![]() |
dinas kominfo padang |
PADANG, kiprahkita.com - Saat senja menjelang, 30 September 2009, tak ada yang menyangka, bencana besar akan datang melanda.
Saat itu, sebagian warga Kota Padang dalam perjalanan dari tempat kerja masing-masing. Ada juga yang masih beraktivitas. Kami di jajaran Reedaksi Harian Singgalang, Jl. Veteran 17 Padang, waktu itu baru memulai aktivitas menyiapkan berita-berita yang akan terbit keesokannya, 1 Oktober 2009. Tapi kemudian, koran itu tak jadi terbit.
Hanya beberapa menjelang Azan Maghrib dikumandangkan, tapi kemudian, bumi berguncang hebat. Suara gemuruh terdengar menakutkan. Dalam hitungan detik, gedung-gedung megah pun berguguran.
Di bawah reruntuhan bangunan itu, tak sedikit warga kota yang kemudian meregang nyawa. Menghadap Yang Maha Kuasa tersebab musibah yang dipicu gempa bumi berskala besar. Pada Skala Richter tercatat 7,9.
Kota Padang dan beberapa daerah di Sumbar, seperti Padang Pariaman, Kota Pariaman, Pesisir Selatan, sebagian Agam, Pasaman Barat, Padang Panjang, dan Bukittinggi nyaris lumpuh.
Laman potretkita.id dengan merilis berbagai sumber menjelaskan, gempa dahsyat itu sangat merusak. Berdasarkan sumbernya, gempa ini bukan dibangkitkan oleh megathrust, melainkan deformasi slab Lempeng Samudera di bawah zona megathrust yang oleh para ahli disebut sebagai gempa dalam lempeng atau intra-slab earthquake.
"Gempa ini memiliki energi gempa yang jauh lebih kuat. Bersifat sangat merusak, juga memicu dampak ikutan lain (collateral hazard), dimana tiga desa tertimbun longsor, sekitar 400 orang meninggal di lembah Gunung Tigo Padang Pariaman itu," jelas Dr. Daryono, saat ini menjabat kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG.
Merujuk publikasi pada laman BPBD Kota Padang yang mengutip wikipedia diperoleh informasi, gempa itu menyebabkan 1.117 orang tewas, 1.214 orang luka berat, luka ringan 1.688 orang, korban hilang satu orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan.
Bencana terjadi sebagai akibat dua gempa yang terjadi kurang dari 24 jam pada lokasi yang relatif berdekatan. Pada hari Rabu 30 September 2009 terjadi gempa berkekuatan 7,6 pada Skala Richter dengan pusat gempa (episentrum) 57 km di barat daya Kota Pariaman (00,84 LS 99,65 BT) pada kedalaman (hiposentrum) 71 km.
Pada hari Kamis 1 Oktober 2009 terjadi lagi gempa kedua dengan kekuatan 6,8 Skala Richter, kali ini berpusat di 46 km tenggara Kota Sungai Penuh pada pukul 08.52 WIB dengan kedalaman 24 km.
Setelah kedua gempa ini, terjadi rangkaian gempa susulan yang lebih lemah. Gempa pertama terjadi pada daerah Patahan Mentawai (di bawah laut), sementara gempa kedua terjadi pada Patahan Semangko di daratan. Getaran gempa pertama dilaporkan terasa kuat di seluruh wilayah Sumatra Barat, terutama di pesisir.
Keguncangan juga dilaporkan dari Pematang Siantar, Medan, Kuala Lumpur, Bandar Seri Begawan, Lembah Klang, Jabodetabek, Singapura, Pekanbaru, Jambi, Batam, Palembang dan Bengkulu.
Dilaporkan, pengelola sejumlah gedung bertingkat di Singapura mengevakuasi stafnya. Kerusakan parah terjadi di kabupaten-kabupaten pesisir Sumatra Barat, bagian selatan Sumatra Utara serta Kabupaten Kerinci (Jambi).
Sementara Bandar Udara Internasional Minangkabau mengalami kerusakan pada sebagian atap bandara, (sepanjang 100 meter) yang terlihat hancur, dan sebagian jaringan listrik di bandara juga terputus. Sempat ditutup dengan alasan keamanan, bandara dibuka kembali pada tanggal 1 Oktober 2009.
Korban tewas akibat gempa terus bertambah, dikhawatirkan mencapai ribuan orang. Namun, hingga tanggal 4 Oktober 2009, angka resmi yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah 603 orang korban tewas dan 343 orang dilaporkan hilang.
Pada tanggal 13 Oktober 2009, angka korban meningkat menjadi 6.234 jiwa. Pertolongan yang sangat dibutuhkan oleh korban gempa terutama adalah kekurangan obat-obatan, air bersih, listrik, dan telekomunikasi, serta mengevakuasi korban lainnya.
PERINGATAN
Dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan kewaspadaan warga kota, Pemko Padang menggelar kegiatan dalam rangka memperingati 14 tahun gempa dahsyat itu. Walikota Padang Hendri Septa dan sejumlah pejabat, turut menghadiri kegiaan yang dilaksanakan di Tugu Gempa Padang, Sabtu (30/9/2023) itu.
"Sudah 14 tahun lalu gempa dahsyat melanda hingga meluluhlantakkan semua bangunan milik warga, infrastruktur pemerintah dan bahkan menelan korban jiwa sebanyak 383 orang warga Kota Padang," kata walikota.
Ia pung mengingatkan warganya, agar senantiasa meningkatkan kesiapsiagaan menyikapi potensi berbagai bencana yang kapan dan di mana saja bisa terjadi, berbentuk gempa, banjir dan lain-lainnya.
Ridwan (73), seorang warga kota juga memperingati gempa dahyat itu. Kakaknya meninggal dalam musibah tersebut. Ridwan yang berjalan dibantu tongkat itu, tak lupa membawa empat lilin merah dalam kantong plastiknya.
Dalam peringatan peristiwa gempa ke-14 tahun di Tugu Gempa Padang itu, sebagaimana diberitakan Dinas Kominfo Kota Padang, Ridwan tampak duduk paling jauh di antara keluarga korban lainnya.
Di Tugu Gempa yang menjadi pusat kegiatan peringatan itu, tertulis nama sang kakak: Edi Hermanto. Dia adalah atlet angkat berat dan pernah mengantongi predikat juara dunia era 1980-an.
"Sudah 9 medalinya, dan paling banyak itu kejuaraan dunia. Sebagai seorang adik saya bangga, dia pernah menjadi kebanggaan Padang, Sumbar, bahkan negara ini," katanya.
Ridwan bercerita, saat gempa dahsyat mengguncang Padantg, ia sedang berada di luar rumah. Persisnya di depan Polsek Padang Selatan.
"Tiba-tiba gempa besar, sekeliling saya juga langsung mulai hancur. Panik entah bagaimana, cemas, semua bercampur. Saya langsung bergegas ke arah rumahnya di Kampung Nias. Saya mendapati rumah kakak rata dengan tanah. Saya berteriak, namun tak satu suara pun yang menyahut," ujarnnya.
Padang pun kemudian gelap. Kelam pekat karena semua alat penerangan tak menyala. Menjadi semakin gelap, karena abu beterbangan dari reruntuhan memenuhi udara.(musriadi musanif, dari berbagai sumber)
0 Komentar