MUI Sarankan Hukum Adat untuk Mencegah LGBT

 


PADANG, kiprahkita.com - Dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), diharapkan kekuatan hukum adat di nagari dapat menjadi solusi melalui sanksi sosial. 

Implementasi sanksi sosial adat ini, dapat dimulai dengan penerapan hukum adat anti-maksiat di tingkat nagari.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Buya Gusrizal Gazahar, menyampaikan hal tersebut dalam rapat koordinasi perlindungan anak di Provinsi Sumbar. 

Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Sosial RI melalui Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Padang, di Aula BBPPKS Padang, Jalan Alai Kapalo Koto, Padang, pada Senin (05/08/2024).

"MUI Sumbar pernah mengusulkan penerapan hukum adat atau peraturan nagari yang dapat mencegah kekerasan seksual atau perilaku LGBT di nagari. Namun, hingga kini belum ada nagari yang menerapkannya," ujar Buya Gusrizal.

Beliau juga menekankan pentingnya membekali calon pengantin dengan tanggung jawab menjadi orangtua, dan memperkuat koordinasi antar lembaga dalam bentuk aksi nyata, bukan hanya sekadar rapat atau seremonial.

"Kita perlu memperkuat koordinasi antar lembaga, namun selama ini hanya sebatas seremonial rapat koordinasi. Koordinasi harus diperkuat. Serangannya semakin hebat, pertahanan kita semakin lemah, banyak potensi kebaikan di tengah masyarakat yang semakin tidak berfungsi," lanjut Buya.

Menurutnya, ini adalah kelalaian dari berbagai pihak, mulai dari kurangnya persiapan dalam membina rumah tangga, kelalaian keluarga, pemerintah, serta ulama dan tokoh adat.

Antropolog dari Universitas Andalas, Dr. Sri Setiawati, yang juga menjadi narasumber pada sesi kedua rapat yang diikuti oleh 45 perwakilan dari berbagai unsur, instansi, komunitas, hingga praktisi, ini, menyampaikan pendapat serupa.

Menurut Sri, penerapan hukum adat di Sumatera Barat telah didukung oleh berbagai instrumen yang akan memperkuat dan memberikan dampak yang lebih signifikan.

BACA JUGA

"Instrumen itu ada, seperti peradilan adat. Hukum sosial ini akan berdampak lebih besar karena terkait dengan citra kaum dan suku. Identitas suku dan datuaknya akan dipertanyakan, jadi sampai kesitu," kata Sri.

Selain kedua tokoh tersebut, rapat yang bertujuan untuk melahirkan program aksi perlindungan anak yang dapat diimplementasikan di daerah ini, juga menghadirkan narasumber dari LKAAM Sumbar, sosiolog dari Universitas Negeri Padang, tokoh adat, psikolog, dan akademisi dari Poltekesos Bandung.

Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian Sosial, Fauzan Amar, dalam sambutan pembukaan rapat, menyampaikan harapannya bahwa rapat ini dapat menjadi wadah atau forum bersama untuk melindungi anak dari kekerasan, khususnya di Sumbar.

"Anak-anak rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Keluarga dan lingkungan terdekat berpotensi menjadi penyebab. Pengaruh perkembangan teknologi media sosial juga sangat besar. Oleh karena itu, kita harus terus mengawal bersama dengan upaya preventif," ucap Fauzan.

Kepala BBPPKS Padang, Serimika Br. Karo, juga mengungkapkan harapannya agar rapat ini menghasilkan program yang efektif untuk menghentikan kekerasan terhadap anak, sehingga kasus ini tidak terus berlanjut.

Beberapa rencana aksi yang dihasilkan dalam rapat ini antara lain kegiatan Peksos goes to school, Peksos goes to pesantren, dan penguatan edukasi pada anak tentang bagian tubuh sensitif yang tidak boleh disentuh orang lain.

Selain itu, ada pula edukasi pada anak agar berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami, video kampanye stop kekerasan pada anak, hingga khutbah Jumat dengan tema stop kekerasan pada anak. (kominfotik sbr)

Posting Komentar

0 Komentar