Gempa nan Meremuk Sumbar, 14 Tahun Kemudian....

 

KLIPING BERITA GEMPA PADANG PADA KORAN ASING (dokumentasi jose r. robeiro)

PADANG, kiprahkita.com - Empat belas tahun sudah berlalu. Mungkin sudah banyak yang lupa, atau tak ingin mengingatnya lagi. Itulah gempa dahsyat nan meremukkan Sumatera Barat.

Tersebutlah pada senja 30 September 2009 pukul 17.46 WIB. Saat warga kota kebanyakan dalam perjalanan pulang ke rumah, setelah seharian beraktivitas di pasar, kantor, sekolah, dan lain-lain.

Tiba-tiba gempa dahsyat mengguncang. Manusia berpekikan. Arus lalu lintas terkunci ke segala arah. Beberapa detik kemudian, bangunan pun banyak yang rubuh. Tak sedikit yang tertimbun reruntuhan bangunan, lalu ditemukan sudah meninggal dunia.

Gempa itu juga terasa dahsyat di Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, Bukittinggi, Agam, dan Pasaman Barat.

BMKG mencatat, gempa hebat dengan Magnitudo 7,6 itu adalah gempa yang sangat merusak. Berdasarkan sumbernya, gempa ini bukan dibangkitkan oleh megathrust, melainkan deformasi slab Lempeng Samudera di bawah zona megathrust yang oleh para ahli disebut sebagai gempa dalam lempeng atau intra-slab earthquake.

"Gempa ini memiliki energi gempa yang jauh lebih kuat. Bersifat sangat merusak, juga memicu dampak ikutan lain (collateral hazard), dimana tiga desa tertimbun longsor, sekitar 400 orang meninggal di lembah Gunung Tigo Padang Pariaman itu," jelas Dr. Daryono dari BMKG.

Merujuk publikasi pada laman BPBD Kota Padang yang mengutip wikipedia diperoleh informasi, gempa itu menyebabkan 1.117 orang tewas, 1.214 orang luka berat, luka ringan 1.688 orang, korban hilang satu orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan.

Bencana terjadi sebagai akibat dua gempa yang terjadi kurang dari 24 jam pada lokasi yang relatif berdekatan. Pada hari Rabu 30 September 2009 terjadi gempa berkekuatan 7,6 pada Skala Richter dengan pusat gempa (episentrum) 57 km di barat daya Kota Pariaman (00,84 LS 99,65 BT) pada kedalaman (hiposentrum) 71 km.

Pada hari Kamis 1 Oktober 2009 terjadi lagi gempa kedua dengan kekuatan 6,8 Skala Richter, kali ini berpusat di 46 km tenggara Kota Sungai Penuh pada pukul 08.52 WIB dengan kedalaman 24 km.

Setelah kedua gempa ini, terjadi rangkaian gempa susulan yang lebih lemah. Gempa pertama terjadi pada daerah Patahan Mentawai (di bawah laut), sementara gempa kedua terjadi pada Patahan Semangko di daratan. Getaran gempa pertama dilaporkan terasa kuat di seluruh wilayah Sumatra Barat, terutama di pesisir. Pada tanggal 13 Oktober 2009, angka korban tercatat 6.234 jiwa.

Pemko Padang akan memperingati bencana itu pada 30 September 2023 mendatang. Sekretaris Daerah Kota Padang Andree Algamar pun mengimbau kepada warga, agar meningkatkan kesiapsiagaan ketika menghadapi bencana.

"Gempa yang mengguncang Kota Padang di tahun 2009 lalu, banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil," kata Andree, sebagaimana dirilis Diskominfo Kota Padang.

Menurutnya, gempa pada 2009 silam sebagai renungan agar diambil hikmahnya, sekaligus meningkatkan kesiapsiagaan saat terjadi bencana.

Selain melaksanakan upacara peringatan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang melaksanakan lomba video kesiapsiagaan, mars tangguh, dan penghargaan bagi insan kebencanaan.

Pada Peringatan 13 Tahun Gempa Padang, setahun silam, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan, Padang adalah kota yang memiliki potensi gempabumi dan tsunami, karena letak pantainya di bagian barat berhadapan dengan zona sumber gempabumi megathrust, yang menurut para pakar memiliki potensi magnitudo cukup besar.

Seluruh Pantai Barat Sumatera, dari pesisir Aceh hingga Lampung telah mengalami peristiwa gempa besar yang merusak.

Seluruh energi gempa di Pantai Barat Pulau Sumatera tersebut, menyisakan segmen sumber gempa Megathrust Mentawai-Siberut yang berhadapan dengan pesisir Sumatera Barat, sebagai satu-satunya segmen megathrust yang belum rilis energi sejak tahun 2000.

"Dengan pesisir Sumatera Barat, sebagai satu-satunya segmen megathrust yang belum rilis energi sejak tahun 2000. Situasi ini berpotensi membangkitkan gempa besar dan merusak," jelasnya.

Berdasarkan catatan Katalog Tsunami BMKG, Sumatera Barat pernah mengalami tsunami beberapa kali yaitu pada tahun 1797, 1833, 1904, dan 1935.

Di samping itu, dalam pemodelan tsunami BMKG, menunjukkan bahwa tinggi gelombang tsunami di pesisir Kota Padang akibat gempabumi, skenario terburuk Magnitudo M8,9 dapat mencapai lebih dari 10 meter dengan waktu tiba tsunami kurang dari 30 menit.

Melihat potensi tsunami tersebut, lanjut Dwikorita, ditambah status Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat dengan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 900.000 jiwa, maka tidak heran jika Kota Padang memiliki indeks risiko tsunami yang sangat tinggi. (musriadi musanif, dari berbagai sumber)

Posting Komentar

0 Komentar