan pak haji dan buk haji, sebagai penanda orang-orang Islam yang sudah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, dicurigai nanti akan terkontaminasi dengan pemahaman keislaman yang memberontak terhadap penjajahan.
Santri yang menekuni pendidikan agama diberikan pembulian dengan sebutan “blek ketekuk guru tabligh ambuni peghuk” pembelajar yang bodoh dan berpau apek.
Dalam suasana yang demikianlah, seorang tokoh pencerah; KHA Dahlan dan kawan-kawan berusaha menghimpun kekuatan sosial yang transformatif, kolaboratif, dan akseleratif bergerak melangkah maju ke depan untuk membebaskan umat dari belenggu kebodohan dan kemiskinan.
Gerakan al-Ashr yang dikemas dalam bentuk teologi, memberikan penyadaran kepada umat untuk berlari maju, membangun cita mengejar asa. Umat membutuhkan fondasi ketuhanan yang dinamis, bukan ketuhanan yang memberikan pelipur lara, penikmat spiritual, tetapi ketuhanan yang hidup, menggelorakan jiwa untuk memperbanyak amal nyata untuk kemanusiaan dan kelestarian semesta.
Gerak amaliah membutuhkan panduan yang empiric dalam bentuk ilmu pengetahuan. Umat dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggerakkan pendidikan yang berkualitas, yang melahirkan inovasi, pengembangan teknologi tepat guna dan tepat sasaran.
Gerakan keilmuan tidaklah bisa dilakukan dengan sajadah aladin, tetapi harus dilakukan dengan kesabaran, gradual, sustainable, berlanjut dan berkeseinambungan, inilah hakikat kesabaran yang digariskan dalam teologi al-Ashr.
Kesuksesan dalam membangun kesadaran tentang al-ashr yang menghasilkan etos kerja berkemajuan. Hal ini membuat sang pencerah menambah gerakan al-Ma’un, tuntutan kepada para agniya’ untuk tidak berlengah-lengah, bersantai riya, hidup mewah di tengah kemelaratan ummat, tetapi harus menyingsingkan lengan baju untuk membebaskan umat dari belenggu ketidak berdayaan dan himpitan kemiskinan.
Orang mampu dan berpunya dituntut untuk peduli, pemberdayaan, dan mengentaskan umat miskin, dhuafa, dan anak yatim. Celakalah bagi orang-orang yang asyik, beribadah mahdah, shalat, rawatib, tahajjud, dhuha, puasa Senin Kamis, puasa Nabi Daud, tetapi tidak peduli dengan kehidupan sosial yang ada di sekitarnya.
Ia asyik beribadah mahdah, sementara tetangganya kelaparan, ini sangat dicela oleh Allah SWT dianggap sebagai pendusta agama.
Sang pencerah bukan berhenti pada konsep tetapi dalam kegiatan nyata yang terorganisasi dengan baik, terstruktur dan gerakan yang massif, sehingga ummat mengalami progresivitas yang signifikan.
Gerakan ini mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Berbagai jenis lembaga pendidikan berkembang baik semenjak dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan lanjutan pertama, pendidikan menengah atas, pendidikan tinggi, magister dan doctor, semua berkembang pesat dari Sabang sampai Merauke bahkan di berbagai penjuru semesta.
Gerakan sosial dalam bentuk lembaga kesejehteraan sosial, baik dalam bentuk sosial anak, sosial disabilitas, sosial senior, berkembang dengan baik, sebagai wujud nyata membantu pemerintah secara aktif.
![]() |
Suhardin |
Demikian juga bidang kesehatan, semenjak dari klinik, pratama, dan rumah sakit dilola dengan manajemen modern bersaing dengan lembaga swasta dan pemerintah, sebagai wujud nyata membantu pemerintah.
Gerakan baru yang dikembangkan; pertama, philantropy, semua jejaring semenjak dari Sabang sampai merauke, aktif menghimpun dana ummat, dan diperuntukkan sesuai dengan asnaf yang sudah digariskan.
Kedua, disaster, aktif dalam setiap kejadian bencana yang menimpa anak bangsa, wujud nyata dari ta’awun, bertolong-tolongan dalam kebaikan, pertolongan bukan hanya untuk segmentasi ideologis, tetapi kemanusiaan dan segenap makhluk ciptaan Tuhan.
Ketiga, empowering, pemberdayaan, memberikan bantuan, inovasi dalam berbagai pekerjaan masyarakat, baik perikanan, pertanian, dan perindustrian.
Gerakan inilah yang diharapkan untuk menjadi suluh peradaban dalam rangka pencerahan semesta. Pertama, semesta yang lagi mengalami peningkatan rasionalitas, malah sudah sampai kepada titik klimak, yang berdampak terhadap sekularitas, berujung pada agnostic, pemahaman tidak adanya Tuhan.
Paham ini, agak bisa dimengerti dari bentuk antithesis dari sekelompok masyarakat yang memaksakan eksistensi tuhan dengan rada kurang kecerdasan. Agama diindoktrinasi, pengekangan paham kegamaan tertentu, tetapi miskin kreatifitas dalam gerakan.
Diharapkan kreatifitas dan inovasi dari gerakan sang surya dapat memberikan suluh terhadap peradaban yang lebih berketuhanan, memberikan kemaslahatan terhadap kehidupan nyata, memberikan jawaban terhadap segenap problematikan keumatan, kemanusiaan, dan kemuliaan lingkungan ciptaan Tuhan.
Kedua, eksploitasi alam untuk kekayaan dan kejayaan. Neo imperialism, liberiralisasi perdagangan, nyata dalam kehidupan. Negara yang memiliki sumber daya alam, lemah sumber daya manusia, sedikit cadangan devisa, menjadi gadis cantik jelita di mata para pemburu kekayaan alam.
Mereka berusaha menyandera, memproteksi agar negara tersebut tidak berpeluang untuk menjadi negara industri, menekan sekuat tenaga untuk menjadi negara maju, mereka berusaha menjadikan tetap sebagai pasar dan negara yang siap sedia dieksploitasi dan dianeksasi.
Inilah tugas sang surya untuk memberikan pencerahan kepada segenap anak bangsa terutama negara senasib dan sederita, untuk bisa bangkit. Kemudian memberikan pencerahan kepada negara-negara yang potensial untuk menjadi pengeksploitasi untuk berubah menjadi negara pemberdaya, dan pengayom.
Hal ini sudah dilakukan secara aktif dan dinamis dalam berbagai event pada word face forum, semoga ke depan lebih aktif dan lebih progressive, sesuai dengan labling yang disandang, berkemajuan.
Ketiga, class civilization, perang peradaban, akibat dari perlombaan industry persenjataan membuat negara terkotak, terblok dalam berbagai blok, yang mengakibatkan perang untuk expansionist, merebut negara lain untuk berada di bawah pengaruh dan kekuasaan negara yang melakukan expansion.
Tugas inilah yang menantang dan memberikan peluang kepada sang surya untuk memberikan pencerahan, menyinari kehidupan berbagai negara di semesta untuk tetap berada pada garis konaah, jangan serakah, melakukan ta’awun, saling memberi untuk kehidupan sejati dan hakiki sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Keempat, sang surya, bekerja, dengan memulai dari diri sendiri, ibda’ binafsi, da’wah bil hal, menyatakan sesuatu dengan fi’il, dengan perbuatan, bukan dengan retorika.
Pimpinan yang menjalankan roda organisasi dengan amanah, ambisi yang terukur, tidak agresif dan konfrontatif, seperti kelompok sosial tertentu yang musyawarah dengan adu jotos. Barokah untuk Muhammadiyah, sinar-Mu ditunggu semesta, kiprah nyatamu harapan semua.***
0 Komentar