Marhaban Ramadhan

 

Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd

(Sekretaris LDK Pimpinan Pusat Muhammadiyah)


OPINI, kiprahkita.com - Selamat datang syahru Ramadhan, bulan yang dirindukan, memiliki pesona khusus, berjuta keagungan yang terkandung di dalamnya. 


Pada bulan Ramadhan disyariatkan oleh Allah SWT berpuasa sebulan penuh, semenjak pada tanggal satu Ramadhan sampai dengan habisnya usia bulan tersebut, boleh dua puluh sembilan hari, boleh tiga puluh hari, tergantung dengan masuknya bulan berikutnya, yakni satu Syawal. 


Terkait dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah SWT menggariskan “faman syahida minkumu syahra fal yasyumhu” karena itu, barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. 


Dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa makna syahida di sini adalah hadhara artinya tidak sedang bersafar. 


Ibnu Katsir menerangkan, bahwa makna syahida adalah melihat istihlal (muncul hilal) di bulan itu dan ia orang yang mukim, tidak shafar, maka dengan secara langsung dibebankan kewajiban terhadapnya berpuasa. 


Allah SWT sangat moderat memerintahkan kepada ummat berpuasa, yakni kesaksian. syahida. Bentuk persaksian dari sebagian diantara kaum muslimin bahwa pada hari tertentu, tanggal tertentu bulan Ramadhan telah masuk, maka segenap kaum muslimin, mukminin diwajibkan langsung berpuasa. 


Kesaksian tersebut boleh jadi melihat dengan mata kepala bahwa hilal terlihat (anak bulan telah terlihat secara kasat mata), boleh juga dengan fenomena alam yang terjadi, oleh sebagian masyarakat dengan berpedoman kepada ketinggian pasang, boleh juga dengan perhitungan yang akurat dengan metode hisab hakiki. 


Persaksian sebagian orang yang beriman yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam menentukan awal bulan, maka ini dapat dijadikan dasar oleh sebagian yang lain untuk menentukan sikap dan keputusan melaksanakan ibadah shoumu Ramadhan. 


Sebagian ahli hisab telah menyatakan bahwa pada tanggal 10 Maret 2024 bertepatan dengan tanggal 29 Syakban 1445 jam 16:07:42 tinggi bulan pada pada saat matahari terbenam di wilayah Yogyakarta sebesar +00056’28” sehingga dinyatakan hilal sudah wujud, hari berikutnya sudah dinyatakan sebagai tanggal 1 Ramadhan pada tanggal 11 Maret 2024. 


Kesaksian (syahida) yang dilakukan oleh sebagian dari kaum muslimin mukminin yang bertanggungjawab secara keilmuan dan secara teologis, dapat dijadikan rujukan, pijakan kepada kita kaum muslimin dan mukminin untuk menentukan sikap bahwa pada tanggal 11 Maret 2024 adalah tanggal 1 Ramadhan.


Kita yang berkeyakinan terhadap kesaksian itu, wajib untuk melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dan menyempurnakannya satu bulan sampai pada masuknya tanggal 1 Syawal. 


Ibadah Ramadhan merupakan sebuah ibadah khas yang digariskan oleh Allah SWT pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183-188. Merupakan konsep ilahiyah yang sistematik, integrated sebagai satu kesatuan. 


Ibadah ini adalah treatment Allah SWT kepada segenap orang-orang beriman, bertaqwa, muhsinin, sodiqun untuk melakukan secara serempak dan individual, kegiatan menahan diri untuk tidak memasukkan segala jenis zat ke dalam tubuh dan menahan diri untuk tidak melakukan hubungan biologis semenjak dari terbit fajar sampai dengan tenggelamnya matahari. 


Proses kegiatan syaumu Ramadhan dilakukan dengan basis keimanan dan ketaqwaan. Basis keimanan, terlihat jelas atas panggilan Allah dengan spesifik kepada orang-orang yang beriman. 


Sekelompok manusia yang meyakini ketauhidan dan menghambakan diri kepada khalik. Mereka dengan kesadaran yang penuh berusaha menjalankan Syariah Allah SWT berupa ibadah puasa. Ibadah puasa ini diwajibkan Allah SWT secara berkelanjutan, semenjak dari ummat Nabi Adam AS, ummat Nabi Musa AS, ummat Nabi Daud AS dan ummat Nabi Isya AS sampai dengan ummat Nabi Muhammad SAW.


Ibadah puasa Ramadhan dilakukan dengan basis ketaqwaan. Orang bertaqwa adalah orang-orang yang jelas beriman dan berperilaku muhsinin, suka memberi dalam kondisi sulit dan senang, mengendalikan diri dari perbuatan yang tercela, berlapang dada untuk memaafkan orang lain yang sudah nyata bersalah pada dirinya, dan senantiasa beristighfar minta ampun kepada Allah SWT atas dosa yang telah ia lakukan. 


Puasa melatih diri untuk menjadi seorang manusia muhsinin secara nyata, dimana seorang muhsinin tersebut dalam melakukan ibadah dan menjalankan aktifitas kehidupan, senantiasa merasakan dirinya bersama dengan Allah SWT. 


Segala gerak dan gerik kehidupannya dalam pengawasan Allah SWT. Maka seorang yang tengah berpuasa yakin sepenuh hati bahwa dirinya sangat dekat dengan Allah SWT, maka ia tidak sungkan untuk senantiasa meminta dan bermohon kepada Allah SWT. 


Allah SWT senantiasa mengabulkan permohonannya, sekalipun spesifikasi yang dipinta belum tentu itu yang dikabulkan oleh Allah SWT, karena Allah SWT sangat mengetahui tentang hamba-Nya. 


Outcome (hasil nyata) dari peribadatan puasa yang diselenggarakan oleh orang-orang yang beriman, bertaqwa dan berkepribadian muhsinin tersebut adalah pertama, tidak sedikitpun dan sekalipun memakan harta yang bathil, karena ibadah puasa telah melatih kita untuk senantisa menjaga diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan biologis selama semenjak terbit fajar sampai tenggelam matahari. 


Kedua, tidak melakukan gratifikasi, suap menyuap, sogok menyogok untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Upaya mendapatkan sesuatu, boleh jadi ingin menang perkara, memberikan suap kepada hakim, ingin lolos test melakukan suap kepada panitia, ingin dapat jabatan melakukan pelayanan khusus kepada pemegang otoritas. 


Jika dua outcome ini masih tetap kita lakukan, dan kita adalah alumnus puasa, maka boleh jadi kadar keimanan dan ketaqwaan yang menjadi basis peribadatan puasa yang kita lakukan masih belum memadai. 


Maka inilah yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan dalam melakukan peribadatan di bulan suci Ramadhan ini.***

Posting Komentar

0 Komentar