Oleh Drs. H. Talkisman Tanjung
Dai, guru, dan pimpinan Muhammadiyah di Mandailing Natal
OPINI, kiprahkita.com - Idiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani, ideos (ide, gagasan) dan logos (ilmu atau logika), yang mengandung arti ilmu tentang ide atau gagasan.
Di Muhammadiyah, sejak tahun 1968 telah muncul wacana tentang idiologi Muhammadiyah, namun sebelumnya Muhammadiyah lebih nyaman menggunakan istilah keyakinan dan cita-cita hidup.
Pada sidang Tanwir tahun 1969 di Ponorogo, barulah lahir pemikiran resmi idiologi Muhammadiyah yang dikenal dengan : Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH).
MKCHM merupakan konsep idiologi yang sistematis dalam Muhammadiyah, di samping Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang telah dirumuskan pada tahun 1946.
Menurut KH. Muhammad Djindar Tamimy, kelahiran Muhammadiyah melekat dengan idiologi, yaitu ide dan cita-cita tentang Islam dalam pemikiran dan spirit gerakan dari KH. Ahmad Dahlan, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat. Artinya, idiologi itu adalah keyakinan hidup.
Idiologi dalam muhammadiyah bukan sekedar seperangkat paham atau pemikiran saja, tetapi teori dan strategi perjuangan untuk mewujudkan paham tersebut dalam kehidupan.
Karena ia merupakan teori sekaligus strategi perjuangan, maka di setiap masa Muhammadiyah telah merumuskan Khittah Perjuangan Muhammadiyah, sehingga seperti apapun badai dan gelombang kehidupan menerpa dan menghantam Muhammadiyah, persyarikatan ini tetap berdiri tegak tak bergeming bagaikan batu karang ditengah lautan.
Idiologi Muhammadiyah, mulai dari Muqaddimah AD Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Matan Kepribadian Muhammadiyah, Dua belas Langkah Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Pernyataan pikiran Muhammadiyah abad ke-2, pernyataan negara Pancasila sebagai Daarul ahdi wasy-syahaadah, dan rumusan Muhammadiyah tentang Risalah Islam Berkemajuan.
Semua rumusan idiologi tersebut merupakan pernyataan tegas Muhammadiyah dalam menyikapi berbagai persoalan dan permasahan yang muncul, baik di internal maupun eksternal, khususnya yang terjadi sesuai zamannya, namun rumusan tersebut bersifat mengikat, dan menjadi pedoman bagi pimpinan persyarikatan dari masa ke masa.
Pasca muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022 yang lalu, merupakan masa yang penuh tantangan, cobaan yang dahsyat dan spektakuler, khususnya bagi persyarikatan, apakah masih mampu bertahan dan mempertahankan diri sebagai organisasi Islam yang mencerahkan dan berkemajuan?
Sebagai organisasi Islam yang memproklamirkan dirinya gerakan Islam yang melaksanakan misi dakwah dan Tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tentu akan bisa bertahan dan berdiri tegak dengan kokoh, selama rumusan-rumusan idiologi tersebut di atas tetap dijadikan pedoman gerakan dengan istiqamah.
Persyarikatan memandang bahwa seluruh rumusan idiologi Muhammadiyah adalah idiologi Islam berkemajuan dan mencerahkan. Muhammadiyah memandang bahwa Islam dalam pergumulan dengan kehidupan sepanjang zaman harus diwujudkan dalam bentuk amal.
Semangat untuk beramal itu di dalam Muhammadiyah melahirkan sebuah semboyan sedikit bicara banyak bekerja.
Islam itu harus membumi, ia bukan sekedar seperangkat teori yang hanya untuk dibaca, dilagukan, dilombakan dan seterusnya, tetapi sebuah paket komplit petunjuk kehidupan yang realistis dan aplikatif untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbagai godaan yang menerpa Muhammadiyah, mulai dari politik praktis, kekuasaan pemerintahan, tarikan liberalisme, khususnya dibidang ekonomi, sosial budaya, dan yang ter-update adalah keinginan Muhammadiyah untuk terlibat dalam mengelola aset negara berupa tambang, karena ada pemberian IUP oleh pemerintah kepada organisasi kemasyarakatan.
Narasinya sangat menarik, bahwa pemberian izin ini merupakan kepedulian negara kepada ormas, bahwa sejarah mencatatkan ormas-ormas itu telah berjasa kepada negara, mulai dari ikut berjuang untuk memerdekakan bangsa ini, sampai kepada mengisi kemerdekaan dengan berbagai karya nyatanya.
Sehingga sudah sepantasnya ormas diberi kesempatan untuk mengelola potensi alam yang ada di negara ini, jangan hanya menjadi penonton. Sebuah narasi yang menggiurkan.
Satu tahap sudah berlalu, bahwa Muhammadiyah menyatakan menerima IUP tersebut dengan kewajiban untuk mempelajarinya secara mendatail.
Nah, saat ini masuk tahap kedua, ketika Muhammadiyah telah menerima kenyataan bahwa IUP yang dikeluarkan itu adalah di lahan-lahan bekas yang sudah mengalami kerusakan lingkungan.
Muhammadiyah harus hitung-hitungan, mau menambang sumber daya alam yang ada atau memperbaiki kerusakan lingkungan dan alam yang telah dilakukan oleh perusahaan tambang sebelumnya?
Di sinilah Muhammadiyah akan diuji apakah mampu bertahan sebagai sebuah gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar di era tantangan dan godaan semakin menggiurkan ini atau tidak.
Sekali lagi, terpulang kepada sekuat apa para pimpinan berpegang teguh kepada rumusan-rumusan idiologi Muhammadiyah tersebut. Yang jelas Muhammadiyah sudah mengetahui bahwa lokasi izin yang diberikan adalah lokasi bekas yang sudah mengalami kerusakan alam dan lingkungan yang cukup parah, berbagai kajian dan diskusi sedang dilakukan, mudah-mudahan Muhammadiyah tidak terhalusinasi dengan bayangan keuntungan yang akan didapat, sementara kehancuran alam dan lingkungan luput dari perhatian.
Muhammadiyah dengan Risalah Islam Berkemajuan telah mempunyai metode-metode pendekatan dalam memandang Islam secara utuh, holistik dan integral, yaitu melalui pendekatan bayani, burhani dan Irfani.
Sekali lagi dinyatakan bahwa Muhammadiyah akan SELAMAT jika idiologi persyarikatan menjadi rujukan, bukan kepentingan pribadi atau kelompok, seperti halnya performance partai-partai politik hari ini.
Wallahu a'lam. Batahan, 27 Agustus 2024.***
0 Komentar