Pendidikan Kita


Oleh Dr. Suhardin, M.Pd.

Dosen Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta


OPINI, kiprahkita.com - Ada kesan di tengah masyarakat, ganti menteri ganti kebijakan dan juga ganti kurikulum. Kesan demikian tidak bisa disalahkan.


Memang terlihat nyata, sewaktu Muhadjir Effendy jadi Mentri Pendidikan, kebijakan beliau fokus pada pengembangan karakter peserta didik, sehingga melahirkan kebijakan full day school.


Dengan itu, sekolah dapat lebih fokus mengembangkan karakter peserta didik dengan menanamkan pembiasaan, agar terbangun karakter diri peserta didik, sekaligus juga melepaskannya dari gangguan luar, social effect, social media effect, budaya kekerasan (violence culture), materialistic dan hedonist.


Menteri berikutnya, Nadiem Makarim. Dia adalah seorang teknokrat muda, pebisnis dan sukses dalam pengembangan Artificial Intelligence (AI), dan berhasil dalam bisnis transportasi dengan menggunakan AI. 


Fokus beliau pada outcome pendidikan pengembangan sumber daya manusia, dan penyelenggaraan sistem pelayanan pendidikan yang berbasis teknologi informasi. 


Semua pelayanan administrasi dicoba ditransfromasi dengan layanan digital, karena hal ini adalah kebutuhan dan tuntutan dalam kemajuan dunia pelayanan. 


Tingginya tuntutan terhadap manajemen dan kesejahteraan, membuat pembiayaan pendidikan mengalami peningkatan. 


Para penyelenggara satuan pendidikan tinggi berupaya untuk meningkatkan pembiayaan pada satuan pendidikan tingginya masing-masing. 


Akibatnya, para sivitas akademika mengalami kekagetan, mahasiswa berteriak, orang tua mahasiswa banyak yang mengajukan protes, berujung bapak menteri dipanggil oleh Komisi VIII DPR RI Bidang Pendidikan, dan menyatakan kesanggupannya untuk memperbaiki Uang Kuliah Tunggal (UKT).

 

Kemana sih sebenarnya arah pendidikan kita? Dalam konstitusi jelas dan tegas dinyatakan, siapapun yang menjadi pemimpin bangsa ini, wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut dalam menciptakan perdamaian dunia. 


Untuk mewujudkan bangsa yang cerdas, negara mengembangkan Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.


Pendidikan tersebut bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. 


Esensialitas pendidikan adalah terbentuknya kepribadian, dan tersemainya potensialitas individu peserta didik, atas pelayanan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. 


Bagaimana pola dan bentuk pelayanan yang dilakukan, diberikan kebebasan kepada satuan layanan pendidikan untuk berkreasi, bersinergi, berkolaborasi dengan memanfaatkan berbagai potensi sosial dan sumber daya yang ada. 


Inilah wujud dari kemerdekaan pada manajemen satuan pendidikan tersebut. Pimpinan satuan pendidikan, tidak terlalu banyak minta petunjuk kepada atasan, tetapi lebih banyak melakukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi, sehingga melahirkan inovasi dan kompetisi antar satuan ke arah yang lebih baik.


Satuan pendidikan dalam hal ini perlu mengembangkan tuntutan kehidupan masa depan bagi peserta didik, diantara hal-hal yang sangat perlu diapresiasi dan diinovasi dari penyelenggaran pendidikan ke depan:


Pertama, pendidikan berbasis teknologi, integrasi teknologi digital dalam proses pembelajaran, seperti penggunaan perangkat lunak edukatif, platform e-learning, dan alat kolaborasi online. 

Pemanfaatan kecerdasan Artificial Intelligence sebuah keniscayaan. Pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa, serta memberikan umpan balik secara real-time.


Kedua, pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran personalisasi, menyesuaikan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan masing-masing siswa. 


Pembelajaran berbasis proyek, mendorong siswa untuk belajar melalui proyek nyata yang memerlukan pemecahan masalah, kolaborasi, dan aplikasi praktis dari pengetahuan. 


Inilah wujud nyata merdeka belajar pada tingkat peserta didik, bebas dari penjajahan pendidik, yang senantiasa mengintervensi, mengindoktrinasi dan brainwashing. 


Ketiga, penyediaan keterampilan abad 21. Keterampilan kritis dan kreatif, menekankan pentingnya berpikir kritis, kreativitas, dan inovasi dalam proses pembelajaran. Keterampilan sosial dan emosional, meningkatkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, empati, dan manajemen diri sebagai bagian penting dari kurikulum. 


Materi pembelajaran berorientasi personalize, tetapi layanan diberikan dalam bentuk colaborasi, kerjasama, dinamika kelompok, dan membiasakan tolong menolong. 


Keempat, pendidikan karakter dan nilai. Mengajarkan dan membiasakan nilai-nilai moral dan etika seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kerja sama. 


Pendidikan untuk Kewarganegaraan Global, menyadarkan siswa tentang isu-isu global seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan keberlanjutan, serta membentuk mereka menjadi warga dunia yang bertanggung jawab.


Kelima, pembelajaran seumur hidup. Mendorong budaya belajar yang terus menerus, baik melalui pendidikan formal maupun informal, sepanjang hidup seseorang. 


Keterampilan untuk masa depan, keterampilan yang relevan dengan masa depan pekerjaan, termasuk literasi digital, pemrograman, dan keterampilan kewirausahaan.


Keenam, inklusivitas dan aksesibilitas. Menjamin bahwa semua siswa, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, mendapatkan akses pendidikan yang setara. Memastikan bahwa pendidikan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkendala oleh faktor ekonomi.


Ketujuh, pendidikan berbasis kompetensi. Menggeser fokus dari penilaian berbasis ujian ke penilaian kompetensi dan keterampilan nyata. Menciptakan kurikulum yang berfokus pada pencapaian hasil belajar yang spesifik dan relevan dengan kebutuhan dunia nyata.


Kualitas Pendidikan diberikan beban kepada satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang kreatif, inovatif dan kompetitif, akan senantiasa menjadi satuan pendidikan yang excellence, unggulan dalam pelayanan dan outcome serta dipercaya oleh masyarakat, dengan mempertimbangkan terhadap aksestabilitas segenap komponen masyarakat terhadap satuan tersebut dengan tidak menjadi satuan pendidikan yang kapitalis. komersialis, dan berorientasi bisnis.   


Satuan pendidikan harus menjadikan ekonomi pendidikan menjadi basis pelayanan. Layanan pendidikan dapat dijangkau oleh segenap anak bangsa, tetapi para pelaksana dan penyelenggara satuan pendidikan memiliki kesejahteraan yang tinggi. 


Satuan Pendidikan dituntut untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi dan social charity di dalam penyelenggaraan pendidikan.


Bayaran bukanlah pemasukan utama dalam penyelenggaraan satuan pendidikan, tetapi pengembangan berbagai unit usaha, berbagai kegiatan ekonomi dan social charity yang transparency, manageable, accountable perlu dikemas dengan sebaik mungkin, sehingga kesejahteraan pelaksana pada satuan pendidikan tetap meningkat sesuai dengan standar kesejahteraan setempat.***

Posting Komentar

0 Komentar