JAKARTAKIPRAHKITA.com - Saat ini pemerintah sedang menggarap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), sekaitan dengan telah ditetapkannya Undang-undang (UU) Kesehatan.
Untuk memberikan kontribusi yang maksimal dan menindaklanjutinya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejak enam bulan lalu melalui Kelompok Kerja (Pokja) RPP Kesehatan bekerja menyiapkan rumusan, guna memberi masukan terkait RPP itu.
"Ada 8 kluster dalam RPP Kesehatan yang menjadi sorotan KPAI," ujar Ketua Pokja RPP Kesehatan KPAI Dr. Jasra Putra, M.Pd, saat menyampaikan masukan kepada Menteri Kesehatan, Senin (9/10), di Jakarta.
Pertama ibu, bayi, anak dan remaja; kedua penyandang disabilitas, ketiga gizi, keempat upaya kesehatan jiwa, kelima usaha kesehatan sekolah, keenam kesehatan lingkungan, ketujuh perlindungan anak dari produk zat adiktif dan rokok elektronik; dan kedelapan skema pembiayaan kesehatan anak.
Soal Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), ujarnya, kita melihat UKS lebih pada sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek, sedangkan yang di bawah Kemenag belum terakomodir, ini yang menjadi masukan KPAI saat kita membahas RUU Kesehatan bersama DPR RI.
"Di UU Kesehatan yang baru, semua sudah masuk, bahkan sampai ke kegiatan keagamaannya. Terima kasih Pak Menteri, KPAI sangat mengapresiasi, atas upaya kerja keras menghadirkan UU Kesehatan yang berperspektif anak," kata Jasra yang juga merupakan wakil ketua KPAI itu.
Angka kasus aduan terkit akses kesehatan anak, menurut Jasra, terbilang masih tinggi. Bahkan pada Oktober ini saja, tegasnya, ada 64 kasus aduan akses kesehatan yang disampaikan ke KPAI.
"Kami melakukan penanganan mediasi, misal laporan layanan gangguan jantung anak yang berakhir meninggal, yang dirasa orang tua korban penjelasan dari pihak rumah sakit masih kurang," ujarnya.
Begitu juga peristiwa di Pasaman Sumatera Barat, tentang puluhan anak korban sodomi yang kesulitan mengakses visum, karena tidak ada fasilitas pemeriksaan di daerah terdekat, sehingga menggunakan pembiayaan mandiri dengan meminta warga mengumpulkan donasi untuk bisa melakukan visum korban.
Ini juga menjadi perhatian KPAI, tegasnya, karena dukungan kesehatan sangat penting dalam mempercepat proses dan memberi akses keadilan bagi korban, serta rencana pemulihan jangka panjang.
Sementara itu, Ketua KPAI Ai Maryati menyampaikan, pihaknya memang tidak melakukan layanan kesehatan secara langsung, namun ketika di masyarakat terjadi permasalahan saat mengakses layanan kesehatan, maka KPAI memiliki kewajiban menjalankan mandat presiden, khususnya terkait pengawasan layanan, pelaksanaan kebijakan dan memberikan masukan.
"Kita punya mandat melindungi anak sejak umur 0 sampai 18 tahun, yang memperprasyaratkan sejak dalam rencana kandungan, dengan memberi derajat optimal dalam pelayanan, yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak di bahasakan dengan upaya kesehatan yang komperhensif dan memperoleh derajat kesehatan yang optimal," katanya.(mus)
0 Komentar