NKRI Harga Mati Dipraktekkan, Bukan Diteriak-teriakkan

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir.(muhammadiyah.or.id)

DEPOK, kiprahkita.com - Di Muhammadiyah, slogan NKRI Harga Mati dan Bhinneka Tungga Ika, bukan untuk diteriak-teriakkan, tetapi langsung dipraktekkan sehingga menghasilkan puluhan ribu amal usaha.


Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, merajut kesatuan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika sudah dilakukan Muhammadiyah sejak 111 tahun silam. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah jadi harga bagi bagi Muhammadiyah, ketika NKRI itu belum diproklamirkan Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.


"Menjelang usia 111 tahun pada 12 November nanti, Persyarikatan Muhammadiyah telah menjelma menjadi satu-satunya organisasi kemasyarakat yang memiliki pengkhidmatan terbesar di dunia," ujarnya, dikutip dari laman resmi muhammadiyahror.id, diakses pada Ahad (1/10).


Haedar menyebut, Muhammadiyah bersama ‘Aisyiyah telah memiliki 173 Perguruan Tinggi, 20.000 lebih TK/PAUD, ribuan sekolah/madrasah, 127 rumah sakit, 365 klinik/balai kesehatan, hingga ribuan sekolah/madrasah.


Amal Usaha Muhammadiyah tersebut, ujarnya, juga banyak yang memberikan pelayanan di daerah mayoritas non muslim, bahkan mancanegara.


Meski pengkhidmatan Muhammadiyah terhadap umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta telah begitu besar, menurutnya, masih banyak masyarakat yang kurang mengenal kiprah Persyarikatan.


“Itulah cara Muhammadiyah membangun. Muhammadiyah itu inklusif, Muhammadiyah itu NKRI. Cuma Muhammadiyah ini tidak pandai beretorika, jarang Muhammadiyah berteriak NKRI Harga Mati, jarang bilang Bhinneka Tunggal Ika," katanya.


Tapi, imbuh Haedar, Muhammadiyah mempraktekkan NKRI Harga Mati dan Bhinneka Tunggal Ika itu dalam perbuatan nyata yang mencerdaskan, mencerahkan, dan memajukan, sehingga buahnya dapat dirasakan masyarakat Indonesia.


"Muhammadiyah tidak saja menjangkau masyarakat perkotaan, tetapi juga daerah-daerah terpencil yang minim sentuhan dari pemerintah. Muhammadiyah hadir ketika negara masih minimal hadir. Muhammadiyah For All, Muhammadiyah untuk semua,” sebutnya.(*/mus)

Posting Komentar

0 Komentar