![]() |
Buya Dr. H. Anwar Abbas |
JAKARTA, kiprahkita.com - Tak dapat dipungkiri, daya beli masyarakat Indonesia terus melemah. Hal ini menjadi keprihatinan, karena bisa berdampak pada memburuknya perekonomian rakyat.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah melakukan berbagai hal, untuk membentengi perekonomian warganya. Namun itu saja tentu tidak cukup. Dibutuhkan adanya langkah-langkah konkret dari pemerintah.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Dr. H. Anwar Abbas mengaku prihatin dengan sepinya pasar tradisional dan modern, sebagai efek dari melemahnya perekonomian rakyat tersebut. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah melakukan tujuh hal:
1. Agar pemerintah fokus untuk menyediakan dan memberikan pekerjaan yang layak bagi masyarakat, terutama bagi pengangguran,
2. Menaikkan gaji pegawai negeri dan swasta,
3. Meningkatkan penjualan pedagang dengan membatasi masuknya barang impor,
4. Meningkatkan pengetahuan dan skill pengusaha termasuk penguasaan terhadap masalah digital agar mereka bisa menjual barangnya dengan harga yang kompetitif,
5. Seluruh jajaran pemerintahan mulai pusat hingga daerah memborong produk buatan dalam negeri,
6. Menggerakkan masyarakat agar mencintai produk dalam negeri, dan
7. Mengenakan pajak dan ketentuan-ketentuan yang tinggi dan ketat terhadap barang-barang yang berasal dari impor.
Terkait dengan lemahnya daya beli, Anwar menyebut, penyebabnya tidak melulu karena pasar digital atau e-commerce, melainkan karena beberapa faktor seperti asas kemudahan, harga barang, hingga tingkat pendapatan masyarakat.
“Banyak pengamat mengatakan hal itu terkait dengan pesatnya perkembangan perdagangan online, tapi rasa-rasanya, tidaklah sepenuhnya benar karena ada faktor-faktor lain yang juga bisa memengaruhi, termasuk soal daya beli,” tuturnya, dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, diakses pada Ahad (8/10) pagi.
Buya yang membidangi UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup di PP Muhammadiyah itu menilai, faktor-faktor yang mengubah prioritas daya beli masyarakat dari pemenuhan kebutuhan yang dulu sifatnya tersier-sekunder, kepada yang bersifat primer saja.
“Jika sebelumnya, masyarakat begitu leluasa membeli barang-barang menyangkut kebutuhan primer, sekunder dan tersier, tapi sekarang mereka hanya bisa membeli barang yang bersifat primer dan sekunder saja. Atau mungkin hanya primernya saja,” jelasnya.(muhammadiyah.or.id/ed. mus)
0 Komentar