JAKARTA, kiprahkita.com - Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menemukan dugaan kecurangan (fraud) senilai Rp35 miliar, dalam klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit di Indonesia.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, pihaknya mengidentifikasi dua layanan yang terindikasi kecurangan, yaitu fisioterapi dan katarak.
"Di tiga rumah sakit, terdapat klaim fisioterapi sebanyak 4.341 kasus, padahal dalam catatan medis hanya ada 1.072 kasus. Jadi, terdapat 3.269 klaim palsu senilai Rp501,27 juta," ujarnya.
Selain itu, imbuhnya, ditemukan juga dugaan kecurangan dalam layanan katarak dengan modus manipulasi diagnosis.
Dari 39 sampel pasien katarak, hanya 14 yang membutuhkan operasi, namun seluruh pasien tersebut diklaim ke BPJS Kesehatan.
Bahkan, tegasnyam beberapa rumah sakit diduga membuat dokumen fiktif, meskipun tidak ada pasien maupun catatan medisnya.
Tim PK-JKN menyoroti dua modus utama kecurangan di fasilitas kesehatan, yaitu phantom billing dan manipulation diagnosis.
"Phantom billing berarti pasien dan terapi tidak ada, namun klaim dibuat. Sedangkan manipulation diagnosis berarti pasien dan terapi ada, namun klaimnya dilebih-lebihkan," jelas Pahala, dikutip dari infopubli.id, Sabtu (27/7).
Saat ini, Tim PK-JKN fokus pada penanganan modus phantom billing.
Audit yang dilakukan bersama BPJS Kesehatan mengungkapkan diduga tiga rumah sakit terlibat dalam phantom billing, yaitu sebuah rumah sakit di Jawa Tengah dengan dugaan fraud sebesar Rp29,4 miliar dari 22.550 kasus, rumah sakit di Sumatera Utara dengan dugaan fraud sebesar Rp4,2 miliar dari 1.620 kasus.
Lalu ada satu rumah sakit lain, masih di Sumatera Utara, dengan dugaan fraud sebesar Rp1,5 miliar dari 841 kasus. Total nilai kecurangan mencapai Rp35 miliar.
Tim PK-JKN telah berkoordinasi dengan pimpinan KPK terkait tindak lanjut temuan tersebut.
Pimpinan KPK memutuskan, kasus dugaan kecurangan ketiga rumah sakit tersebut akan dibawa ke ranah penindakan, karena indikasi tindak pidana korupsinya sudah cukup kuat.(infopublik)
0 Komentar