Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
Sekretaris LPLH dan SDA MUI Pusat
“Dia Sulaiman tersenyum ketika mendengarkan perintah sang Ratu Semut, beliau berdoa, “Ya Tuhankuanugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebaikan yang engkau ridhai, masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang shaleh”. [QS. (27) An-Naml:19]
OPINI, kiprahkita.com - Dalam dunia modern yang semakin berkembang pesat, manusia seringkali melupakan bahwa mereka adalah bagian dari alam.
Gaya hidup yang serba cepat dan tuntutan materialisme kerap kali membuat manusia abai terhadap kerusakan yang terjadi pada lingkungan sekitar. Kerusakan di darat; forestation, penggundulan hutan yang berakibat terhadap erosi tanah, gangguan siklus air, dan meningkatkan risiko banjir.
Air pollution, (polusi udara), disebabkan oleh emisi gas dari kendaraan bermotor, pabrik, dan pembakaran bahan bakar fosil.
Soil Erosion, (erosi tanah), mengurangi produktivitas lahan dan dapat menyebabkan tanah longsor serta kerusakan infrastruktur.
Species Extinction, (kepunahan species), mengganggu keseimbangan ekosistem, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup manusia.
Kerusakan di lautan; water pollution, (Polusi Air) merusak kehidupan akuatik, mengganggu rantai makanan, dan mengurangi kualitas air yang diperlukan untuk keperluan domestik, irigasi, dan industri. Ocean acidification, (pengasaman laut), kondisi di mana tingkat keasaman air laut meningkat akibat penyerapan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer.
Coral Reef Damage, (kerusakan terumbu karang), aktivitas manusia seperti penangkapan ikan berlebihan, pembangunan pesisir, serta pencemaran laut mengancam kelestariannya.
Pengasaman laut dan pemanasan global juga mempercepat proses pemutihan terumbu karang, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian terumbu karang.
Fenomena inilah yang kemudian mendorong munculnya konsep kesalehan ekologis sebagai respons terhadap krisis ekologi yang semakin mengkhawatirkan.
Istilah "kesalehan" biasanya dikaitkan dengan nilai-nilai religius, moralitas, dan tindakan yang mencerminkan keimanan seseorang.
Sementara itu, dalam konteks ekologi, kesalehan ini mencakup tanggung jawab individu dan kolektif untuk merawat bumi sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, kesalehan ekologis mengajak manusia untuk merenungkan kembali peran sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi, serta tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan alam.
Kesalehan ekologis mengajarkan, menjaga lingkungan bukan hanya tentang tindakan fisik semata, seperti menanam pohon atau mengurangi sampah plastik. Lebih dari itu, ini adalah tindakan spiritual yang memerlukan kesadaran (awareness) penuh akan hubungan manusia dengan alam sebagai bagian dari ciptaan Tuhan.
Melalui pandangan ini, manusia diajak untuk hidup lebih selaras dengan alam, tidak hanya untuk kesejahteraan semata, keseimbangan (equilibrium) dan kelestarian (sustainable).
Alam dan sumbernya bukan hanya untuk seakrang tetapi juga untuk yang akan datang.
Di zaman sekarang, ancaman lingkungan seperti perubahan iklim, deforestasi, pencemaran udara, dan kepunahan spesies menjadi semakin nyata.
Sebagian besar kerusakan ini disebabkan oleh ulah manusia yang tak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.
Banyak ahli lingkungan memperingatkan bahwa jika tidak ada perubahan drastis dalam cara kita berinteraksi dengan alam, bumi bisa berada di ambang kehancuran.
Hal ini diberikan panduan oleh Surat An-Naml ayat 19. Bahwa Nabi Sulaiman, tatkala mendengarkan perintah langsung dari seorang ratu semut, yang memerintahkan segenap bangsa semut untuk segera masuk ke sarangnya, khawatir nanti terinjak oleh bala tantara Nabi Sulaiman, sehingga Nabi Sulaiman takzim terhadap perintah itu, dengan tersenyum beliau berdoa untuk senantiasa bersyukur terhadap kelebihan nikmat yang dianugerahkan Allah SWT.
Maka dari itu, dapat kita formulasikan bahwa panduan kesalahen ekologis tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk: pertama, asykura nikmataka, bersyukur terhadap nikmat yang dianugerahkan Allah SWT kepada diri dan bangsa manusia, sehingga dengan nikmat itu manusia senantiasa, peduli dan sadar secara spiritual.
Kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk spiritual yang memiliki tanggung jawab moral terhadap lingkungan.
Manusia bertanggung Jawab terhadap kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan bukanlah masalah yang bisa diselesaikan secara individual, tetapi memerlukan usaha kolektif dari masyarakat, lembaga agama, pemerintah, dan sektor swasta untuk bekerja sama menjaga keseimbangan ekosistem.
Setiap individu memiliki peran penting dalam mewujudkan kesalehan ekologis, baik melalui edukasi, advokasi, maupun tindakan nyata.
Kedua, beramal shaleh (wa an angmala shilihan), melakukan berbagai kegiatan kebaikan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian alam dengan berupaya untuk senantiasa mengimplementasikan dalam kehidupan kesederhanaan.
Salah satu ajaran penting dari kesalehan ekologis adalah hidup sederhana dan berkelanjutan. Mengurangi konsumsi berlebihan dan mendorong gaya hidup yang ramah lingkungan adalah langkah nyata untuk menjaga bumi tetap lestari. Prinsip ini juga mengajarkan bahwa kesejahteraan tidak diukur dari materi, melainkan dari keselarasan antara manusia dan alam.
Ketiga, wadqilny birahmatika fi ngibadikal shilihin, masuk menjadi manusia shaleh autentik berdasarkan rahmat Allah SWT.
Manusia ini senantiasa melakukan restorasi dan Perlindungan. Manusia diharuskan untuk melakukan upaya restorasi terhadap kerusakan alam yang telah terjadi.
Hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk reboisasi, rehabilitasi lahan, atau penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan. Pekerjaan ini dapat diwujudkan atas berkat rahmat Allah yang didorong oleh keinginan yang luhur, sehingga alam dalam lestari dan dimanfaatkan oleh segenap makluk ciptaan-Nya.
Langkah ini perlu dilakukan secara konsisten dengan berupaya senantiasa melakukan edukasi lingkungan berbasis keimanan, gaya hidup ramah lingkungan, dan kolaborasi antar komunitas sehingga tercipta sinergitas dan fastabiqul khairat. ***
0 Komentar